Jumat, 18 April 2014

Kamu Untuk Aku : Part 24

Dan.. yang sebenarnya, akan baru dimulai
Saat tidak hanya diri sendiri menjadi alasan
Ada orang lain yang dengan sengaja menjadikan diri alasan

Pagi ini cerah, tapi sepertinya tidak dengan perasaan Shilla. Ia terlihat gelisah dengan berulang kali melirik jam tangan merah muda yang selalu ia pakai kemana-mana. Sudah hampir jam 7. Dan si pemuda yang sudah 1 minggu ini selalu muncul di depan pintu rumahnya, menampilkan senyum menyebalkan setiap ia membuka pintunya. Lalu akan mengantarnya tidak hanya sampai gerbang atau halaman parkir sekolahnya, tapi akan mengantarnya hingga ia duduk manis di bangku kelasnya. Astaga! Kamu Kemana Rio?

“Shilla... belum berangkat?”

Meski sedikit terkejut dengan kehadiran bundanya, Shilla menggeleng, akan membuka mulutnya tapi diurungkan. Tiba-tiba ragu untuk berkata “kak Rio belum jemput” karena pada kenyataannya tidak ada peraturan yang mewajibkan Rio untuk menjemputnya?

Seperti mengerti apa yang dipikirkan putrinya, Ina mendekati Shilla. “ Mungkin kak Rio lagi sibuk shill. Jadi gak sempet jemput kamu. Berangkat sanaa. Nanti telat.”

Shilla hanya mengangguk, mencium tangan ibunya lalu memilih mengikuti dan mencoba mempercayai yang dikatakan ibunya. Ia akan menunggu bus di halte yang berada di ujung gang rumahnya.

***

Gabriel menyipitkan matanya, lalu setelahnya membelalakkan mata. Dari sekian banyak kebetulan kenapa harus kebetulan yang seperti ini yang ia alami.

Entah sejak kapan, pegangan tangannya pada stir mobil menguat. Dia pun merasa tetes demi tetes keringat mulai melewati pelipisnya. Setelah semuanya terjadi apa yang sebaiknya dia lakukan untuk menghadapi kejadian yang seperti ini.

Gabriel tau, semakin lama ia berfikir semakin mempersempit jarak dengan sesorang yang ia lihat sedang berjalan kaki membelakanginya. Oh ayolah gab, apa yang kamu pusingkan? Kamu bukan lagi anak kecil.

Ciiitt. Gabriel menginjak rem mobilnya, membuat mobil teRios silver itu berhenti agak mendadak. Tepat disamping si pejalan kaki itu.

Setelah jendela kaca mobilnya terbuka, ia bisa melihat ekspresi terkejut yang diam-diam ia rindukan. Gabriel mengembangkan senyum, “Selamat pagi.. “ begitu sapanya.

Seseorang itu melongok bingung. Lalu terlihat menelan ludah satu kali.

Membuat Gabriel kembali tersenyum, kali ini karena geli melihat tingkah orang itu. “Mau sekolah kan? Bareng kakak yuuk. .”

“ha?”

“ayuukk. Entar keburu telat lho..”

“ eh..” dengan gelisah orang itu melirik jam tangan merah muda yang dikenakan.

Gabriel tersenyum sendiri, menggelengkan kepala. Ia keluar dari mobil, menghampiri gadis berkuncir 2 yang masih berdiri di samping mobilnya. Ia bukakan pintu penumpang, mendorong pelan gadis itu. “ Jangan kelamaan mikirnya shill.. atau kamu bakal bener-bener telat.”

Shilla mengangguk sekali. mengikuti perintah Gabriel. Dan kini dia sudah duduk di bangku penumpang.


*


“kakak.. apa kabar?”

Dengan satu kalimat itu, Gabriel menegang. Suara itu masih sama, masih terdengar lembut, membuatnya tenang.

Tidak mendapati jawaban, Shilla menggigiti bawah bibirnya. Kembali merasa canggung. Ia berdehem sekali, akan kembali mencoba. “Darimana kak? kok ada disekitar sini?”

Gabriel mengembangkan senyum, mengulurkan tangannya untuk mengusap gemas puncak kepala Shilla. “ masih bawel ajaa..”

Shilla merengut, meski setelahnya ia ikut tersenyum. senyum yang tak berkurang keindahannya sedikit pun.

Dan.. Gabriel melihatnya, senyum yang begitu tulus dan pipi bersemu yang selalu menyertai setiap kali senyum itu muncul. Gabriel menghela nafas, dia tau, dia sudah kalah dengan cintanya.

***


Suara ruangan itu begitu hening, hanya terdengar suara desahan nafas yang semakin berat si pemilik ruangan. suasana hati pemilik ruangan itu sedang sangat buruk, ini hari keduanya di kurung di kamarnya sendiri. Baru hari kedua tapi rasanya sudah sangat lama.

Ia tendang kursi putih yang selama ini ia gunakan ketika belajar, lalu seperti belum cukup emosinya tersalurkan guci besar di salah satu sudut kamarnya menjadi sasaran. Ia tendang guci itu hingga hancur, seperti dirinya. IYA. Dia memang sedang hancur berkeping-keping.

“MaRio! Apa yang terjadi? Apa yang kamu lakukan? Buka pintunya nak!!”

Rio mendengus, dia bersyukur mengunci pintunya dari dalam. Biar sekalian puas orang yang sudah mengurungnya. Lalu tanpa menghiraukan teriakkan khawatir itu, Rio beringsut ke bed kingsize miliknya. Dengan posisi tengkurap ia menutupi kepalanya dengan bantal, sebagai bentuk usaha agar tak mendengar teriakkan apapun dari siapapun. Ia memilih untuk kembali tidur.

