Kamis, 27 Juni 2013

Cerbung : Kamu Untuk Aku (Part 13)




Rio menghisap dalam inhalasi yang sempat terbawa sebelum dia meninggalkan singgasana istana haling, sendiri, dengan keadaan yang di bilang tidak baik. Setelah itu, ia tarik nafas nya dalam-dalam dan di hembuskan perlahan, di lakukan berulang kali dengan ritme teratur.

“eeem mario, mama sama papa harus membatalkan kunjungan ke indonesia kali ini.”

“....”

“rio kenapa diam saja? apa kamu baik-baik saja?”

“eh, iya ma, gak papa kok ma, emm, tapi kalo boleh mario tau, mama sama papa ada keperluan mendadak apa?”

“oh iya, itu... papa dapat undangan makan siang dari rekan bisnis papa yang nomor satu. Kamu bisa mengerti kan mario.”

“....”

“emm.. kamu.... bisa mengerti kan mario?”

“oh, iya ma rio ee mario ngerti. Yaudah ma, mario banyak PR, semoga mama sama papa..... sehat selalu ya.”

“iya sayang, papa pasti seneng kamu giat belajar gitu . bye mario, i love you.... “ 

Klik. Percakapan via telepon itu berakhir.

Rio menghisap inhalasi nya lebih dalam. Dadanya lebih sesak dengan secuil memori yang harusnya tak di ingat.

“tok tok tok... “ rio mengangkat kepala, melihat ibu-ibu separuh baya yang lusuh di balik kaca mobilnya, sedang menggandeng gadis kecil bertampang polos yang dengan cermat memperhatikan usaha ibu paruh baya tersebut menarik perhatiannya.

”sedekah nya nak..” ucap ibu pelan yang di sertai senyum lemah di akhir kalimatnya.

Suara ibu paruh baya itu membuat Rio sadar, dia sudah terlalu lama mendiamkan ibu tersebut. sebagai gerakan awal, rio segera menurunkan kaca mobilnya, membuatnya bisa leluasa melihat wajah dua wanita berbeda umur tersebut yang nampak lebih lusuh dilihat secara nyata, “ini bu..”

Mata ibu paruh baya tersebut terbelalak dengan binar terang yang tidak dapat di sembunyikan. “eh, ini teh adek kasep tidak bercanda..” 

Rio memandang selambar 100 ribuan yang masih belum berpindah dari tangannya, memang salah memberi dengan nominal uang ini. atau dalam pemberian uang pada pengemis ada peraturannya tersendiri. Harus ada batas nominalnya, dan dia tidak tau.”iya, ini buat ibu sama si adek..”

Ibu paruh baya itu menerima dengan mata berbinar. Ketika rio kembali meyakinkannya bahwa uang itu benar-benar untuknya.”terimakasih nak, terimakasih. Semoga di balas lebih lebih sama gusti Allah.”

Keduanya pergi dengan senyum yang sama-sama sumringahnya, tanpa sadar rio turut dalam kebahagiaan tersebut,hal yang seperti ini baru pertama ia lakukan, dan ia merasa di gunakan. 

“hari ini kita makan enak dong bu...”

Rio kembali tersenyum, samar-samar mendengar suara cempreng gadis kecil yang berjingkat-jingkat kecil, kegirangan. Membuat rambut panjang nya yang di ikat ekor kuda, ke kanan dan ke kiri mengikuti gerak lincah tubuhnya. Gadis kecil itu mengingatkannnya pada seseorang, shilla.

Rio menstarter mobil astonnya sore itu, keadaan nya di rasa sudah membaik untuk melanjutkan perjalanan, dan... kini sudah ada tujuan.



***



“tadi tuan rio memaksa pergi, padahal belum seberapa pulih. Maka dari itu saya menanyakan Pada tuan alvin dan nona alyssa. Apa sedang bersama tuan mario” Pak kiki menunduk dalam, ingin menandakan bahwa penjelasan kronologi kejadian hilangnya rio kepada alvin dan ify yang langsung datang ke istana haling begitu mendapat pesan singkat dari pak kiki, perihal keberadaan rio yang sedang kambuh. “kami minta maaf tuan, nona,  karena tidak bisa menjaga tuan mario dengan baik.” Lanjutnya masih penuh hormat.

