Rabu, 04 Januari 2012

Kamu Untuk Aku (part 1)

Dunia malam. Bukan hal yang tabu lagi bukan?.
Salah satu permainan dunia kah ini?
Apa saja sebenarnya kisah di balik dunia ini? Siapa yang tau?.

Malam itu makin larut, dan pengunjung tempat berkelap-kelip itu bukannya berkurang tapi semakin membludak saja. Lantai dansa dengan cahaya remang yang tadinya lenggang kini bak lautan manusia. Penuh. Sesak. semua aroma, semua perbedaan, bercampur jadi satu. Sepertinya paham komunis berlaku di tempat itu. milikmu milikku juga, kurang lebih begitulah tempat itu. tempat dengan hentakan hentakan musik keras dan tempat minuman keras bahkan seks bebas beredar. DISKOTIK.

Semakin malam, semakin sesak saja. Rasa tak nyaman mulai di rasakan beberapa pengunjung. untuk mendapat segelas minuman saja mulai sulit. jika ingin turut berdansa pun rasanya sudah tak mungkin melihat keadaan lantai dansa sudah di penuhi kaum adam maupun hawa, yang masih sadar maupun tak sadar lagi.
Tapi camkam, aturan -tidak nyaman- itu tidak berlaku untuk pria balutan baju bermerk yang saat ini tengah duduk di sofa lembut yang tak kalah bermerknya. Dari tampilan dan tempat khusus miliknya itu, sudah bisa di pastikan pemuda ini adalah seseorang yang memiliki kekuasaan. Tentu. Dia itu Mario Stevano. Siapa yang tak kenal dia. anak konglomerat pengusaha minyak yang cabang nya sudah tak terhitung lagi banyaknya. Di tambah lagi usaha hotel bintang 5 di berbagai negara yang di kelola mamanya.  Wajar jika saat ini pemuda itu jadi incaran utama gadis indonesia, tempat di mana ia tinggal kini. Sudah kaya, tampan, tinggi, pintar pula. Adakah yang kurang dari pemuda ini?

“Rio, ayo minum yang banyak sayang...” ucap gadis dari sebelah kanan rio, salah satu gadis yang umurnya tak terpaut jauh dari rio atau mungkin sebaya dengan rio, gadis penghibur bayaran rio. Tangannya pun mulai mengelus pipi rio dengan dramatis. Di sertai gerakan tubuh eksotis yang sengaja di lenggok2kan menggoda, mencoba merayu.

Rio mengangkat ujung kanan bibirnya, senyum angkuh andalannya.”ogah.. gue gak goblok buat percaya ma tipuan lo..”ucap rio datar, tenang, tanpa menatap bahkan melirik pun tidak ke arah gadis penghibur itu. sudah paham betul maksud si gadis menyuruhnya terus-terusan minum. Berskandal menjebak yang sinetron banget. ”jadi gak usah sok sexi gitu, gue gak gak nafsu ma lo. Pergi sono.” Rio menambahkan kalimatnya penuh penekanan kali ini, namun tetap tak menatap si lawan bicara. Dan seketika gadis itu pergi, dia tak ingin mencari gara-gara dengan putra mahkota itu Cuma gara-gara di suruh pergi tak mau. Alasan yang tak terlalu penting untuk mengorbankan pekerjaannya. Karena dia yakin, dia tak menuruti pangeran angkuh itu maka kata pecat akan terucap dari bossnya untuknya.

“wetsah parah lo bro!!! Cewek paling cakep plus yahuud di sini, masih aja di usir. Mau yang gimana lagi sih?” alvin. Sahabat rio. Menimbrung begitu saja.

“ mau yang gak murahan!!!” jawaban rio dengan senyum alanya di ujung kalimatnya. Bahkan rio tak yakin jika masih ada gadis seperti yang ia ucapkan di dunia ini.

“haha, aneh. Berarti lo salah tempat. Cewek di sini discount man, barang obral.” Dan serentak kedua pemuda yang sebenarnya belum cukup umur untuk berada di tempat haram itu tertawa berbahak. Entah apa yang mereka pikirkan?