**

“... ini tetap saja keterlaluan Zeth, pikirkan lagi hukumanmu untuk Rio, lagipula kamu belum mendengar penjelasan darinya.”

Zeth tak bergeming. Setelah cukup lama diam, ia menoleh, menatap Manda –istrinya-. “ untuk apa? jika saya sudah tau kebenarannya? Lagipula belum tentu dia menjelaskan kebenaran.”

Manda menghela nafas berat, dia nekat memprotes suaminya yang selama ini ia turuti kemauannya. Kekhawatirannya memuncak begitu mendengar kegaduhan dari kamar Rio pagi tadi. Ditambah pintu kamar anaknya itu kini tak bisa dibuka dari luar.

Setelah beberapa menit hanya diam, Manda memandangi Zeth penuh permohonan. “ Untuk mengetahui alasan dia melakukan sesuatu yang bisa kamu ketahui itu Zeth. Alasan yang dari dirinya, yang ada dihatinya? Apa kamu tidak ingin tau? Apa kamu juga bisa tau dengan sendirinya. “

Manda diam sebentar. Memejamkan mata, dan airmatanya luruh. “ jika iya. Beritahu aku. Aku juga ingin tau apa sebenarnya diinginkan anakku. Karena aku tidak tau.. dan aku sangat ingin tau.“

Zeth menatap istrinya dengan bersungguh-sungguh. Ia mengalihkan pandangan, tidak ingin luluh dengan airmata itu. karena keyakInan yang ia lakukan adalah yang sebaiknya. “ Sudah jelas dia hanya bermain-main. sudahlah Manda, keputusan saya sudah bulat. Tidak ada yang bisa merubahnya hingga dia mengakui kesalahannya.”

Zeth lalu pergi. Karena dia tidak yakin keyakInan itu akan bertahan lebih lama lagi. Dia mengaku, dia menghindar.


***


“.. jadi apa yang sebenernya terjadi? Kok bisa lo ke sekolah dianter kak Gabriel? Kemana kak Rio lo? dan kenapa lo keliatan mikir mulu dari tadi? Kenapa?”

“huh..” Shilla mendengus dan menekan kepalanya dibawah lengan. “Gue juga gak tau ag?”

Agni berfikir sejenak.” Kok bisa? Gak tau gimana? ”

Shilla mengangkat kepalanya, meniup frustasi poninya sekali. “kok tiba-tiba gue kangen Cakka ya.” Shilla langsung berdiri. “ Nyamperin Cakka yuk ag.. “ ajaknya.

Agni memicingkan mata. Ia mencekal tangan Shilla. “ Kali ini lo gak bisa kabur. Lo harus cerita. Atau persahabatan kita cukup nyampe disini. Buruan cerita!” Agni menghentakan tangan Shilla, melipat kedua tangannya di depan dada sambil merengut hebat.

Huh. Shilla ikutan merengut. Jika Agni sudah mengancam dengan membawa-bawa  persahabatan seperti ini, Shilla memilih mengalah. Ia duduk lagi di tempatnya.

Shilla menceritakan kejadian yang di mulai siang kemarin ketika dia sedang belajar bersama Rio di cafe depan sekolah, lalu para bodyguard Rio yang tiba-tiba datang dan memaksa Rio untuk pulang, dan setelahnya Rio hilang kabar sampai pagi tadi. Bahkan pemuda itu juga tidak datang menjemputnya seperti biasa, jadi akhirnya dirinya memutuskan untuk berangkat dengan bus, dan ketika dalam perjalanan menuju halte bus, entah darimana datangnya Gabriel datang bak malaikat yang menawarkan diri untuk mengantarnya.

“.. oh gitu ceritanya..” Shilla dan Agni terjingkat. Mereka yakin suara cempreng nan centil yang menyerobot di sela percakapan itu bukan berasal dari salah satu mereka.

“ eh busyet Dea! Nguping ye lo! “

“ ih apaan sih Agni.. su’uzon deh! Gue gak sengaja denger kali.. makanya kalo curhat kalo gak mau di denger orang lain di sono noh di WC berduaan.”

Shilla yang emosinya sedang tidak stabil, berdiri, menggebrak meja. “udah deh de, itumah akal-akalan lo aja. Bilang aja lo nguping buat lo sebar ke seluruh penjuru dunia. Dasar biang gossip lo..”

Dea melengos jahat.” Elah, shill, korban di campakkan aja belagu lo.”

Shilla nampak berfikir sebentar.”Maksud lo?” tanyanya tak mengerti.

Dea tertawa sinis. Melipat tangan di depan dada. “ Pura-pura gak ngerti lagi lo?”

Shilla tidak menyahut. Perdebatan Ini hampir tidak penting. Meski diam-diam dia penasaran dengan apa yang sebenarnya dimaksud Dea.

Dea melengos. “ Gak ngerti juga lo? jadi begini ya tuan putri aShilla, lo kan yang bilang sendiri si maRio lo itu hilang kabar setelah di jemput para bodyguardnya. Well, itu udah jelaslah, itu suruhan keluarganya yang nganggep lo orang kumuh bin miskin gak akan pernah Pantes bersanding dengan pengaran mereka...”

“Eh ati-ati tuh mulut ya kalo bacot!!” Agni sudah menghantam Dea dengan pukulannya, jika Shilla tak menariknya untuk mundur.