Alvin tergagap sebentar,”emm, gausah minta maaf pak, kalian sudah bekerja dengan benar. Mungkin rio sedang ingin sendiri.” 

“iya tuan. Tapi kami juga sudah mengerahkan beberapa penjaga untuk mencari dan memastikan bahwa tuan mario baik-baik saja.”

“ah itu bagus sekali hehe” alvin menggaruk belakang kepalanya.



Cengiran alvin menyadarkan ify dari fikiran-fikiran buruknya. Ia tau apa yang harus ia lakukan. “dan kami juga akan membantu mencari rio kok pak.” Tanpa menunggu tanggapan pak kiki yang sudah membuka mulutnya, ify menarik tangan alvin cepat.”ayok vin..”

Alvin menuruti ify yang sudah mencekal tangannya kuat-kuat. Pasti gadis yang terburu di depannya ini sudah begitu khawatir.



**



Ina sedang melanjutkan membuat sweater merah muda yang dirajutnya khusus untuk shilla saat tahu-tahu ada yang mengetuk pelan pintu utama rumahnya. Dengan gerakan cepat, ina bangkit untuk membukakan pintu, tak mau membuat tamunya menunggu lebih lama.

“eh, nak rio ...”

rio mengangkat kepalanya yang menunduk, tersenyum lemah sekilas.”shilla nya ada tante?”

alih-alih menjawab tanya rio yang terdengar pelan, ina malah menajamkan pandangannya pada rio yang sore itu tak senyentrik biasanya , sore itu rambut rio lebih acak-acakan, bajunya kusut dan ... “astaga rio kamu pucet banget, ayo sini masuk dulu..”

rio menuruti ina yang dengan gerakan cepat menyingkirkan beberapa benang merah muda dan alat merajut lain dari sofa untuk dirinya duduk, tanpa mau menyangkal yang memang tak ada yang harus di sangkal. “ayo duduk sini..” rio duduk dengan manis dan masih tanpa suara.

ina dengan raut gelisah berkali-kali menempelkan tangannya ke dahi rio. Rio kembali hanya bisa tersenyum lemah.”aku gak apa-apa tante.”

Ina menghela nafas pelan, “sepucet dan sekalem ini bukan kamu banget rio.” 

Rio mengurungkan niatnya untuk membuka suara, ingin kembali menyakinkan ina bahwa ia baik-baik saja, ketika dengan gerakan penuh kasih ina mengelap keringat dingin yang mengucur deras di pelipisnya. Rio bisa merasakan hangatnya, hangat yang selama ini di nanti, di inginkan.

“ini shilla nya kebetulan lagi keluar. harusnya kalo kamu sakit itu istirahat di rumah aja. Nanti tante suruh dia jengukin kamu.”



**



“kak pricilla sering-sering kesini aja..” ozy berteriak semangat di sela-sela istirahat belajar mereka. Saat ini sekitar 9 anak 11 tahunan dan 2 orang dewasa tengah membentuk lingkaran kecil, sedang menikmati kue yang telah di siapkan oleh salah satu orang dewasa di sana.

“memang kenapa gitu? Memang nya kak gabriel gak mampu sendiri gitu maksudnya?” gabriel sebagai salah satu orang dewasa menanggapi argument ozy, pricilla yang sebagai topik pembicaraan hanya bisa tersenyum manis.

“ya gak gitu juga kak. Sensi banget sih kayak perawan, maksudnya Biar ada variasi gitu... “ ray angkat bicara.

“iya nih, apalagi variasi nya kak pricilla udah cantik, baik, sabar, pinter lagi.. kita kan jadi semangat belajarnya..” bastian berucap lucu, mau tak mau membuat tawa seketika membahana.

“bastian gombalin kakak nih.. kakak kan jadi malu bas..” pricilla berhasil membuat suasana menjadi lebih riuh. Sontak membuat gabriel nampak terkejut, ini benar-benar sisi lain pricilla yang belum pernah ia temui. Pricilla yang berani mengekspresikan dirinya, dan gabriel suka.

Gabriel tidak sadar tangan nya sudah bergerak mengusap puncak kepala pricilla, membuat si empunya kepala terdiam dengan pipi bersemu. Beberapa detik dunia terasa hanya milik mereka berdua, mereka berdua yang masih bertahan saling tatap dalam satu titik.

“cieeeee kak pricilla, cieee kak gabriel...” suara seketika kembali riuh, dan tawa ringan hingga membahana bersenandung. Dan terdengar indah tanpa beban. Benar-benar sore itu terasa sempurna, mungkin tidak untuk semuanya, tapi salah satu yang mengharapkannya. Ada harap bahwa hidupnya akan berlanjut sesuai keinginannya.



*** 





Shilla melompat-lompat kecil dengan bersenandung riang, melewati jalan setapak yang akan membawanya ke tempat dimana ada seseorang yang sangat ia rindukan. Shilla tersenyum sendiri, dia merasa dirinya sangat berlebihan dalam hal ini padahal baru 3 hari ia tak menemui sesorang itu , tapi kenapa sebegini rindunya.

Langkah shilla terhenti, dengan raut bingung ia tatapi 2 mobil yang terparkir rapi di hadapannya. Tempat yang niatnya ia kunjungi sudah tidak jauh lagi, sudah terjangkau dengan matanya.

dan ..... ada yang tau rasanya tangan teriris saat memotong sayuran. Ah, tidak tidak.. ini rasanya jauh-jauh lebih sakit. Di tempat yang akan di tujunya, seorang lelaki-orang yang akan di temuinya- tengah mengusap lembut puncak kepala seorang gadis yang langsung tersipu dengan perlakuan itu.

Tangan shilla reflek memegangi puncak kepalanya dramatis.”shilla kira Cuma shilla kak...” shilla menggeleng keras, ia usap kasar air mata yang sudah menetes tanpa di minta.”sadar shill sadar lo siapa?

Shilla membalik badan, berniat untuk pergi. Toh, kotak kue yang awalnya akan ia ambil sebagai alibi untuk bisa bertemu pemuda di ujung sana juga bisa di kembalikan salah satu anak didik pemuda itu. buat apa ia capek-capek ke tempat yang tak ada satu pun yan mengharapkannya.

“shilla..” shilla reflek membalik badan sangking terkejutnya. Dan segera menutup mulutnya yang sudah menganga melihat pemuda yang akan ia temui sudah berjarak 1 meter dari ia berdiri. “mau ngambil kotak kue ya? Kok gak jadi?”

“emm, eng..gak kok kak, aku Cuma gak sengaja lewat sini. Gak mau ngambil kotak kue.. iya.. hehe..” shilla tersenyum sakartis di ujung kalimat. 

Gabriel tak merespon, menghela nafas. Seperti tidak rela mengetahui fakta bahwa ada shilla di sini bukan untuknya. dengan beralibi mengambil kotak kue untuk bertemu dirinya, seperti yang biasa gadis itu lakukan. Kenapa tidak seperti itu lagi.

“iel, aku udah kelar nih pamitannya.” Pricilla menyembul dari balik mobil gabriel, belum menyadari kahadiran sosok lain yang ada di sana.

“duluan kak..” shilla berlari begitu saja, tak menghiraukan pricilla yang memasang wajah bingung baru menyadari kehadirannya. Meninggalkan gabriel dengan kebimbangan.



***



“shilla beruntung banget ya tan, punya bunda sebaik tante..”

Ina tersenyum lembut, membawa tangan kiri rio kedalam genggaman kedua tangannya. Memberi keyakinan kukuh yang harus di tanamkan ke pemuda di hadapannya ini ”tidak ada bunda yang tidak baik rio...”

Rio diam sebentar, tersenyum lemah, lalu menghela nafas panjang sebelum memulai kalimat yang akan di lontarkan. “rio anak tunggal di keluarga haling, banyak yang bilang rio yang nanti akhirnya mendapat sebuah tanggung jawab besar. Dan mereka anggap rio orang yang beruntung dengan itu....”

“dan tanpa ada yang minta, tanpa ada yang memberi semangat, selama ini rio sudah berusaha keras untuk mempersiapkannya, untuk manjadi satu-satunya kandidat terbaik .”

“dan rio ngelakuin semuanya sendiri, tanpa ada mama yang meluk rio kalo rio lagi capek, tanpa ada papa yang ngasih pujian kalo rio berhasil.”

“mama sama papa masih hidup, tapi kayak udah mati..”

Mata rio memerah, bersamaan dengan dadanya yang semakin sesak. Dan tidak lama, anak sungai di pipinya mengalir deras, membuat ina yang melihatnya sedikit takjub di buatnya, tak menyangka mario yang di kenal bak pangeran dengan kebahagian sempurna ternyata memiliki sisi yang sangat rapuh.

“rio selalu melewati perayaan ulang tahun super mewah, tapi tanpa mereka. Siapa bilang rio seneng sama pesta mewah itu? Rio gak pengen itu , rio lebih memilih pesta ulang tahun rio gak mewah tapi ada mama sama papa di samping rio, ngasih ucapan ke rio, jadi orang-orang pertama yang rio suapin kue. ” Rio mengangkat salah satu ujung bibirnya.

”tapi.. rio juga gak peduli.” Percayalah, suara rio bergetar hebat ketika mengucapkan kalimat itu, kalimat itu seperti menentang habis hatinya, kalimat nya itu yang nyatanya membuatnya terpuruk selama ini. kata peduli, tentang kepedulian mereka terhadapnya. kepedulian yang di ragukan keberadaannya.

“rio kangen mereka tante, pengen ketemu, pengen di peluk mama, pengen main PS sama papa, pengen jadi anak normal yang di sayang orang tua nya.”

“waktu ketemu sama mereka bisa di itung sama jari, rio juga udah lupa rasa masakan mama, yang rio inget Cuma teguran papa dari telpon kalo rio mulai nakal di sekolah. Kalo rio gak ngerjain tugasnya dengan baik, kalo rio..”

Rio menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, tangisnya meledak. Namun dadanya tak sesesak biasanya. Tangis ini tak seperti tangis biasanya, tangis tertahan yang tak menghasilkan suara sedikitpun. Tangisnya ini tangis meledak yang tanpa perlu di sembunyikan. Tanpa perlu susah payah di tutupi.

Ina merengkuh tubuh tegap rio, cepat. Menenggelamkan tubuh tersebut kedalam pelukan yang mungkin jika boleh ina menyimpulkan pemuda itu rindukan. Pelukan seorang ibu yang lembut namun penuh kekuatan, penuh kehangatan dan... penuh kasih sayang.

***



“enak banget ya eskrimnya, nyampe serius banget gitu makannya...”

“apa??” shilla mendongak, menghentikan misi menghabiskan-eskrim-dalam-waktu-sekejap yang hampir saja tercapai. kini keduanya sedang berada di kedai eskrim sederhana di pinggiran taman kota.

Alih-alih menjawab tanya shilla yang penuh keterkejutan itu, gabriel malah sudah sibuk dengan kegiatan mengambil beberapa tissue yang di sediakan di meja bundar milik kedai eskrim tersebut, lalu secara lembut ia bersihkan sisa eskrim di sekitar bibir shilla.”mau cerita ke kakak??”

Belum lepas keterpanaan dari perlakuan manis gabriel yang dengan lembut membersihkan sisa eskrim di sekitar bibir nya. Lagi lagi shilla di buat terpana dengan pemuda yang mengajukan tanya dengan senyuman luara biasa manis di hadapannya.

“emm, tentang pura-pura gak jadi ngambil kotak kue, lari tiba-tiba dan kakak harus susah payah mengejarnya.”gabriel terkikik sebentar, lalu dengan tatapan yang lebih lembut namun penuh ketegasan menatap satu titik yang sama dengan gadis di hadapannya.”dan makan eskrim dengan gaya kesetanan. Ada yang perlu di jelaskan?”

Shilla bungkam, merasa terlalu cepat di tebak oleh gabriel tentang tingkah-tingkah anehnya dan ia juga tidak yakin untuk mengutarakan alasan sebenarnya.

Gabriel mengacak rambut shilla yang tak kunjung membuka suara. senyum sekilas, lalu menurunkan tangan kokohnya. “kakak bisa jadi pendengar yang baik.”

“yakin?” gabriel mengangguk semangat dengan cengiran menjawab tanya singkat dari shilla.”kakak janji dulu jangan ngomong sedikit pun sebelum shilla selesai ngomong.”

“oke janji...”

“janji kelingking.” Kelingking kedua nya sudah terkait, membentuk janji kecil di antara keduanya.



***



“lo yakin vin? Gak da tempat lain yang kalian tuju selain club kalo si rio lagi ada masalah.”

“iya fy, gue yakin.” Alvin memasukkan persneling dan menginjak gas saat mobil di depannya bergerak maju.

“ke mall gitu atau kemana gitu? Coba di inget-inget lagi deh!!”

Alvin melirik ify,”lo yakin fy nanyain pertanyaan kayak gitu, mungkin gitu tampang-tampang kayak rio pergi ke mall? Gue gakbisa bayangin, dia shopping super banyak kayak lo kalo lagi buang stress.”

“iya juga sih, gak mungkin,” ujar ify, kali ini lebih pasrah.”terus kemana dong rionya?”

“ya karena kita berdua gak tau, makanya kita nyari fy..”

Dahi ify mulai berkedut, merasa perkataan alvin barusan sama sekali tidak membantu mengurangi kekhawatirannya pada pemuda yang 8 jam lalu tidak di ketahui kabarnya.”gue khawatir vin, khawatir banget! lo tau kan? Dia gak bisa apa-apa kalo lagi kambuh gitu. Terus kalo sekarang dia lagi kambuh parah-parahnya lupa bawa obat, terus gakda yang nolong gimana??”

Alvin melirik ify lagi, lalu menghela nafas ketika melihat gadis di sampingnya sudah hampir menangis sangking khawatirnya.”iya, kita juga kan lagi usaha fy. lo jangan nangis dong,,,”

Untuk pertama kalinya ify melirik alvin yang sedang serius mengendarai mobil yang ia tumpangi.”gue belum nangis kok?”

“belum kan? Berarti bakal nangis kan dalam jangka pendek maupun panjang.”

“iya, tapi...”

“Yaudah yaudah, lo coba hubungi aja terus tuh HP nya rio, Siapa tau kan tiba-tiba aktif. Gue nya juga sambil nginget-nginget tempat-tempat yang biasa di kunjungi rio. Oke cantik. Deal ya?”

Ify menghela nafas panjang, lalu mengangguk pelan. Menyetujui usulan alvin yang di anggap mungkin bisa berhasil.



***



Dengan senandung kecil, dengan senyum yang lebar, shillla membuka pintu rumahnya dengan bersemangat. “IBU. SHILLA PULANG!!!!..”

“SSSTTTT..”

Shilla reflek langsung menutup mulutnya, “ada apasih bun?”ucapnya kali ini berbisik pada ina yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. 

Ina tak menjawab tanya putri tunggalnya, hanya menggerakan dagunya ke arah sofa ruang tamu. 

Shilla mengikuti arah tunjuk dagu ina.”lha? ini orang gila kenapa bisa tidur di sini bun?”

Ina yang kali reflek, menempelkan jari telunjuk ke mulut nya. “shilla, udah di bilangin jangan teriak-teriak kok ngeyel.”

Shilla menutup mulutnya sekali lagi.”iya sorry sorry, shilla kan reflek. “ shilla mengambil 1 apel merah di meja makan, mengigitnya sekali. Dan kembali mengajukan tanya dengan volume yang sudah di kecilkan.”jadi gimana penjelasannya bun?”

“ hai shilla..”

Untuk beberapa saat shilla hanya bisa diam dengan mata tak berkedip sedikit pun. Menatap pemuda yang baru saja memutar tubuhnya untuk berbalik badan. Sedang ina, hanya tertawa kecil melihat tingkah pemuda yang nampak lebih baik dari keadaannya beberapa jam yang lalu.

Rio masih menatap shilla, dengan senyuman manis di bibirnyaa. Sedangkan shilla masih mempertahankan ekspresi melongo andalannya. “darimana aja?” rio menurunkan kedua tangannya dari pundak shilla yang masih belum bergeming, melirik jam dinding sekilas, sebelum mendudukan dirinya ke kursi meja makan.”kok jam segini baru pulang?”

Shilla melirik rio sebentar, lalu menoleh ke ina. “udah kayak setan ya bun dia, tadi masih tidur terus tiba-tiba udah ada di sini.”

Ina menghentikan aktivitasnya, melotot ke arah shilla sekilas. “ shilla. kok gitu ngomongnya! Yang sopan dong.”

Rio terkekeh sebentar. Melihat ekspresi melongo shilla yang kian merana. “iyatuh bun, marahin aja, kebiasaan tuh dia gak sopan gitu sama rio.”

Shilla hanya bisa diam, merasa ada yang ganjil dengan kalimat yang rio lontarkan. Masih berpikir keras, dengan gerakan pelan Shilla mendudukkan dirinya, alisnya bertaut menatapi rio lama. dan yaa... dia tau letak keganjilannya.”bun? bunda maksud lo?” 

Rio melirik shilla sebentar, mengangguk pelan sambil meneguk segelas air putih yang baru saja di tuangkan oleh ina untuknya.

shilla menatap sebal bundanya. Sebelum mengajukan protesnya lagi pada satu-satunya laki-laki di rumahnya saat itu. ”sejak kapan lo di angkat anak sama bunda gue?”

“emm, bukan di angkat anak sih lebih tepatnya, tapi karena bunda calon mertua gue jadi nya gue mau biasain diri aja.”

Shilla melongo. “ha? Calon mertua? PD banget lo?”

“iya dong, PD. bunda aja fine fine aja, ngapa lo yang repot?.”

“ya iya lah repot. Kalo bunda calon mertua nya berarti gue dong calon pengantin wanita nya.”

“ itu tau..” rio mengacak rambut shilla penuh bersemangat.” Tumben pinter..”

Shilla menapis tangan rio, yang tanpa perasaan mengacak rambutnya.”apa-apaan sih ini?”

“udah-udah, makan dulu yuuukkk.” Ina yang sedari tadi hanya tersenyum mendengar pertengkaran kecil 2 remaja di hadapanya akhirnya membuka suara, mencoba menengahi.

“tapi bun...” belum shilla menyelesaikan ucapannya, harus ia urungkan ketika piring putih tiba-tiba memenuhi pandangannya.

Shilla menoleh ke kiri, ke satu-satunya objek yang melakukan hal tidak wajar itu. rio sudah memasang senyuman termanis ketika shilla melihat kearahnya”calon istriku yang baik ambilin dong.”

Shilla bergidik ngeri, kata ‘istri’ yang di ucapkan rio menggelitik indera pendengarannya. Membuatnya tidak tahan. Membuatnya ingin muntah, membuatnya ingin berteriak. ”tidaaaakkkkkkkkkkkkkk!!!!” dan itu hanya bisa di lakukan tentu hanya dalam hati.

Puas menatap tajam penuh murka pada rio, shilla memalingkan pandangan penuh harapnya pada ina yang sudah siap menyantap 1 porsi makan malamnya. Bila tatapan bisa berbicara, kurang lebih begini arti tatapan shilla pada ina. “Please bun tolong shilla, ini cobaan terberat bun, ini siksaan, tolong anakmu yang malang ini.”

Ina membalas tatapan shilla, tersenyum sekilas. “ shilla ..... ayo tolongin kak rio.”

Shilla mendengus. “BUNDA TEGA!!!!” teriaknya dalam hati, hanya dalam hati.



***


Alvin sudah benar-benar kehabisan ide, dimana saja tempat yang biasa ia dan rio kunjungi. Dan karena rio masih saja belum di temukan akhirnya  atas permintaan ify mereka terus mencari namun kali benar-benar tanpa tujuan, hanya berusaha mencari acak dan berharap berpapasan atau tidak sengaja melihat mobil rio terparkir di suatu tempat.

Alvin memelankan laju mobilnya, lalu benar-benar menghentikannya ketika apa yang di lihatnya tidak salah.”kayaknya satu-satunya orang yang punya mobil itu Cuma pangeran kita deh fy..”

Ify langsung mendongak, ikut melihat apa yang di lihat alvin. Dan ya.. Cuma rio yang punya mobil aston martin one-77 seindonesia. Atau meskipun ada orang indonesia lain yang punya, pasti itu masih sangat langka, dan kesimpulannya kemungkinan itu mobil rio SANGAT besar.

Ify tanpa berkata apa-apa, keluar dari mobil dengan senyum yang sulit di artikan, antara senang, terharu dan takut. Entah takut karena apa, tapi memang benar itu yang dia rasakan.

Alvin mengikuti ify yang berlari menghampiri mobil aston silver itu dengan langkah pelan. “ada orang di dalamnya fy?” tanya alvin begitu dia sudah berada di samping ify, yang masih melongok kedalam mobil.

Ify tidak menjawab, masih terus mencoba mengintip ke dalam mobil berharap yang di lihat nya salah, “gak ada siapa-siapa di dalam mobil”.

“fy, udah. di dalem gak ada siapa-siapa..” alvin menegakan tubuh ify yang belum berhenti menunduk-nunduk untuk melihat ke dalam mobil.

Ify menunduk, terisak.”terus rio kemana vin?”

Dan kalo sudah begini, alvin bakal kelimpungan mesti ngapain? Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari-cari rio yang mungkin saja berada di sekitar situ. “fy udah ya jangan nangis, kamu lihat deh di situ ada gang, dan itu satu-satunya gang yang ada di sekitar sini, kita coba cari kesana yaa, kalo bener ini mobil rio, ada kemungkinan kan rio ada di sekitar gang itu.”

Ify mengusap air matanya, sekali. Masih diam melihat ke arah gang yang baru saja di tunjukkan alvin padanya.


“udah.. ayuuk.. lets go...” 


**


“bun, itu sayapnya masih satu lagi buat aku yaa...” 

“boleh..”

“yeay..” shilla dengan sumringah mengambil satu-satunya potongan sayap yang tersisa di meja makan. Lalu menyantapnya dengan semangat semur ayam masakan bunda.

“kenapa harus bagian sayap, kenapa gak bagian paha, dada atau bagian lain, yang lebih banyak dagingnya.” Rio nyeletuk , memandangi heran shilla yang makan tanpa aturan.

Shilla melirik rio sekilas, lalu tanpa menjawab apa-apa kembali melanjutkan makan malamnya.

“shilla suka banget makanin bagian sayapnya io..” ina menjawab tanya rio, seperti sudah tau niatan shilla yang tak ingin menjawab tanya rio.

Rio memperhatikan ina sekilas, lalu kembali menoleh ke shilla,”kenapa?”

“banyak tanya banget sih lo eh kak..”

“bilang aja kamu gak punya alasan, kamu gak perlu nyolot... dasar gak punya landasan, hidup macam apa gak ada landasannya?”

“rrrrRR... berisik tau gak..”

“ya jelasin, kalo gak mau gue berisik..”

“aku udah bun, tiba-tiba kenyang..” shilla membanting pelan sendok makan yang tadi ia gunakan. Lalu dengan cemberut meninggalkan meja makan.

Rio menatap ina masih dengan raut muka bertanya-tanya. Ina tersenyum sebentar sebelum akhirnya menjawab dengan berbisik, ”katanya dia pengen bisa terbang, makanya dia banyak-banyakin makan sayap. Imajinasinya shilla memang selalu aneh gitu io..”

Rio menghampiri shilla dengan kikikan kecil.” jadi... apa hubungannya makan banyak sayap sama bisa terbang..”

Shilla melongo, kok udah tau aja nih anak.” Bunda kok di kasih tau sih bun..aku kan..

“BRAAAKk..” seperti di aba-aba 2 wanita dan 1 laki-laki yang ada di ruangan itu serempak menoleh ke pintu utama yang baru saja di dobrak tanpa ampun. Di sana ada empat pria berbadan besar berpakaian serba hitam.

“maaf.. ada keperluan apa di rumah saya..” ina yang sama terkejutnya dengan anak gadis yang sekarang tengah erat memeluknya memberanikan diri untuk membuka suara.

“kami di sini di tugaskan untuk menjemput tuan mario..” salah satu dari segerombol pria itu menjawab dengan penuh ketegasan.

“kalian pergi sekarang, saya bukan anak kecil yang perlu di jemput kayak gini..” rio berbicara tanpa melihat lawan bicaranya, ia menunduk menahan amarah, merasa di permainkan dengan ulah para pengawalnya.

“maaf mario.. untuk kali kami tidak bisa menuruti kemauan tuan, karena ini juga demi kebaikan tuan.”

“SAYA BILANG PERGI..”

“maaf tuan, kami tidak bisa.” Pria yang sepertinya leader dalam segerombolan itu kemudian menoleh ketiga kawannya.”bantu tuan mario kembali ke mobil.”

“BERHENTI.. saya bisa pulang sendiri.”

Rio masih berontak saat tiga pengawal berbadan besar mulai memegangi tangannya. “LEPASKAN. ATAU .. kalian saya pecat saat ini juga..”

“ tapi maaf tuan, kalo tuan tidak pulang sekarang, terpaksa hal ini akan di laporkan pada taun dan nyonya besar.” Dan diam, itu argumen mati. Tidak bisa di bantah. Tidak di harapkan adanya pelanggaran.

Rio pergi. Begitu saja. Tanpa ucapan-ucapan selamat tinggal atau berpamitan pada ina dan shilla. Harus mengubur dalam ejek-ejekan jahil yang sudah ia siapkan untuk shilla. mengubur kebahagiaannya. Yang tidak tentu, tidak konkrit.

Shilla menelan ludah, tidak menyangka melihat adegan sinetron langsung di depan matanya. “kelakuan orang kaya suka aneh-aneh ya bun..”

Ina tersenyum sebentar. Dan selanjutnya, ia kembali termenung menatap pintu utama yang baru saja di lewati pemuda tampan dengan para pengawalnya. Mengingat, menghapal, dan menyimpan kuat-kuat raut wajah takut dari pemuda yang tadi sore menangis di pangkuannya begitu salah satau pengawal, balik mengancamnya ” maaf tuan, kalo tuan tidak pulang sekarang, terpaksa hal ini akan di laporkan pada taun dan nyonya besar

***

“fy..”

“hmm..”

“apa gak lebih baik kita biarin rio pulang sendiri aja... emmm.. tanpa nyuruh pengawal rumah rio jemput..”

Ify menoleh ke kanan, melihat lawan bicaranya yang juga sedang melihatnya “memang kenapa vin..”

“Ya bukannya kita cukup tau dia baik-baik aja. Dan kita udah tau.. terus buat apa di jemput sama pengawal segala, kalo pun butuh di jemput kenapa gak kita aja?, atau dia di suruh balik sendiri.”

“aku cuma takut dia sebenernya gak lagi baik-baik aja.”

“tapi.. dia tadi keliatan ... seneng..”

“CUKUP vin. Lagian kalo mau protes udah telat. Kali tu para pengawal juga udah nyampe sana.”

“lo udah..

“IYA. Please gakusah bahas ini lagi.”

Dan.. hening. Alvin benar-benar tak lagi membuka suara. ia tidak ingin memperburuk suasana, yang harusnya ia tau betul alasannya karena apa. 

Sedang ify, ia semakin betah melihat keluar jendela. Masih belum bisa menghapus memori beberapa menit lalu. Saat ia akhirnya mengikuti langkah alvin menyusuri gang kecil, menemukan sesorang yang dicari di satu rumah sederhana yang tirai jendela kacanya di biarkan terbuka, mendekati jendela tersebut dengan perlahan, berharap bunyi heels ghost nya tidak mengusik siapapun, lalu mendekatkan telinga ke jendela kaca.


”sejak kapan lo di angkat anak sama bunda gue?”

“emm, bukan di angkat anak sih lebih tepatnya, tapi karena bunda calon mertua gue jadi nya gue mau biasain diri aja.”

Tik.. satu air mata menetes dari matanya. Rio bukan orang yang suka bercanda. Dan itu artinya... haha ify you was die.


to be continued....



oke. akhirnya saya post juga. dan semoga berkenan di hati para pembaca.
ya saya minta maaf atas keterlambatan posting nya. dan terimkasih untuk request2 kalian untuk terus melanjutkan cerita ini. itu semangat tersendiri untuk saya, terimakasih sekali lagi. love you :3 Happy reading!!