***


Anak-anak putus sekolah di gang gembong, salah satu pemukiman kumuh yang ada di jakarta. Kini sudah bisa bernafas lega. Ekonomi, faktor utama mereka tidak dapat lagi menikmati bangku sekolah , kini tidak lagi di pikirkan. Kini mereka memang tidak sekolah, tapi setidaknya mereka bisa belajar.

Pemuda tampan yang merupakan seorang dokter muda yang baru saja menyelesaikan kuliah kedokteran nya di universitas indonesia, 7 tahun terakhir ini –lah yang memberi setitik harapan si anak-anak kurang beruntung itu. ketulusan hatinya lah yang membawanya ke tempat ini, membagi ilmu sebisanya. Meski pendidikan bukan jalur kuliahnya, tak terlalu sulit mengajari anak2 berkisar kelas 4-6 SD ini. Pemuda itu, Gabriel stevent danamik.

Siang itu. matahari tidak terlalu bringas menyengat. Gabriel sesuai jadwal mengajar -kamis, jum’at, sabtu- tengah mengajar siang itu. kali ini mengejar kelompok pertama, kelas 4 dan 5 sebanyak 10 orang. Dan nantinya setelah ini kelompok kelas 6 sebanyak 7 anak, kini anak-anak yang belum waktunya belajar sebagian belum datang dan sebagian lagi tengah bermain di halaman serambi yang di gunakan gabriel untuk mengajar.

“selamat siang....” gabriel tersentak juga, suara itu begitu semangat dan melengking di telinga nya. Di lihat nya pintu masuk serambi itu, ada gadis dengan rambut ikat kuda tengah tersenyum lebar dan menenteng kotak bekal berukuran besar di tangan kanan nya.

“ada apa?” tak ingin membuat si gadis menunggu lebih lama, gabriel berucap sambil berjalan mendekati tempat gadis itu berdiri. Si gadis yang di tanyai bukannya menjawab, malah terbengong.”kirain pak guru sukarelawan sudah bapak bapak berumur, ternyata... ganteng pisan euy..” pikir si gadis bahagia sendiri.

“hei” merasa cukup lama tidak mendapat jawaban, gabriel kembali mngeluarkan suaranya.

“eh, maap pak guru. Jadi ngelamun...” si gadis tersipu saja. Lalu segera melanjutkan ucapannya tak ingin tampak lebih bodoh.  “ini,, mau nganter kue pesanan, pak guru.”

Gabriel menyerengit bingung, pasalnya yang biasa mengantar kue yang akan di berikan pada anak didiknya seorang ibu yang tetap terlihat cantik meski umurnya sudah berkisar 38an tahun. Dan sekarang lihat lah, yang mengantar seorang anak gadis yang manis dan mungkin umurnya masih 17 tahun.”kue dari bu ina maksudnya?” tidak ingin semakin bingung, gabriel menanyakan juga.

“eh iya lupa.. Kenalin pak guru, saya shilla anaknya ibu ina. Hehe,,”dan dengan senyum ramah menghiasi wajah shilla-si gadis, menjawab tanya gabriel.

“oh iya iya. Terimakasih ya shilla sudah mengantar.”

“siip deh, kalo begitu saya permisi dulu ya pak guru..” dan masih dengan ramah shilla mengangguk sekilas dan segera berbalik untuk berlalu.

“shilla.” belum sempat shilla melangkahkan kakinya, gabriel memanggilnya. Hey ada apakah gerangan?. Saat shilla kembali berbalik menghadap gabriel, dengan cepat gabriel kembali berucap “ nama saya gabriel. Kamu gak perlu panggil saya pak guru, saya belum terlalu tua untuk jadi bapak-bapak, hehe, kamu bisa panggil saya kakak.“ shilla tersenyum, tak tau apa maksud dari senyumnya?.
Yang jelas ucapan gabriel itu hanya di acungin jempol olehnya.

Shilla sudah berjalan menghampiri sepedanya yang terparkir rapi di halaman serambi. Sebelum dia mulai menggoes untuk menjalankan sepedanya, dia berbalik kembali menatap gabriel yang masih berada di tempat tadi, shilla melambaikan tangan seraya berkata.” Dada pak guru ganteng...” dan detik berikutnya shilla mulai berlalu, dan hilang di pertigaan jalan.