“ Gue ngomong kenyataan kaliii.. cocokkan juga gue kali ya, meski gak sekaya Rio, seenggaknya gue gak miskin kayak lo”

Shilla tidak tahan, ia maju selangkah.

PLAK! Dea langsung diam, mengelus pipinya yang di tampar dengan begitu keras. “ Kurang ajar lo..” teriak Dea emosi.

Dea mendorong tubuh Shilla, hingga Shilla terjengkang jatuh.

Shilla tau sekujur punggungnya terasa sakit karena menabrak meja saat Dea mendorongnya. Tapi semua rasa sakit itu belum ada apa-apanya dibanding sakit di hatinya. Karena diam-diam dia memikirkan perkataan Dea, dan sangat sakit membayangkan jika apa yang dikatakan Dea adalah benar. Dia menangis. Dan dia sadar cintanya untuk Rio sudah begitu dalam.

Dan perkelahian itu berlanjut. Antara Dea dan Agni.


***


“... kok bisa sih ag?” Cakka mondar-mandir di depan Agni yang sedang duduk sambil melihat lebam dipipinya melalui cermin kecil yang selalu ia bawa.

“ Ya bisa.” Jawab Agni tak acuh.

“ Lo kapan tobat sih?”

“ Tauk! Gak bisa tobat kali.”

“ Ag!” Cakka merampas cermin yang dipegangi Agni, membuat Agni langsung menlihat kearahnya.” Serius dulu dong. Lo gak bisa gini terus.”

Agni mendesah, menyandarkan tubuhnya di bangku taman sekolahnya. Begitu keluar dari ruang BK, Cakka langsung menyeretnya hingga ke tempat ini. “ Ya terus gue mesti gimana?”

Cakka mendengus. “ Ya gimana kek? di rubah jadi lebih baik gitu?”

Agni berdecak.” Apanya yang dirubah jadi lebih baik? Teknik berkelahinya gue?”

“Ag!” tegur Cakka.

Agni malah tertawa.

Membuat Cakka semakin kesal.“Terserah deh ag! Lo emang gak bisa ya di omongin! Sekarang terserah lo mau jadi preman kek! Mau jadi brandalan kek! TERSERAH!”

Tiba-tiba tubuh Agni menegang. Terserah? “ Yaudah, berarti masalah beres kan?” sahutnya datar.

“IYA beres! Kalo lo gak bawa-bawa Shilla!”

Agni tau, hatinya mulai mendeteksi akan adanya pesakitan.

“ Lo tau sendiri kan ag? Shilla gak pernah bikin masalah nyampe dihukum begini? Dan sekarang lo malah bikin Shilla di skor bareng lo! Kasihan Shilla ag! Gimana kalo dia dimarahin bundanya?”

Air mata Agni sudah siap tumpah, karena sakit dihatinya ini tidak ada tandingannya.

“Iya. gue Cuma bisa bikin onar, bikin sahabatnya di hukum. Gue.. bukan siapa-siapa.”

Ada yang tidak beres. Memang Agni mengatakannya dengan menunduk, Tapi Cakka bisa tau suara Agni bergetar, tubuh mungilnya berguncang. Agni menangis. Kenapa?

“Ag?” panggilnya lebih lembut.

Agni menepis tangan Cakka yang akan menarik tangannya. Dia mendongak, menatap tajam mata Cakka, dengan matanya yang penuh dengan air mata. “ jadi Cukup kka! Lo juga bukan siapa-siapa untuk repot-repot ngurusin hidup gue!”

Agni pergi, meninggalkan sejuta tanya. Membawa bersayat-sayat luka dihatinya.


***


Shilla sudah siap menyegat Agni yang berlari kearahnya, sebelum tau bahwa Agni sedang berlari sambil menangis. Shilla mematung, tiba-tiba kaku untuk berteriak menyebut nama Agni untuk membuatnya berhenti. Ia biarkan Agni melewatinya begitu saja.

Setelahnya, “.. Ag, berhenti ag..” teriak Cakka, terlihat panik mengikuti Agni.

Dan Shilla baru sadar, ada yang sedang tidak beres. Dia memutuskan untuk mengikuti dua orang sahabatnya itu berlari.

Shilla bisa menangkap kejadian demi kejadian, saat Cakka menghampiri Agni yang sudah masuk ke mobil yang menjemputnya. Lalu tak berapa lama, mobil Agni pergi.


*


Cakka mengusap rambutnya, terlihat prustasi. Hampir 10 tahun Cakka berteman dengan Agni. Dan percayalah, ini pertama kalinya dia melihat Agni menangis. Dan itu membuat hatinya tak tenang, ia tidak suka.

“Cakk..”

Cakka mendongak cepat, lalu mematung untuk beberapa saat. “Shil-la...”

Shilla menarik tangan Cakka.” Cerita di basecamp deh. “ ajaknya, Shilla hanya tidak ingin kejadian pagi tadi terulang. Dia hanya sedang belajar dari pengalaman.

*

“.. Lo keterlaluan cakk, lo tau apa? gak harusnya lo bilang gitu ke Agni sebelum tau ceritanya!”

Cakka menghela nafas, dia sudah tau, Shilla pasti akan ikut memarahinya, menyalahkannya. Apa ini memang sepenuhnya salahnya? Lagipula sampai sekarang dia juga tidak tahu kenapa Agni bisa semarah itu... hingga menangis. “ Gue cuma mau Agni jadi lebih baik aja. Gue gak ada maksud lain/ “

Shilla menajamkan matanya, masih tidak terima dengan alasan Cakka. Emosinya langsung meledak begitu Cakka menyelesaikan ceritanya. “ Ya tapi gak gitu cara nya cakk. Lo gak bisa nyalahin Agni. Ini sama sekali bukan salah Agni. Lo kekanak-kanakan tau gak cakk, lagian gue gak pernah kan nyuruh lo buat ngomong gitu ke Agni..”

“ Gue cuma peduli sama lo !”

“Ya iya. Memang lo gak peduli sama Agni? Peduli juga kan? Kita kan sahabatan udah lama, ya memang harus saling peduli.. ”

“ Iya. “ potong cakka. Mungkin sekarang waktunya, pikirnya.”  Gue memang peduli sama lo dan Agni. Tapi Gue cinta sama lo dan gue gak cinta sama Agni.”

Shilla ingin menyahut untuk meminta penjelasan, tapi lidahnya kelu. Hatinya mulai sakit karena terpaksa harus mengerti maksud dari semua ini. Persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak bisa selamanya akan jadi sahabat. Dulu Shilla berkoar-koar yakin akan mematahkan statmen itu, tapi ternyata salah satu pelakon persahabatan ini kalah. Cakka sudah terlanjur mencintainya.

“shil-la.. aku minta ma-af. Tapi aku bener-bener cinta kamu, udah dari dulu.”

Cakka maju beberapa langkah menghampiri Shilla, tangannya terulur bermaksud mengangkat wajah Shilla yang menunduk.

Shilla yang menyadarinya, langsung mundur. Ia memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, menatap langsung mata Cakka yang Shilla akui memiliki keteduhan yang menenangkan-tapi tidak untuk kali ini-. Entah kenapa, emosinya kembali meledak, perasaannya kali ini mungkin sama sakitnya dengan dikhianati sahabat sendiri.

Shilla mengangkat sebelah tangan dan melayangkan tamparan keras pada pipi kanan Cakka. “gue kecewa sama lo..”

Shilla langsung pergi dengan berlari. Ia tidak pernah menyangka semua ini benar-benar terjadi. Setelah kehilangan Rio, ia kehilangan Cakka. Ia tidak pernah mengharapkan semua ini, memimpikannya saja tidak.



 To Be Continued....



Selasa, 01 April 2014

Kamu Untuk Aku ( Part 23 )

Kadang IRI menjadi sesuatu yang setelah di pikir.. tidak wajar
Tapi entah.. itu benar-benar terjadi.

Ify meremas foto yang baru saja diberikan pesuruhnya untuknya. Memang dia sengaja menyewa beberapa paparazzi handal untuk menjalankan misi liciknya.

Tangannya mengepal. Wajahnya meemerah. Penuh amarah.

“ Gue memang gakbisa tinggal diem!”

Di lemparnya foto yang sudah berbentuk bola itu ke tempat sampah yang tidak jauh darinya.

Foto itu .. foto seseorang laki-laki dan seorang perempuan. Tengah berciuman. Di rumah pohon. Foto itu.. foto sialan/


***


Siang itu. Panas. Ya. Memang gak ada siang yang gak panas di jakarta. Maka dari itu, Shilla memilih untuk menyendiri di bawah salah satu pohon taman sekolahnya. Berharap akan banyak udara sepoi-sepoi yang menerpa dirinya.

Shilla mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah. Sebagai bentuk usaha untuk mengurangi rasa panas yang menyerangnya. Karena harapan memang hanya harapan. Udara sepoi apaan???

“ Panas ya nyet?”

Whoa! Shilla mendelik. Menatap sebal pemuda jangkung yang saat ini sudah menarik perhatian sebagian besar siswa siswi di sekolahnya. itu.. jelas saja terjadi. Mengingat dengan sangat percaya dirinya pemuda itu berada di sekolahnya dengan pakaian yang mencolok seperti ini.

Celana jeans hitam dengan kaos tosca dan rompi abu-abu sebagai atasannya. Keren sih. Apalagi jika kaca mata  yang di gantungkan di kerah kaos itu di gunakan. Mungkin akan tambah.... Eitss.. cukup shilla, apa yang sudah kamu fikirkan???

“ Ngapain lo kesini?” Tanya shilla galak. Mengedarkan pandangannya ke sekililingnya sekilas. Baru menyadari sudah banyak siswa-siswi sekolahnya yang sengaja menggerombol untuk –yang mungkin- menyaksikan... rio.

Shilla sedikit mengerucutkan bibir. Dia tidak suka pemuda ini banyak penggemarnya. “ mau tebar pesona lo? “ tanyanya lebih galak.

Pemuda itu mengangkat bahu, sok cuek. “ buat apa tebar pesona? Tanpa gue lakuin juga pesona mario stevano udah bertebaran di mana-mana.” Jawabnya datar.

Shilla menganga. “ Gitu?” tanyanya takjub, dramatis, marah.

Dengan polos, rio mengangguk. Tanpa menyadari apapun.

Shilla menghela nafas. Mungkin memang ada yang salah dari kamu shilla, sampai- sampai mencintai orang seperti ini. “ oke! sudah cukup bersombong dirinya. Sekarang .. waktunya untuk anda beranjak dari sini, silahkan.” Shilla mengembangkan senyum aneh. “ terimakasih atas pengertiannya.”

Rio berdecak kesal. Dengan cepat memakai kaca mata hitamnya. Shilla yang tak sengaja melihat langsung melongo. Astaga pemuda ini tampannya memang keterlaluan.

“kyaaaa.. ganteng banget!!!”