Gabriel geleng-geleng sendiri melihat tingkah gadis yang baru ia kenal itu.”shilla, shilla, unik sekali gadis itu...”


***



Gadis dengan dress denim selutut keluaran terbaru itu sudah hampir 1 jam duduk sendiri di salah satu bangku di taman pinggir kota itu. sendiri? Tidak sendiri mestinya. Tapi, keadaan yang menjadikannya saperti anak ilang gak ada temen seperti itu. pasalnya seseorang yang harusnya bersamanya saat ini, belum datang Setelah satu jam dari waktu yang sudah di janjikan. Dia sedang menunggu. Siapa yang suka menunggu? Dia pun tak suka. Menyebalkan sekali orang yang menciptakan kejadian menunggu itu.

anak ini,, telat lagi kah?...” gadis itu kembali menggerutu, entah sudah keberapa kalinya untuk gerutuan yang sama.

“sorry telat!!!....” suara itu muncul begitu saja, dan seketika si pemilik suara menjatuhkan tubuhnya tepat di samping si gadis penunggu, masih di bangku taman yang sama.

“mario!! You become very annoyed....!!!” si gadis mengamuk begitu saja, biarlah orang yang di panggil mario itu kelabakan menghadapi pukulan bertubi-tubi darinya.

“slow girl,...” dan saat itu si tangan gadis sudah di pegang erat oleh mario-rio-, bermaksud menghentikan serangan. “gue telat juga gak sengaja, semalem abis begadang PSan ma alvin. Jadi ya kesiangan.” Rio mencoba menjelaskan, memang sudah jadi kegiatan rutin rio dan alvin untuk menghabiskan malam minggu bersama. Berarti dia tidak bohong kan? Pikirnya nyeyel sendiri. tidak tertinggal di sertai senyum tanpa dosanya di ujung kalimatnya.

“gue gak butuh alesan lo tau.. gue nunggu nya gak sebentar. 1 jam rio, 1 jam...” si gadis dengan ngeyelnya menjelaskan penuh penekanan, terlihat sekali masih kesal dengan tingkah rio.

“maka dari itu ify sayang, gue minta maap. Di maapin aja napa?” tak kalah ngeyel rio menjawab seadanya dan sebisanya seorang mario yang pasalnya jarang mengucapkan kata sakral itu, “Maaf”.

“lo tuh ya memang dasar... dari dulu gak berubah. Gak pernah ONTIME...” ify-si gadis mulai bersikap biasa, tak ada kilat kekesalan lagi di matanya saat mengucap kalimatnya kali ini.

“takdir fy. Hehe... jadi di maafin nih ya..”

“oh, tidak semudah itu marioo...”

“lah terus...”

“ada syaratnya donk...”

“ck-, okeoke.. apaan syaratnya?...”

“beliin gue balon itu tuhh...”ify mengutarakan syaratnya dengan manjanya, tangannya menunjuk nunjuk penjual balon di bawah pohon alkasia yang cukup jauh dari tempatnya duduk kini.

“yah ify, kayak anak kecil banget sih. Males ah, Jauh gitu tempatnya, panas tau. Yang lain deh syaratnya” Rio memasang wajah melas gila2an. Pasalnya siang itu memang matahari tengah gencar-gencarnya me-manas-i bumi. Dia Tidak akan mau berpanas-panasan sia sia. Kecuali di situ ada salah satu pelayannya yang akan siap sedia memayungi dia saat hujan ataupun panas.

“yaudah kalo gamau. Gue Gak maksa sih. Tapi gausah mimpi aja dapet maap dari gue..” dan lihatlah ify, dengan pongahnya dia menanggapi keluhan rio.

“nyebelenin deh lo. Iye iye gue beliin. yang Warna apa??”

“Biru...”

*



Setelah melakukan perjalanan Dengan usaha yang super ekstra, bagai melewati jalanan berduri dan di payungi payung api akhirnya rio mendapatkan apa yang di inginkan ify. Balon biru.

“beli minum dulu deh,..” rio berucap sendiri sambil mengusap peluh keringat yang mulai mengaliri pelipisnya. rio berjalan kearah penjual minuman yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat si penjual balon, manalagi jalan menuju tempat penjual minuman terlindungi dari sengatan matahari. Banyak pohon2 di taman bagian itu. setidaknya, sedikit mengurangi ketersiksaannya.

“pocari nya dua..” rio mengutarakan nama minuman yang akan dia beli dengan gaya biasanya, angkuh dan berkuasa. Lihatlah cara mengucapkan nya saja tanpa embel2 apapun, cukup tujuan dia datang ke situ..

“10 ribu mas..”

Dan tanpa ingin mengulur waktu rio segera mengeluarkan dompet kulit mahalnya, dengan isi yang tak di miliki seperti halnya pemuda remaja biasanya, jumlah rupiah di dalamnya banyak bahkan terlalu banyak. Tapi, rio itu teledor. sangat teledor. Saat perhatiannya di alihkan untuk mencari uang 10 ribuan diantara uang 50ribuan dan 100ribuan dia tidak memperhatikan tali yang menjadi pegangan balon birunya mulai renggang. Dan, akhirnya... terlepas.

Rio sempat kaget, tapi dengan cepat dia kembali biasa saja. Tidak perlu kaget juga, Balon murah seperti itu bukan hal yang sulit untuk dia beli. Kecuali.....  saat dia berbalik bermaksud untuk membeli kembali balon kepada si penjual balon dimana dia beli balon pertama yang terlepas itu, sudah TIDAK ADA. coba ulangi, TIDAK ADA.

“damn..” rio teriak tertahan. Minuman yang sudah ia beli di lemparnya dengan sembarang. Pusing juga memikirkannya ”bisa mati gue di omeli ify....

Rio, menengadahkan kepalanya, lalu dengan segera mengedarkan pandangan ke arah pohon-pohon rindang yang tak sedikit jumlahnya. Menaruh harapan kalo saja tuhan sedang berbaik hati membuat balon itu tersangkut di salah satu pohon banyak itu. dan.. hei. Yang benar saja. Do’anya terkabul, dia melihat balon yang sudah dia beli tadi tersangkut di pohon jambu air  yang tak jauh darinya.

Dengan cepat rio menghampiri pohon jambu air yang rimbun dan cukup tinggi itu. dia tak langsung memanjat -yang merupakan jalan satu-satunya untuk dapat mengambil balon biru miliknya-, dia malah masih bertahan di bawah pohon jambu air yang letaknya memang cukup mengerikan-pinggir taman yang bawahnya sungai yang lumayan curam-. Sudah barapa tahun dia tidak lagi memanjat pohon, seingatnya kelas 6 SD terakhir dia memanjat. Dan, kini dia sudah kelas 3 SMA. Bayangkan, berarti itu sudah 5 tahun yang lalu. masih selihai dulukuah dia? atau sudah tak bisa lagi? Berbahaya kan jika dia tak bisa lagi memanjat?.

Setelah cukup lama memikirkan lebih jauh dampak serta akibat yang akan terjadi nantinya jika dia memanjat atau tidak. Rio mulai memanjat pohon tinggi itu. yang dia fikirkan, “lebih baik masuk jurang daripada di omelin ify..

Rio memanjat pohon yang daunnya menggerombol di atas, dengan kata lain pohon itu lurus dan bercabang di bagian atasnya. Rio berhasil memegang salah satu batang, artinya dia sudah mencapai segrombolan daun.

“waaa...” keduanya saling berteriak. “orang? gue kira monyet..” rio berucap dengan datarnya, begitu nyeblak dan tanpa merasa bersalah atau bagaimanapun. Dan seseorang yang sudah berada terlebih dulu berada di pohon itu, yang tadi berteriak kaget juga saat tiba-tiba kepala rio muncul dari dedaunan bawahnya hanya menyerengitkan dahi, sebal juga di bilang monyet oleh orang asing yang tak sopan itu.

“mau ngapain lo?” seseorang itu tak tahan juga untuk tidak berteriak galak pada si pria penyeludup pohonnya itu.

“gausah GR. yang pasti, gue naik pohon ini bukan buat ketemu lo..” rio yang mulai berusaha menggapai ranting tempat balonnya tersangkut menjawab masih dengan datar.