“ampuuun.. gantengnya pecah..”

“ oh my prince mario..”

Reflek, shilla melirik kesal ke arah siswi-siswi yang berteriak-teriak histeris karena ulah rio. Ehh.. shilla terjingkat, karena dengan tiba-tiba ada yang mengenggam pergelangan tangannya. Lalu  menariknya.

“apaan sih?” tanya ketus. Masih terbawa emosi karena ulah penggemar rio.

“ kalo gue pergi, lo juga harus ikut pergi.” Kata rio tegas, penuh perintah.

Shilla menunduk. Harus lagi? “bukannya udah janji gak ada perintah-tak-terbantah lagi?”

Rio menegang. Genggamannya di pergelangan tangan shilla, meregang. Hingga akhirnya genggaman itu lepas. Ia mematung. Berani beraninya ia genggam tangan itu. bahkan janji yang ia buat sendiri pun tak ia genggam. Berani-beraninya si pengobral janji seperti dia!

Shilla menggigit bawah bibirnya, merasa dia sudah keterlaluan. Berkata setajam itu. Bukankah Pemuda itu sudah cukup mencoba, dan bukankah sesuatu yang sangat sulit merubah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan. Lalu... dia? berani-beraninya dia yang bukan siapa-siapanya ini berkata demikian? Eh.. bukan siapa-siapa? apa memang bukan siapa-siapa?? lalu kenapa hatinya seperti tidak rela dengan “bukan siapa-siapa”.

Shilla mengamati rio lekat-lekat, semakin merasa bersalah. ketika mengetahui rio masih mematung di sampingnya. Dan Wajahnya yang tampan itu nampak lebih pucat dari sebelumnya.

Mungkin ini waktu untuknya, untuk tidak terus menjadi yang bukan siapa-siapa? Di liriknya tangan rio yang kini mengepal. Ia tarik nafas panjang, shilla belum yakin dengan ini. tapi dengan keyakinan cinta ini. ia akan mencoba.

Shilla raih jemari rio dengan sedikit ragu, ia sisipkan jari-jarinya di jari-jari panjang milik pemuda itu.

Pemuda itu menoleh dengan keterpanaan. Shilla langsung menyembutnya dengan senyuman termanis. “ yang.. itu tadi gak papa.. dan lain kali genggam di sini..” kata shilla lembut.

Rio mengikuti pandangan shilla, dalam diam. “ Agar tidak hanya kamu yang menggenggam tangan ku, tanganku pun juga ingin membalas genggamanmu.” Kata shilla lagi.

Rio mengangkat wajah. Menatap shilla yang balas menatapnya. Shilla sedang memanyunkan bibir, memicing matanya. “ Jadi, berhenti! genggam pergelangan tanganku mario!” katanya, ada perintah di sana.

Shilla angkat tangannya yang masih berpaut dengan tengan rio. mengamati sebentar tangan yang saling berpaut itu.  “seperti ini..” kata shilla. “ Genggam jari-jariku. Agar genggamanmu terbalas.... karena aku sangat ingin sekali membalasnya.”

Rio Ternganga, belum percaya. Apa kah ini nyata? Atau panasnya jakarta membuatnya hingga berhalusinasi. Tapi, ketika shilla mengembangkan senyumnya tepat di depan matanya, rio percaya... keindahan ini nyata. Ia balas senyum itu, “ Aku mencintaimu Ashilla...” katanya terdengar gemetar.

“ aku juga.. “ jawab shilla tak di duga.

Jawaban sederhana itu membuat Rio kembali terpana.

“ Apa? “ Rio bertanya seperti orang bodoh.

Shilla  tersenyum  lembut,  “ Iya mario aku juga mencintai kamu.”

Rio seolah kesulitan mencerna jawaban sederhana Shilla, tetapi ketika dia bisa memahaminya, seketika itu juga Rio merengkuh Shilla, memeluknya erat-erat. Tidak peduli dengan tatapan terkejut dan terpana para siswa-siswi lain yang secara ekslusif menyaksikan telenovela gratis di halaman sekolah mereka. Menyaksikan mereka berdua.

"Demi  Tuhan...  Aku  masih  butuh  berkali-kali  diyakinin sama kamu shill," bisiknya  serak  di  rambut  Shilla.

Shilla membalas pelukan Rio dengan lembut."Aku mencintaimu." Ia katakan lagi kalimat ampuh itu.

"Katakan  lagi,"  pinta Rio menuntut,  memejamkan  matanya,  mengetatkan pelukannya, "aku butuh diyakinkan."

"Aku mencintaimu." ulang Shilla patuh.

Rio  melepaskan  pelukannya  lalu  mengusap  rambut  Shilla lembut, kemudian meraih tangannya, menciumnya.

Setelah cukup lama, rio mengangkat wajah. Menatap mata shilla dengan sangat lembut. “ ayok ngadem di mobil gue..”

Hahahahaha!! Shilla terbahak. Entahlah. Shilla tak mengerti, Rio selalu mempunyai caranya sendiri. Cara mencintainya, cara membahagiakannya, cara membuatnya tertawa. Cara yang bisa membuat dia merasa menjadi gadis paling beruntung di dunia.


**



 “ huaaahh. Adeeem.. “ seru shilla, kegirangan. Dia sedang menikmati hembusan udara dingin yang di hasilkan AC mobil milik rio.

Sedang, si pemilik mobil. Sedang asyik dengan pikirannya, sesekali tersenyum sendiri. Masih mengingat-ngingat kejadian manis yang membuatnya tak lagi jadi korban si cinta bertepuk sebelah tangan.

Rio harus mengakui, dia sangat menderita dengan title itu. Dan, akhirnya ada hari ini, hari di mana cintanya terbalas, menjadikan cinta pertamanya tak lagi mengerikan. Memang rasanya masih sulit di percaya, tapi cubitan-cubitan yang ia lakukan secara diam-diam, selalu terasa sakit. Itu arti bahwa ini tidak mimpi kan?

Rio lirik shilla sekilas, lalu tersenyum lagi. Dan sepertinya pipinya memanas. Mungkin jika dia bukan pemuda dengan tingkat gengsi yang luar biasa tinggi. Dia tidak akan berhenti mengucapkan rasa terimakasih pada si gadis norak di sebelahnya ini, karena telah menerima cintanya. Dengan cara yang sangat manis pula.

“ norak lo!” serunya jahil. Lalu tertawa kecil. ia ingin mengungkapkan kebahagiaannya.

“ bodo amat! Yang penting adem.” Balas shilla tak tau malu.

Rio menyeringai. Memilih tidak melanjutkan pertengkaran kecil yang sengaja ia ciptakan. Memilih diam dan menyaksikan secara intens si gadisnya yang norak itu. Bisa rio lihat, Mata shilla terpejam, bibirnya membentuk senyum kegirangan. Beberapa anak rambutnya sedikit berterbangan, dan beberapa anak rambut lainnya menempel di leher jenjang gadis itu –mungkin- karena keringat.

Tiba-tiba, Rio menelan ludah, tidak pernah ia melihat seorang gadis dengan se-intens itu, tidak pernah pula ia tau akhirnya akan ada rasa seperti ini. Rasa ingin memiliki segalanya. Segalanya.

Cepat-cepat rio memalingkan wajah. Berdehem sekali. “ itu rambut lo gak bisa di iket aja apa?” katanya, gugup.

Shilla menoleh, memiringkan kepala. “ lho? kenapa? bukannya bagus di urai gini yaa?” tanyanya polos?

Rio mendesah. Gadis ini! dia pikir apa yang sedang dia lakukan? Apa maksud wajah polos itu?. “ Ya katanya lagi kepanasan. Udah deh! Iket aja! Lagian apa susahnya sih? Tinggal iket gitu doang. ” nada suara rio meninggi. Kata-katanya itu di ucapkan dengan cepat dan wajahnya berkerut. Dia tau, dia mulai gelisah.

Shilla melengos. Ampun, sensi banget ni orang. Cuma perkara rambut doang ini? “ iya iya...” jawab shilla akhirnya. Mengambil ikatan rambut bulu-bulu dari saku kemeja seragamnya. Mengikat rambutnya dengan asal.

“ udah nih. “ begitu serunya ketika telah mengikat rambutnya yang panjang.

Rio menoleh, lalu setelah melihat hasilnya, ia menepuk jidat prustasi. “ Yang rapi shill! Itu yang di leher-leher di iket juga!”

“ ih, apaan deh. Yang penting kan udah di iket?”

“ Sini deh lo!” perintah rio sambil tangannya menarik rambut shilla yang terikat. Membuat shilla harus Memutar tubuhnya mengikuti tarikan yang dia lakukan, dan kini membelakanginya.

Shilla sudah siap mendumel. Tapi ketika tau jari-jari rio yang menyentuh batok kepalanya ketika menyisir rambutnya terasa menggelitik, hingga menimbulkan desiran-desiran halus yang menggetarkan hatinya. Ia urungkan niat itu. ia malah tersenyum simpul, menikmati perlakuan manis itu.

Dengan kamampuan mengikat rambut di bawah rata-rata, Rio telah berhasil mengikat rambut panjang itu. ia dorong pelan kepala shilla. sebagai tanda. “ udah ..” katanya.

Shilla menoleh. Nyengir. Membenarkan posisinya kembali menghadap ke depan. Pipinya merona. “ thanks.. “ katanya malu-malu.

Rio memutar bola matanya, melirik kesal shilla. Memalingkan wajah, lalu tidak tahan untuk tidak mengembangkan senyumnya. Ia juga merasakan pipinya memanas. Astaga wangi rambut itu memabukkan, ini menyenangkan, ini membahagiakan.


***


Sivia berlari dengan gelisah. Astaga! Kesialan macam apalagi ini?

Huaaa. teriakan itu tidak sampai keluar dari mulutnya. Ia mundur beberapa langkah ke belakang, mengikuti gerakan seseorang yang sudah menyumpal mulutnya.
Setelah posisinya berada di balik tembok, di salah satu sisi lorong mall. Tangan yang menyumpal mulutnya, lepas. Sivia menoleh cepat. Lalu setelah melihat siapa pelakunya, ia menghela nafas lega.

“ hai vi.. “ sapa orang itu.

Sivia menyeringai. Mendorong pelan bahu laki-laki itu. “ kirain siapa? “ ucapnya kikuk.

Laki-laki itu berdehem. “ kirain siapa? “ laki-laki itu sengaja mengulang perkataan sivia. “ bukan? Kirain satpol pp yang lagi ngerazia anak berseragam berkeliaran di mall di jam sekolah?”

Akhirnya.. tawa sivia pecah. “ maksud gue itu.. “ katanya di sela tawa.

“ nih deh... “ laki-laki itu menyodorkan jaket levis yang di kenakan, menyisakan dirinya hanya dengan kaos oblong putih.

“ ide bagus tuh. thanks banget nih, bakal gue bales deh semua kebaikan lo hari ini!”

“ sekarang aja gimana?”

Sivia nampak berfikir sebentar. Dan setelah di pikir-pikir dia tidak tujuan di mall ini.. “ boleh juga. apa nih yang perlu gue lakuin?”


*


Sivia masih diam dengan mulut terbuka. Menatap antara kagum, heran, dan tak percaya berpiring-piring makan di sajikan di mejanya.

“ vin, yakin ini pesenan lo semua?

Alvin melebarkan senyum. “ tenang aja. Gue gak nyuruh lo bayarin kok,lo cukup balas budi dengan nemenin gue makan.”

Sivia nyengir. Tau saja alvin apa yang dia pikirkan. “ tapi ini beneran? pesenan orang gak pada nyasar ke sini kan?”

Alvin terbahak. “ enggak lah vi, santai aja, kebetulan gue ganteng dan kaya raya. “

Sivia memutar bola matanya, ampun deh vin.. “ gak nyangka deh gue, porsi lo kuli abis vin.”

“ kuli mana yang makan sushi vi, lagian semisal gue beneran kuli, berarti gue kuli terkeren in the world.”

Sivia mengangkat kedua bahunya, lalu memilih untuk mulai menyantap satu porsi sushinya.

“ lo kenapa vi, jam segini kelayapan di mall? Sekolah lo nolak lo?”

Sivia terbahak lagi. “ biasa. Masalah anak sekolahan. Telat. Di pulangin. “ jawab sivia tidak sepenuhnya jujur. Karena faktanya dia telat, dan memilih langsung kabur ke tempat ini. “ nah lo? ngapain? Semua universitas yang ada di dunia gak ada yang mau nerima kuli terkeren in the world?”

Lagi-lagi, keduanya terbahak.


***


Setelah di rasa cukup waktu untuknya menenangkan diri. Akhirnya, gabriel pulang kerumah. Memasuki rumah besar peninggalannya ayahnya dengan langkah gontai. Matanya kosong seperti menunjukkan sedang ada beban berat yang sedang ia tanggung.

“ gab..? “ sontak gabriel merubah ekspresi datarnya, mengenali suara yang memanggil namanya. membalik badan dengan sebuah senyuman tulus seperti biasa.

“ ya ma...”

rina tampak menghela nafas, berjalan menuju sofa ruang keluarga. Mendudukinya, dan melambai ke gabriel untuk ikut duduk bersamanya.

Dengan patuh, gabriel memenuhi panggilan itu. duduk tepat di samping ibunya.

Tanpa di sangka Rina menyandarkan kepalanya di bahu gabriel. “kamu memang sudah benar-benar dewasa gab, bahu kamu sangat nyaman dan kuat untuk bersandar. “

Gabriel mengembangkan senyum, meski tak ada yang melihatnya. “ ya. mama suka?”

Dengan bertingkah sedikit manja, Rina mengangguk. “ ya, mama suka. Dan mama akan melakukan hal ini sesering mungkin sebelum ada gadis lain yang memilikinya.” Kata Rina, lalu tertawa kecil.

“ ma.. apa mama akan bahagia jika dengan segera gabriel menikah?

Rina dengan cepat mengangkat kepalanya yang tadi di sandarkan, menatap gabriel penuh tanya.

“ gabriel sudah memilih ma.”

Rina mengambangkan senyum, meraih tangan gabriel lalu menggenggamnya. “ apa mama mengenalnya?”

Gabriel tau, senyum itu menyiratkan kebahagiaan, jika ini membahagia kan wanita terpenting dalam hidupnya, dia tak perlu mencari alasan untuk mundur. “ iya, mama sangat mengenalinya.”

Rina mengerutkan dahi, berpikir keras. Satu-satu teman wanita gabriel yang sangat ia kenali adalah... “ apa...?”

“ ya. Jika mama mengizinkan, dalam waktu dekat gabriel akan menikahi prissy ma, agatha pricilla. Gadis yang sangat mama kenal.”

Dengan bangga, rina mengusap rambut putra pertamanya. “ izin ini akan selalu mama berikan untuk kebahagiaan kamu nak.”

Dada gabriel tiba-tiba sesak. Kebahagiaanya kah ini? lalu kenapa sepertinya hati ini tak rela. Dan tanpa di minta, wajah shilla dengan senyum polosnya berputar memenuhi pikirannya lalu tiba-tiba di gantikan wajah pricilla yang menangis prustasi. Astaga. Gab.. yakinlah.



***


Musim ujian hampir tiba, kurang lebih 5 hari lagi. Dan shilla mulai mempersiapkannya. Ia belajar lebih tekun dari biasanya.

Dan hal itu yang membuatnya memiliki kebiasaan rutin sudah satu minggu ini. saat pulang sekolah, ia akan menghabiskan berjam-jam membaca buku dan mengerjakan contoh-contoh soal ujian di cafe tepat di sebrang sekolahnya. tentu ini ide dari pemuda yang juga sudah terhitung 1 minggu ini menemaninya melakukan rutinitas barunya.

Shilla mengeluarkan salah satu buku dari tasnya, hari ini dia berencana untuk berkutat dengan sejarah.

chocolate late?”

Shilla mendongak, mengembangkan senyum. Lalu mengangguk. Lihat kan? 1 minggu ini ternyata membuat pemuda ini begitu mengertinya.

Rio membalas senyum itu, mengusap puncak kepala shilla sebentar sebelum menuju bar pemesanan.

Ketika pemuda itu mulai melangkah meninggalkan mejanya, shilla tanpa berkedip mengikuti setiap gerak-gerik rio. masih berkali-kali perlu di yakinkan, pemuda yang selalu saja menarik perhatian kaum hawa itu adalah miliknya.

Senyum shilla terkembang, benar kata Rio, sangat beruntung bisa di miliki dan memiliki seoarang mario.

“ gak lagi kesamber kan? “ rio sudah kembali, dengan nampan berisi pesanan mereka berdua.

“eh?”

“ada apa?”

“ha?”

“itu.. senyum-senyum sendiri kenapa?”

“ oh...”

Rio menyeringai. “ ha, eh, ah, oh.. kenapa sih lo? sejarah bikin otak lo bermasalah.”

Shilla mengembangkan senyum menggoda. “ bukan sejarahnya sih, tapi lo.”

Rio tau, pipinya memanas. Demi tuhan, jika dia bukan laki-laki dia akan tersipu-sipu malu saat ini. “ belajar dulu yang bener, baru boleh gombalin gue. “

Shilla merengut. Dasar gak ada sisi-sisi romantisnya.

“ selamat siang.. “

Shilla yang baru akan memulai acara belajarnya siang itu, harus kembali mengurungkannya. Tertarik melihat seseorang yang tiba-tiba menghampiri mejanya. Menyapanya.. atau lebih tepat menyapa pemuda di depannya.

“ tuan mario kami di perintahkan untuk membawa tuan mario pulang.”

Rio tidak merespon. Hanya merubah ekspresinya menjadi lebih keras. “ ada apa?” tanyanya datar.

“ ada hal penting di rumah besar, anda di minta untuk pulang.”

“tapi, apa harus dengan seperti ini? perlu saya kasih tau? Kalo saya bukan lagi anak kecil yang pulang aja harus dijemput?”

“ Maafkan kami tuan, kami hanya menjalankan perintah.”

Rio tak lagi menjawab, lalu ketika 2 orang berjas hitam mulai memegangi kedua tangannya, dia bangkit berdiri. Mengikuti langkah para pengawal itu membawanya.

Masih berdiam. Shilla menyaksikannya dengan begitu khitmat. Entah karena tidak melihat, atau memang dianggap tak terlihat. Tapi dia benar-benar seperti sesuatu yang tak nyata saat kejadian tadi berlangsung.

Satu ujung bibir shilla terangkat. Kejadian tadi, menyadarkan dirinya akan sesuatu. Seperti dengan sengaja ada untuk menamparnya, agar dia sadar. Dia dan si tuan muda. Apa memang benar-benar bisa menyatu.?


***


Kejadian ini terlalu cepat. Rio sampai tidak bisa memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Sampai membuat para pengawal itu menjemputnya dengan sangat memalukan. Astaga, mengingat kejadian tadi, rio teringat shilla. Akan ia kabari gadisnya itu nanti begitu urusan-penting-yang-entah-apa ini selesai.

“sudah cukup membuang-buang waktunya mario?”

Deg. Dengan begitu dramatis rio mengangkat kepala. Sedikit tidak percaya dengan apa yang baru ia dengar. Lalu .. juga sedikit tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ia berdiri. Menunduk dalam, memberi hormat.

“ jadi ini yang kamu lakukan selama kami tidak mengawasimu di Indonesia? Membuang-buang waktu untuk bermain-main dengan hal yang tidak pentng!”

Rio menegang, membuka sedikit mulutnya. bukan hal yang seperti ini yang ia harapkan setelah bertahun-tahun tidak bertemu dengan pemilik suara barithon yang terdnegar keras itu. ini sangat jauh dari yang ia damba-dambakan selama ini.

Tak ada bantahan dari putranya, zeth haling semakin murka, artinya semua itu kebenaran. “Apa benar-benar seburuk ini calon pewaris haling! HA! Hanya bisa melakukan hal yang tidak berguna dengan wanita yang sama tidak bergunanya! IYA MARIO? TIDAK ADA HAL YANG BERGUNA YANG BISA KAMU LAKUKAN”

Tidak bisa lebih lama lagi hanya sekedar menyaksikan suaminya tengah murka pada anaknya, manda menghampiri zeth. “ zeth. Sudahlah. Mario baru pulang, biarkan dia mengganti pakaiannya, dan bicarakan ini setelah makan siang nanti.” Manda mengelus dada suaminya yang masih naik turun.

Setelah tau, suaminya sudah lebih tenang. manda mengalihkan pandangannnya ke putra semata wayangnya. “ gantilah pakaianmu mario, dan turunlah untuk makan.”

“Tidak usah! Dia tidak perlu repot-repot untuk turun. Karena mulai hari ini dia tidak diizinkan melangkahkan kaki dari kamurnya sebelum dia sadar.” Perintah zeth tegas.

“zeth...” manda menatap suaminya penuh harap. Berharap suaminya itu memikirkan ulang ucapannya.

“ .. dan sita semua tekhnologi yang menghubungkan dia dengan dunia luar.”

Manda menghela nafas. ternyata usahanya tidak berhasil/

Entah mengapa, Rio mengembangkan senyum,” kalo begitu, saya harus segera ke kamar. Ada perintah yang harus saya laksanakan.. dengan baik. ” rio melangkah.

Belum sampai satu langkah di kembali membuka suara.” jika kalian ingin tau. Kabar saya baik.”

Zeth menegang, meski sebentar. Karena selanjutnya dia berpura-pura acuh dengan ikut meninggalkan ruangan besar itu.

Sedang manda, ia sedang hancur berkeping-keping.


To be continued....