“eh, gue Cuma nanya!!!!. Siapa juga yang GR? Please ya, Males banget GR karena lo...” seseorang yang ternyata seorang gadis itu menjawab dengan pongahnya. “Ini orang anak siapa sih? Belagu banget” pikir gadis itu tidak bisa menahan kekesalannya.

Mau tak mau, rio di buat heran juga. Tak tergila2kah gadis ini dengan dirinya yang anak tunggal orang terkaya seASIA TENGGARA ini?.  apa Ada yang salah dengan penampilan nya hari ini? Atau memang gadis ini saja yang kelainan?. Tak taulah, tak penting sekali memikirkan gadis pecicilan seperti dia. “ gue mau ambil balon...” dan lagi masih dengan datar serta tetap terfokus menggapai balon nya, rio menjawab apa adanya.

Si gadis yang sebal juga dengan tingkah rio, akhirnya mendongak juga untuk memastikan omongan si pemuda yang menurutnya mengganggu dirinya itu benar atau tidak. Dan ternyata, benar saja, ada balon biru yang tersangkut di ujung ranting yang cukup tinggi. Setelah memastikan, si gadis hanya manggut-manggut tak ketara dan mencoba mengabaikan pemuda-yang lumayan juga- itu.

Sudah hampir 10 menit rio mencoba menggapai balonnya, tapi tetap saja hasilnya gagal. Balon itu masih jauh dari jangkauannya. Dan dia sudah tidak berani memanjat lebik ke atas lagi. Dan tidak ketinggalan bermacam2 gerutuan di hasilkan dari bibir manisnya.
“eh lon, turunin diri lo kek...”

“balon, gue tusuk juga lo. Biar meletus sekalian..”

“balon, deketin gue napa...”

Dan masih banyak lagi omelan rio. Meski tak terlalu keras rio berucap, namun jelas untuk terdengar si gadis yang berada di satu pohon yang sama itu. lama-lama tak tahan juga.

“bisa gak sih mas ngambilnya. Lama banget, lo di sini tuh ganggu tau gak..” dan dengan blak-blakan juga galaknya si gadis berucap juga.

“menurut lo?..” si rio yang dasarnya sudah lelah dari tadi tidak berhasil mengambil balon miliknya menjawab malas-malasan tanpa penekanan.

“ck-, minggir minggir...” dan detik itu juga dengan kekesalan yang menumpuk si gadis dengan gesit memanjat pohon lebih tinggi, lalu dengan cepat menggapai tali balon itu dengan mudahnya. “nih...”
Balon itu sampai di tangan rio.

Rio tersenyum khas, mengangkat ujung bibir kanannya. “dasar manusia jadi-jadian...” rio berucap di sertai tawa kecil saat mengucapkan kalimatnya. Ini bukan dia sekali.

“apa??” dan si gadis yang memang tidak terlalu jelas mendengar, dengan cepat mengajukan tanya.

Rio segera turun dari pohon itu, tanpa satu kata pun. Tak menjawab tanya gadis itu bahkan kata terimakasih yang mestinya di ucapkan olehnya pun tidak terucap. Setelah kakinya sudah menginjakkan tanah. Dia berucap yang di awali tawa kecil sebelum nya, yang di ucapkan dengan datar alanya “ lo itu manusia jadi-jadian, jadi-jadian dari monyet...”

“puuukk!!” dan seketika itu rio mengusap dahinya, baru saja jambu air berukuran sedang mengenai dahinya dengan keras dari atas, sesaat setelah dia menyelesaikan kalimatnya.  Saat dia menengadahkan kepala melihat dari mana asalnya. Dan siapa lagi kalo bukan si gadis di atas pohon yang saat ini tengah menjulurkan lidah, lalu berseru.”rasain!!!”

Tak mau di perlakukan seperti itu, dengan cepat rio mengambil jambu yang berjatuhan di bawah pohon bermaksud untuk memberi serangan balasan. Baru saja akan melempar, si gadis itu sudah tak terlihat ternyata-mungkin dia sudah memanjat ke batang yang lebih tinggi-. Dan sambil melempar jambu itu tanpa arah dan sia-sia, rio berteriak gila2an.”dasar siluman monyet sialan!!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar