Rabu, 06 November 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 21 )

Bisa saja... cinta sejati tak di awal
Tak tertebak.. tapi ada


Tepat pukul 16.00, para murid SMA Harapan jaya yang turut dalam perkemahan yang di adakan dinas pendidikan jakarta sudah berkumpul. Sedang sibuk memasukkan barang-barang bawaan ke dalam bagasi bus. Dan hal tersebut tidak berjalan dengan tertib, karena mereka saling dorong, saling ingin mendahului.

Shilla menghela nafas, akhirnya berhasil juga memasukkan tas besarnya ke bagasi. Dengan sumringah dia menaiki bus yang sudah di sewa sekolahnya itu. Lalu detik selanjutnya harus merengut, karena bus itu sudah hampir terisi penuh. Dia tidak bisa memilih sesuka hati kalau begini.

“Shilla!!” shilla menoleh, melihat cakka yang sedang melambaikan tangan ke dirinya. “Duduk sini..”

Shilla sudah hampir menerima, “mana nih yang masih kosong?” ia menoleh ke belakang, melihat ke sumber suara, ternyata.. agni. Dan berekspresi yang sama bingungnya dengan dirinya. Untuk beberapa saat, shillla diam.

“Gak deh, gue mau duduk depan aja sama daud, takut mabuk darat kalo duduk situ..” ujar shilla, lalu dengan setengah berlari menghampiri baris terdepan, kursi kosong selain di samping cakka.

Tanpa tahu apa-apa yang terjadi sebelumnya, agni mengampiri ke kursi Cakka, karena memang benar-benar di samping cakka satu-satunya tempat yang tersisa.

“Gue duduk sini boleh kka?”

Cakka yang sebelumnya sedang melamun, tersentak. Mendongak cepat.” Apa? Ag?”

Agni mendengus.”Gue duduk di sini boleh kagak?”

“Oh, ya boleh dong. Duduk sini ag..”


***


15 April. Secara serentak ujian nasional tingkat SMA mulai di laksanakan. Tidak terkecuali SMA UYEers.

“nih yo..”

Dengan cepat rio mendongak, meninggalkan sederetan tulisan yang tadi memenuhi pandangannya. Lalu, Begitu ia melihat siapa yang menyodorkan kotak bekal berwarna biru di depannya itu, ia tersenyum.

“belum sarapan kan pasti?”

Lagi-lagi rio tidak membuka suara, mengangguk beberapa kali untuk menjawabnya.

“laper benget ya nyampe gak bisa ngomong gitu?”

Rio mengembangkan senyum, menggeser duduknya sedikit ke kiri.”Duduk fy..” ujarnya, yang lalu di turuti ify.

“Makan dulu gih..” ujar ify, begitu dia sudah berada tepat di samping kanan rio.

“ntar deh kayaknya fy, bab terakhir belum sempet ke baca nih.” Rio melirik jam tangannya sebentar.”Mana setengah jam lagi udah mulai lagi.. ntaran aja gak papa kan?”

“kalo aku suapin aja gimana? ”

Dengan cepat rio menoleh, menghadap ke ify. Gadis itu, tengah tersenyum tulus ke arahnya. Dalam hati, merasa lega. karena sepertinya kejadian beberapa hari lalu tak lagi membuat gadis itu menatapnya dengan tatapan penuh luka, menghindarinya, menjadi gadis yang tak ia kenal.”boleh deh..”

Lalu setelahnya dengan penuh kelembutan, ify menyuapi Rio. Menciptakan lagi kenyamanan, kehangatan, yang beberapa hari lalu sempat ia hancurkan. Memang di sini, ia yang terluka. Tapi terluka, namun tetap bisa dekat dengan pemuda yang ia cinta jauh lebih baik. ketimbang terluka, namun berada jauh dari pemuda itu. Inilah cinta. Butuh perjuangan.


***


“manda...”

Amanda menoleh, mengalihkan pandangannya pada seseorang yang baru saja memanggil namanya. Meski sebenarnya tanpa harus menoleh pun ia sudah hapal betul suara bariton yang sudah 20 tahun ini selalu di sisinya, menjalin rumah tangga dengannya.

“pagi zeth.. sudah bangun kamu?”

Zeth mengembangkan senyum. Menghampiri istrinya yang tengah duduk di samping jendela apartment mereka. Memeluk istri terkasihnya itu dari belakang. Mengendus pucuk kepalanya. “kamu kenapa?”

Di depan zeth, amanda menunjukkan ekspresi kebingungannya. “kenapa? bagaimana?”

“Ada yang kamu pikirkan, saya lihat beberapa hari ini, kamu terlihat sering melamun.”

Manda menyunggingkan sebuah senyum, memutar tubuh nya ke arah suaminya. Membelai wajah tampan suaminya itu meski sudah termakan usia. “Saya benar-benar tidak bisa menyembunyikan apapun dari kamu zeth.”

Zeth tidak menjawab, hanya mengembangkan senyum. Lalu tangannya sudah aktif membelai rambut manda yang mulai memutih.

“Sebenarnya.. aku mengkhawatirkan mario..”

Zeth menghentikan tangannya membelai-belai rambut amanda, menyerengitkan dahi. “Apa yang kamu khawatirkan soal mario?”

Amanda melengos. Menghindari air mata yang sudah siap untuk mengalir. “ Beberapa bulan terakhir ini dia lebih sering kambuh.”

Zeth menegakan badannya yang tadinya sedikit condong ke amanda.” Lalu kamu ingin menyalahkan siapa? kita sudah menyiapkan dokter terbaik untuknya di indonesia. Urusan dia lebih sering kambuh, itu sudah di luar kehendak saya dan ... kamu..”

“Zeth!!” amanda mendelik, teguran itu terdengar keras. “Apa kamu tidak khawatir sedikit pun?”

“Ayolah mrs haling. Saya juga khawatir. Tapi apa dengan terus-terusan melamun dan merenung seperti yang sering kamu lakukan beberapa akhir ini bisa menyelesaikan masalha. Lagipula aku sudah di tunggu oleh pekerjaanku yang banyak.. itu sama sekali tidak membantu, itu buang-buang waktu.”

Manda menunduk, tidak tahu lagi harus menjawab apa.

“Bersiap lah, temani saya menemui rekan bisnis saya..”


***


Rio menarik nafas sedalam-dalamnya. Ia sama gelisahnya seperti halnya teman-temannya yang lain. Ia melirik jam tangan untuk kesekian kalinya. 5 menit menjelang pintu hijau tua-pintu kelas- di depannya ini akan di buka.

Dengan sedikit menerawang, tangannya sibuk mengobrak-abrik tas hitamnya. Mengambil ponsel, yang sudah di non-aktifkan. Ia tekan lama tombol kecil di bagian atas ponsel layar sentuh tersebut. Membuat ponsel itu kembali aktif.

Senyumnya terkembang. Kegelisahannya sedikit berkurang, begitu melihat wallpaper ponsel layar lebarnya di penuhi photo gadisnya yang tengah terbahak. Photo itu ia ambil secara diam-diam.

Lalu setelah puas memandangi photo shilla. Tangannya bergerak lincah di ponsel layar sentuhnya. Kegelisahannya semakin berkurang. Membaca berulang-ulang pesan singkat yang pagi tadi secara tidak langsung membangunkan tidur nyenyaknya.

From               : Mama
Mario kamu bisa untuk segalanya. Termasuk ujian ini, bersemangatlah, karena kesuksesan menantimu.
Mama selalu mendo’akanmu...


“ayo silahkan masuk dengan tertib.”

Rio tersentak. Reflek kembali menon-aktifkan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas hitamnya. Lalu, Memasuki ruangan ujiannya, dengan semangat yang lebih membara.


***


Saat itu, sebenarnya waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Tapi, Shilla dengan memeluk dirinya sendiri sedang duduk-duduk di dekat api unggun kecil yang ia buat. Astaga gimana ceritanya matahari udah sebegitu tinggi, masih dingin juga.

“cieileeh, yang jacket dari kak rio di peluk terus..”

“eh?” reflek shilla melepas pelukannya. Melirik tajam agni yang saat ini dengan tanpa dosa cekikikan di sampingnya. “rese banget sih ag. Dingin kali...” shilla berdiri, sambil mengerucutkan bibirnya melepas jacket merah muda yang memang hadiah dari rio beberapa hari lalu. Tepat sehari sebelum dia berangkat kemah.

Setelah berhasil melepasnya, dan membuangnya secara sembarang. Shilla mendekapkan kedua tangannya lagi ke depan dada. Mendengus kesal. “tuh gue lepas tuh..”

Agni malah terbahak.”elah Salting nya gak gitu gitu juga kali neng..”

Shilla semakin melotot.” Apa lagi sih?”

Agni nyengir.”oke oke, peace. Damai. Aku cinta kamu. maafin ya maafin”

“iyee... oyaa. Besok schadule nya apaan?”

“besok memang hari apa sih? Lupa.. ”

“huu. Pikun emang lo. besok jum’at!”

“jum’at? Berarti ini kamis dong?”

Shilla memutar bola matanya.” Menurut lo ag?”

“berarti hari terakhir kak rio ujian dong? Gimana? Lo udah ngehubungi dia? nanyain gitu 4 hari ujiannya gimana?.”

“eh? Kok jadi ngelantur sih lo ag.”

“siapa yang ngelantur? Gue tanya beneran kok”

Shilla diam. lagi-lagi melirik agni sebal.” Memang dasar lo ya ag, yang di pikirin Cuma tuh kucrut satu. ya tanya aja sendiri sanah. Kalo gue mah males. Udah ya mau mandi..”

Dan shilla segera pergi, tidak peduli lagi dengan agni yang kalo shilla tidak salah dengar sedang ber-iueh-ria karena dirinya belum mandi. Terserah sahabat pembela lawan!!



***


Akhirnya, 4 hari sudah Ujian Nasional di laksanakan. Meski belum ada hasilnya. Setidaknya hal itu membuat para siswa-siswi SMA itu tidak lagi tidur terlalu larut karena harus menuntaskan buku-buku tebal yang memuakkan.

Rio sebagai orang terkaya sekaligus terpopuler di sekolahnya, berencana menraktir seluruh siswa-siswa di sekolahnya sebagai bentuk kelegaan telah berakhirnya ujian tersulit di masa SMA ini.

Alvin menaiki salah satu bangku panjang kantin.  Berencana menyampaikan keinginan rio yang tiba-tiba ingin menraktir semua orang yang ada di kantin sekolahnya. Saat ini, bangku kantin sudah terisi penuh. Di isi sebagian besar kelas 3 dan sebagian lagi kelas 1 dan 2.

“oke guys, kalian boleh makan apa aja dan sepuasnya. Rio bakal bayar semuanya...”

Dan hal itu langsung di sambut sorak gembira orang-orang yang ada di sana. Dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan mereka segera menghampiri stand-stand penjual makanan di kantin besar itu.

“Apa ada yang baru aja gue lewatin.. kayaknya kantin jauh lebih rame hari ini? “ secara serentak, rio dan alvin yang tengah sibuk dengan makanan masing masing mengangkat kepala.

“Bukan hal yang terlalu penting fy, duduk sini.” Jawab rio, ia menggeser duduk nya untuk memberi tempat ify di sampingnya.

“Darimana aja kamu fy, baru keliatan?” ify menoleh, harus mengalihkan pandangan nya kepada seseorang yang baru saja bertanya  padanya.

Ify tersenyum tipis, sebisanya.”Gue konsultasi sebentar sama bu sarah vin.”

“soal kuliah?”

Ify lagi-lagi harus mengalihkan pandangannya, kali ini ke pemuda yang tepat berada di sampingnya. “Iya. aku masih bingung mau ngambil jurusan apa? kalo menurut kamu yo aku lebih baik ngambil jurusan apa?..”

Rio diam sebentar. Sambil menerawang, sebenarnya dia tidak tau jurusan apa yang di minati sahabat perempuannya ini. Tapi, ia juga tidak enak untuk menanyakannya, mengingat dia baru saja berbaikan dengan ify. Bukannya kalau dia tidak tau sama sekali apa yang di minati perempuan di hadapannya ini akan membuatnya terlihat menjadi sahabat yang tidak perhatian. Tentunya itu akan memperburuk keadaan.

Diam lama. hingga alvin yang akhirnya memecahkan keheningan.”Masih bingung antara dokter sama designer?”

Ify menoleh lagi ke arah alvin, perlahan. Mengembangkan senyum tipis tak berarti. Lalu Mengangguk sekali. Setelahnya, ia kembali menoleh ke rio.” kita jadi kan yo, lanjut ke melbourne?”

Rio agak tersentak. Karena sebenarnya dia sedang fokus memperhatikan kejadian kecil yang baru saja terjadi. “ha? Ee~ apa? ke melbourne?”

“iya.. kamu masih inget kan kita pernah janjian kuliah bareng ke melbourne?

“emm, jadi gak ya? Enggak aja deh kayaknya..”

“Apa? mm~ maksud kamu?”

Rio menampilkan deretan giginya yang putih.” Iya, gak jadi. gue stay aja di indonesia.”

“k- kenapa?” potong ify cepat, tidak sabaran ingin segera mengetahui alasan rio.

“Gue gak siap LDR-an sama shilla. Lagian gue pengen nikahin dia secepetnya.”

Alvin menonyor kepala rio keras. Tidak tahan untuk tidak tertawa mendengar penuturan sahabat omesnya itu. “otak lo yo, inget.. masih bocah.”

Rio mengangkat bahu.” Bodo amat , yang penting gue kan cinta.” Lalu mereka tertawa bersama.

“tapi bukannya ini kemauan orang tua kamu juga, bukannya kamu akan selalu menurutinya..”

Alvin dan rio, secara serentak menghentikan tawanya. Menoleh secara bersamaan menghadap ke ify.

Senyum rio terkembang.” Entahlah, akhir-akhir ini gue mikir gue udah cukup gede untuk nentuin jalan gue sendiri, tanpa berkiblat pada keinginan beliau-beliau, yang kadang Cuma keputusan sepihak mereka.”

Dan hati yang susah payah di rekatkan untuk kembali menjadi satu kesatuan yang utuh meski tak sempurna, kini seperti dengan sadisnya di hancurkan kembali, bahkan lebih hancur dari sebelumnya. Ify diam, seperti sedang merasakan dengan seksama hati nya yang tengah porak poranda. Ia sudah cukup menderita bangkit sendiri dari keterpurukan, dan tega-teganya kini ia kembali di jatuhkan ke lubang keterpurukan yang paling dalam. Sekuat itu kah rasa cinta pemuda yang dicintainya mencintai gadisnya.


***


Rio masih berusaha mencoba menghubungi nomor yang sama untuk ke sekian kalinya. Dan hasilnya masih sama. Suara perempuan yang mengatakan nomor yang anda tuju sedang tidak aktif.

“ya tuhan.. lagi ngapain sih si monyet!!” rutuknya kesal.

Lalu dengan kesal. Ia klik tombol dial, untuk kembali mencoba menghubungi nomor telpon yang sama.

Tuuut. . tuut.. rio menghela nafas, udah bisa nyambung.

hallo..” dan akhirnya.

“kemana aja sih? Di telpon gak aktif? Gue udah nyoba nelpon lo beratus-ratus kali tau gak. Bikin bete aja..”

apa? apa? hallo?”

Rio merengut. Dia sudah ngomel sepanjang itu, dan ternyata orang di seberang telpon tidak mendengar.

“lo benaran gak denger gue ngomong apa?”

“apa sih?... hallo?”

Rio semakin merengut, bangkit dari tidurannya. Kenapa sekalinya nyambung. Sepertinya signal tidak mendukung.”iya .. hallo..”

bentar ya bentar.. signalnya limited adition nih..”

Rio mengerutkan alis, karena setelahnya suara yang ia dengar grusak-grusuk tidak jelas. Lagi ngapain ni anak?


***


“be...yan.. ga.. ...nge..we....mong....  pa?”

“apa sih? ... hallo?..”

“zzzzz... ...llo”

Shilla menautkan kedua alisnya, menurunkan ponsel dari telinganya. Memperhatikan dengan seksama layar ponselnya. Apa yang salah? Kenapa suara si penelpon gak jelas. Oh.. astaga. Pantes aja. Signalnya hilang timbul gitu.

“bentar ya bentar.. signalnya limited adition nih..”

Shilla menoleh ke kanan dan kiri, mengamati sekelilingnya, mencari-cari tempat yang kiranya bisa menangkap banyak signal. Tempat yang tinggi. Shilla mengembangkan senyum, melihat pohon yang cukup tinggi dan sepertinya cukup mudah untuk di naiki.

Tidak sampai lima menit, shilla sudah berada hampir di puncak pohon. Senyumnya terkembang, benar saja, ponselnya menangkap banyak signal dalam posisi ini.

“hallo..”

dari ngapain sih? Lama!!”

“ya kan udah gue bilang cari signal?”

“ya lagian.. apa banget kemah di pedalaman..”

“yee.. mau nyalahin siapa lo.. “

“nyalahin lo lah..”

“apaan sih? Yang ngadain dinas pendidikan ini.. gue Cuma ikutan kali..”

“ya kenapa harus ikut?”

“eh.. lo nelpon gue Cuma mau ngeresein gue gini. Males banget, udah di bela-belain manjat pohon malah dengerin ocehan orang gila, angkuh, dan nyebelin kayak lo..”

“eh? Apa? lo naik pohon?”

Shilla tiba-tiba diam. berfikir. Memang apa yang salah? “ iya. Ya kan gue tadi bilang di sini susah signal, naik pohon baru dapet..”

Tiba-tiba terdengar suara kikikan di sebrang telpon.”ciyee.. yang bela-belain manjat pohon biar bisa telponan sama gue?”

“Apa?” Shilla shock. Sekarang sedang menganga, setengah bersyukur karena dia sedang melakukan percakapan via telpon setidaknya tampang bodohnya ini tidak terlihat si lawan bicara.

kangen banget kan lo pasti sama gue?”

Shilla menggelengkan kepalanya, butuh berfikir jernih. Karena entah otaknya menjadi lamban utnuk berfikir. Baru sadar, kenapa ia sampai melakukan hal ini hanya untuk melakukan percakapan dengan mario kucrut lalala itu.

“jadi, cintaku udah terbalas nih.”

Shilla memutar bola matanya.” Diem deh lo! kepedean! Ya gue Cuma menghargai lo aja kali, ya siapa tau kan lo ada keperluan penting gitu nyampe nelpon gue. bukannya makasih malah norak lo. yaudah deh, kalo gak ada hal penting yang mau lo omongin. Gue matiin..”

“eh tunggu tunggu. Apaan sih? sih, maen matiin aja”

“ya apa lagi sih? Lagian lo nya nye....”

“shilla..”potong rio cepat.

Shilla agak tertegun. Merasa suara si penelpon tiba-tiba terdnegar lembut.
 
“kamu harus kembali dengan baik-baik aja ya.  Aku tunggu kamu dua hari kedepan. “ lalu, diam agak lama. “Ee.. bye shilla..”

“Klik.” shilla menurunkan ponsel dari telinganya dengan dramatis. Yang baru saja itu apa-apaan. Lalu sebenarnya apa tujuan dari pemuda itu menelponnya. Ya tuhan pemuda ini benar-benar gila.

Drrtt. Drrt. Drrt.

Agak terkejut. Shilla membuka 1 pesan yang baru saja masuk.

From : mario sayang
Gue kangen sama lo.
Sms ini Gak usah di bales. Awas lo nyampe di bales. Awas!

Dan.. shilla terbahak.


***


Dengan berlari, shilla menghampiri danau kecil yang berada di sebelah utara area perkemahan. Danau terawat dengan beberapa bangku putih di sekeliling danau tersebut.

Tadi, saat dia kembali perkemahan. Tiba-tiba agni berkacak pinggang mengomel padanya. Seperti ini. “Dari mana aja sih lo? di cariin juga. ada yang jengukin lo tuh!! Udah karatan kali sekarang tuh orang di pinggir danau!”

Dan, tanpa mendengarkan lama-lama penjelasan agni, shilla memilih berlari dengan kecepatan penuh. Mengingat letak danau itu tidak bisa di bilang dekat. Benar-benar bisa karatan, entah siapa yang menemuinya.

Shilla tak bisa menduga-duga, siapa sebenarnya orang itu. kalo di lihat dari tingkah agni yang sampai ngamuk seperti itu. bisa saja itu... rio. tapi mengingat sifat rio, apa mungkin dia mau bela-belain kesini Cuma untuk nemuin dia? itu impossible banget! Lagian kalo tu anak kesini, ngapain tadi telpon?. Dan, jika itu gabriel. Itu jauh masuk akal.

Shilla memelankan langkah, hingga akhirnya berhenti tepat 3 langkah di depan pemuda tampan yang tengah memejamkan matanya itu. memang ini jauh lebih masuk akal.

“hai kak..”

Astaga! Gabriel mengerjap cepat, benar-benar tidak menyadari kehadiran shilla. ia mengembangkan senyum. Menggeser sedikit duduknya.

Tanpa di minta, shilla sudah mengambil posisi di samping gabriel.

Gabriel mengusap puncak kepala shilla, terlalu bersemangat. Seperti sedang membuncahkan semua keinginan untuk melakukan hal itu, yang beberapa hari ini harus ia pendam karena tak bisa bertemua pujaan hatinya itu. “ Apa kabar kamu shilla?”

Shilla menoleh, tersenyum riang. Merasa sangat senang dengan gabriel yang mengusap puncak kepalanya seperti itu. ia sangat merindukannya. “baik.”

“ lalu bagaimana kabar hati kamu?”

Dengan cepat senyum shilla lenyap, menjadi tiba-tiba gugup karena belum siap untuk topik yang baru saja di angkat gabriel. Ya tuhan, tak bisakah dia di ijinkan merasakan kebahagiaan lebih lama lagi. Yang tanpa tekanan seperti ini.

Bagaimana? Ya bagaimana? Itu memang sudah hampir 1 minggu yang lalu, tapi memang benar shilla belum benar-benar memikirkannya.

“bagaimana shilla?” gabriel mengulang pertanyaannya, tetap menampilkan senyum ramahnya. Meski yang di hatinya, rasanya sudah hampir meledak.

“ Bagaimana dengan hatimu?” ulang gabriel lagi. “ Apa sudah aku yang menempatinya?”

Shilla menghela nafas. Menatap gabriel dengan keraguan yang siap membuatnya semakin tertekan.

“aku....

Senyum ramah gabriel tiba-tiba lenyap. Merasakan seluruh badannya yang tiba-tiba menegang. Benar-benar tidak bisa menduga apa yang akan di katakan shilla selanjutnya.

Shilla menarik nafas panjang, membentuk keyakinan. Bibirnya terbentuk senyuman. matanya menunjukkan keyakinan yang sudah mulai hadir.

“ aku mencintai kakak...”

Kedua ujung bibir gabriel kembali terangkat, membentuk senyuman terindah karena hatinya seperti tengah merasakan hal yang paling indah.


To be continued.....

Minggu, 20 Oktober 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 20 )

Dan bila..
Rasa itu telah hadir, tak usah di cari
Karena dia akan menunjukkan diri dengan sendirinya

“Pasang oksigen!! CEPAT!!” perintah laki-laki paruh baya berjas putih, ia sedang bersiap untuk menyuntikan cairan 1 cc ke kulit pasiennya.

Mendapat perintah seperti itu, laki-laki lain berseragam putih-putih segera berlari ke ruangan lain yang sudah sangat ia hapal sebagai tempat-tempat alat kesehatan di letakan di rumah besar itu.

Tidak butuh waktu lama, laki-laki berseragam putih itu sudah kembali dengan troli yang berisi berbagai alat steril untuk memasang oksigen, di belakangnya orang berpakaian serba hitam membantunya membawakan tabung oksigen.

Pemasangan oksigen telah selesai di lakukan. Setelah beberapa menit, si pasien yang tadinya bernafas berat dan tersengal. Kini sudah bisa bernafas lebih teratur dan tenang.

 “Merasa lebih baik mario? “

Rio mengangkat satu ujung bibirnya, mengangguk lemah menjawab pertanyaan dokter pribadinya. Dokter putra.

“Sudah bisa menjelaskan kenapa bisa kambuh sampai seperti ini?” tanya dokter putra lagi.

Dengan masih sangat lemah, rio tertawa. Ia mengangkat bahu lemah.”Saya manusia biasa.” Ujarnya serak.

“EVERYTHING OKE?”

Semuanya menoleh ke arah sumber suara, termasuk dokter putra yang sudah siap membuka mulutnya untuk mengomeli pasien kehormatannya.

“Dok. Rio gak papa? Apa ada masalah serius?..” rancau suara itu lagi tidak sabar dan terlihat sangat khawatir.

Dokter putra mengangguk beberapa kali, melirik rio sekilas, “ Tanyakan sahabatmu ini, apa yang sudah dia lakukan sampai menyebabkan masalah seperti ini?”

Rio menyeringai.”Tenang vin, semuanya sudah aman terkendali.” Ujar rio, suaranya masih pelan dan serak. Tapi hal itu setidaknya membuat alvin untuk saat ini bisa bernafas lega.

Dokter putra menggelengkan kepalanya. Mengenali betul sikap pasiennya ini yang selalu berusaha membuat orang di sekitarnya tidak khawatir. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu setelah hampir tercekik karena kehabisan nafas.

 “Ini.. silahkan untuk di habiskan!!” perintah dokter putra sedikit galak. “.. dan vin, pastikan sahabatmu yang keras kepala ini benar-benar menghabiskan obatnya.” Ujar dokter itu lagi.

Alvin mengangguk-ngangguk semangat dan Rio hanya mengangkat satu ujung bibirnya sebagai respon.

“kalo begitu dokter permisi dulu, dokter meninggalkan satu perawat untuk memantau kamu beberapa jam ke depan ya mario..”

“Ya.. makasih dok..” sahut rio singkat, lalu dokter, perawat dan beberapa pengawal meninggalkan kamar besar miliknya, menyisakan dirinya dan alvin yang saat ini sudah duduk di pinggir tempat tidurnya.

Rio memencet salah satu tombol merah di dekat tempat tidurnya. Tidak lama dari itu, seorang wanita berseragam umur 30an masuk ke kamar besar miliknya.

“Ada yang bisa saya bantu tuan?” ujar wanita itu penuh hormat.

Rio menoleh ke arah Alvin.”Mau apa lo vin?”

“Ha?” alvin agak terkejut, dasar tuan muda ini.”Gak usah repot-repot lah. Tapi.. juice jeruk sama burger boleh juga mbak.”

Sedikit menahan tawa, pelayan itu mengangguk.”Ada yang di perlukan lagi tuan?..”

“Udah itu aja...” jawab alvin. Membuat Pelayan itu mengangguk lagi, lalu meninggalkan ruangan itu dengan cepat.

Tiba-tiba Alvin mengembangkan senyum, selalu merasa makmur jika bertamu di rumah sahabatnya. Benar-benar bisa menginginkan apa saja.

“Lo bolos?”

Alvin menoleh, menampilkan deratan giginya.”Apa boleh buat. Gue khawatir banget sama lo..”

Rio menyeringai. “Modus lo.. ” Alvin semakin nyengir. ”Lakuin apa mau lo vin, gue ngantuk..”

“Begadang lo?”

 “Gue belum tidur dari semalem malah..”

Alvin menautkan kedua alisnya.” Lagi mikirin apaan lo? pantes drop gini..”

Rio mendesah. “Entahlah...” jawabnya singkat. Memejamkan mata. Dan berharap saat bangun lagi, tak ada lagi yang mengganggu pikirannya.



***


Suara petikan gitar mendominasi malam sunyi yang dingin di blakon kamar cakka. Dengan di temani secangkir coffe hitam dan suara jangkrik yang beberapa kali menyeruak, Cakka
tengah dengan asal memetik gitar yang di belikan ayahnya saat ulang tahunnya ke 17.

Cakka berhenti memetik, jari –jarinya mulai terasa perih akibat tak berhenti memetik gitar kesayangannya secara asal sejak 1 jam yang lalu. Cakka menengadah, menghadap langit hitam yang bertaburan banyak bintang .

Pikirannya melayang. Ada memori kecil yang selalu siap untuk di ingat jika dirinya sedang sendiri seperti ini.

-


Cakka kecil lari tunggang langgang membawa dua mangkuk kecil eskrim yang baru saja ia beli dari mobil eskrim yang standby di taman kompleks dekat rumahnya.

“tuan putri, aku bawakan eskrim cokelat kesukaan tuan putri..” si gadis kecil bermahkota yang di buat dari daun-daunan tertawa riang menerima eskrim dari cakka.

“yeee!!! ayoo. Kita makan sama-sama!!!!”

Keduanya menghabiskan eskrim masing-masing dengan penuh semangat dan begitu menikmati. Tak ada yang membuka suara sama sekali hingga mangkok eskrim keduanya kosong.

“makasih ya cakka, eskrimnya enak banget...” si gadis kecil berucap dengan mata berbinar penuh kebahagiaan.

“sama-sama tuan putri...”

“aku seneng kalo di beliin eskrim gini sama cakka. “

Cakka mengembangkan senyum.” Aku seneng kalo tuan putri seneng.”

“okedeh. Aku janji kalo terus-terusan sama cakka aku bakal selalu seneng. Janji kelingking”  Cakka menyambut tanpa beban uluran kelingking mungil sang gadis, dan kelingking keduanya saling bertautan. Membentuk janji mengikat dari salah satu kedua pembuat janji.

-


Dan sekarang, apa janji itu masih tetap sama.

“WOI!!...” cakka mengerjap. “BENGONG AJA!!!” agni sudah muncul di blakon sebrang blakon kamar miliknya.

Cakka tersenyum sekilas, lalu berucap pelan. “sini ag, temenin gue?” cakka menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya, bermaksud memberi petunjuk untuk agni agar duduk di sana.

Sebelum agni menurut ia sempat menyerengitkan dahi heran. “Tumben gak ngomel udah di kagetin?”. Cukup melangkah panjang untuk mencapai blakon kamar cakka yang kelewat mepet dari blakon kamarnya, dan kini agni sudah menapak di lantai keramik biru gelap blakon cakka.

“lagi galau lo?” tanya agni cepat.

“ha? Gak kok. Apaan deh galau? Kayak cewek aja..”

“lho? Situ cowok to?”

Cakka menonyor kepala agni cepat. Agni tidak merespon, hanya tertawa pelan sebentar.

“ngerasa gak sih ag, kalo sekarang si shilla beda?

“beda?” agni menautkan alisnya tengah berpikir keras, “beda gimana ya? Perasaan masih kayak shilla yang biasa deh?”

“lo gak ngerti ag? “

“Gak ngerti apaan?”

“dia itu udah jarang kumpul sama kita lagi. Jarang ngobrol juga, terus kelihatan sibuk banget gitu. Beda lah pokoknya!!”

“ah, masa sih? Lo nya yang terlalu sensitif kali kka, atau mungkin memang shilla nya lagi sibuk beneran.”

“mungkin..”

Agni menipiskan bibir, membentuk senyum yang sangat tipis. Dia bukannya tidak tahu, hanya sedang berpura-pura tidak tahu. Dia tahu sekali maksud pemuda di sampingnya. Iya. Dia tahu.


***


AISSSHHH. Shilla membanting ponselnya pelan ke tempat tidurnya. Ia kesal tidak pernah berhasil menunaikan level terakhir game angry birds Rio di ponselnya. Angry bird RIO? oh ya tuhan.

Shilla melirik album foto merah muda di meja belajarnya. Ia berdiri, melangkah menghampiri album foto itu. Langsung ia buka pada lembar terakhir.

Benar kata agni. Waktu itu akan datang, dan nyatanya...  sudah datang. Waktu di mana dia harus menentukan pilihan. Dan sampai sekarang shilla tidak punya jawaban. Tidak ada yang lebih berat, mereka berdua imbang. Benar-benar Fifty fifty.

Shilla ambil dua foto di lembar terakhir album foto itu. Foto pertama, foto gabriel yang ia ambil secara diam-diam. foto kedua, foto Rio bersama dirinya yang di ambil saat rio baru membelikannya ponsel.

“Shilla..”

Whoa! Dua foto itu kini berterbangan. Suara yang ternyata milik bundanya membuatnya sangat terkejut.

“eh, bunda bikin kaget ya?”

Shilla hanya tersenyum. ia pungut lagi kedua foto yang jatuh tidak jauh dari dirinya, tanpa semangat.

Ina memiringkan kepala, merasa aneh dengan sikap putri nya yang lebih pendiam malam ini.

“bunda?”

“ya?” sedikit tersentak, ina menyerengitkan dahinya.

“Apa yang bakal bunda lakuin? eemm. Kalo bunda di hadapin 2 pilihan yang gak ada yang lebih dominan untuk di pilih?

Ina tersenyum, seakan mengerti masalah apa yang sedang di hadapi putri tunggalnya.  Ia hampiri putrinya.” Bunda bakal cari jawabannya di hati bunda. Bukannya, Semua yang kita rasakan selalu ada di hati kita.”

Shilla mendongak. Mengerutkan dahi.”tapi.. Gimana kalo di hati kita isi nya juga dua-duanya?”

Ina menggeleng.” Satu hati tercipta untuk satu orang shilla.”

Shilla tidak lagi membuka mulutnya. Merenungi perkataan bundanya. Semakin bingung, karena belum menemukan siapa yang benar-benar ada di hatinya.”Tapi gimana caranya biar tau ya bun? Yang bener-bener di hati.”

“Itu gak bisa di ketahui shill, tapi di rasakan.”

Shilla menggelengkan kepal, masih saja tidak mengerti.”aduh... jadi milih yang mana ya?”

“kamu tunggu sebentar..”

Tidak butuh waktu lama, 5 menit setelahnya Ina sudah kembali dengan 2 piring di tangannya.”Tadi bunda dapet cake dari tante maya....”

Shilla memiringkan kepala.

“ada cake coklat sama cake keju di sini.. kamu pilih mana?” tanya ina.

Tanpa ragu, shilla mengambil piring berisi cake cokelat dari tangan ina.”ya cake cokelat dong bun, bunda kan tau sendiri aku suka cokelat.”

“Memang kalo udah di suka gitu, milihnya harus yang di suka? Gak mau nyoba yang cake keju? Udah tau rasanya cake keju?”

Shilla menggeleng, menaruh piring berisi cake cokelat di sampingnya. Mendadak ragu.

Ina tersenyum.”mau nyoba?”

Shilla mengangguk, ia terima cake keju dari bundanya. Ia menggigit cake keju itu dalam ukuran besar. Ia mengangguk-angguk beberapa kali, lalu menggigit cake keju untuk kedua kalinya.

“enak?”

Sedikit tersentak, shilla mendongak. Dengan malu-malu mengangguk beberapa kali sebagai tanda setuju bahwa cake keju itu enak.

“Begitulah pilihan shilla. pilihan gak selamanya jatuh ke yang kita anggap kita sukai. Kenali terlebih dahulu keduanya. Kamu.. Jangan terlalu fokus sama cokelat karena dari awal kamu suka cokelat. Rasakan keju juga, jangan hanya di pandang sebelah mata. Kamu butuh tau, Bagaimana keduanya. Dan nantinya, dengan sendirinya hatimu akan menggiringmu menuju jawabannya. “ ina berhenti sebentar. Membelai rambut lembut shilla.

“  Apa yang dari awal kita nobatkan menjadi sesuatu yang kita suka belum tentu yang terbaik. Bisa aja setelah kamu juga makan cake yang coklat, kamu akan menilai bahwa cake keju lebih enak.”

Shilla masih saja diam. Ina membelai penuh sayang sekali lagi rambutnya.

“Kamu tidur ya, udah malem... ingat shilla, jangan memilih sebelum tahu dua-duanya.” Ina tersenyum sekilas. Berdiri dari duduknya. Membenarkan selimut shilla, yang sudah memposisikan diri senyaman mungkin di single bad nya. “sleep well sweety”

Ina melangkah meninggalkan kamar shilla. Dan tepat sesaat sebelum benar-benar meninggalkan kamar itu, Ina berhenti, membalik badan. Mengembangkan senyum melihat putrinya, melihat gadis itu kini sudah tumbuh dewasa. Kamu bisa menghadapi ini shilla, bahkan kamu akan menghadapi ini dengan sangat baik.


***



Sepulang sekolah, shilla dan teman-temannya yang juga menjadi peserta kemah mendapat pengarahan dari kepala sekolah. Mengingat rombongan itu akan berangkat besok, minggu sore.

Setelah 30 menit harus berpanas-panasan berbaris di halaman sekolah, akhirnya pengarahan itu selesai. Hal itu langsung di sambut 30 siswa yang turut dalam kemah itu bersorak gembira, karena dengan berakhirnya pengarahan itu mereka juga terbebas dari polusi suara yang di sebabkan suara melengking milik kepala sekolahnya.

“Shill.. gue duluan ya, bokap udah nunggu tuh..”

Shilla menoleh,”Oh oke ag, ati-ati ya..” agni mengangguk, melambaikan tangan sebelum berlari menuju lapangan parkir, ke tempat ayahnya menunggu dirinya.

HUFT. Shilla mendudukkan dirinya di bangku panjang milik taman sekolahnya. Bermaksud istirahat sebentar sebelum berjuang bersama sepedanya untuk sampai ke rumah.

Drrt drrtt.

Shilla merogoh saku seragamnya, mengambil ponselnya yang baru saja bergetar menandakan ada sms yang baru saja masuk.

To        : Kak gabriel
Shilla, semoga kemah kamu 1 minggu kedepan berjalan dengan baik yaa.
Kakak akan merindukan kamu

Senyum shilla terkembang. Mengingat bagaimana Gabriel selalu memperlakukannya dengan manis. Isshhh. Shilla mengetuk-ngetuk dahinya, tiba-tiba saat pikirannya tengah melayang jauh memikirkan kisah indahnya bersama gabriel nama Rio juga muncul di pikirannya. Lalu, tiba-tiba ia jadi Bertanya-tanya mengapa pemuda itu tidak memberinya pesan singkat seperti halnya yang gabriel lakukan. Bukankah 2 pemuda itu sangat bertolak belakang?

Shilla memiringkan kepala, berfikir keras tentang sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di pikirannya. Dan.. hei.. bukannya shilla tidak pernah memberi tahu Rio tentang kemahnya. Jadi jawaban atas pertanyaannya kenapa pemuda itu tidak berkomentar tentang kepergiannya, karena pemuda itu tidak tau bukan? . Astaga. Apakah itu artinya Shilla sudah memperlakukan keduanya secara berbeda. Itu artinya dirinya tidak adil.

Shilla berkutat lagi dengan ponselnya, mencari kontak dengan nama ‘Mario sayang’ . Klik

Tersambung. Dan... shilla mendesah. Tidak di angkat.

Shilla coba sekali lagi, dan .. tidak di angkat lagi. Cepat-cepat shilla putuskan sambungan. Apa yang sudah dia lakukan? Lagipula, Apa Rio akan peduli jika dia memberitahu tentang kemahnya. Bahkan ini seperti menjatuhkan harga dirinya. Tapi, shilla hanya sedang mencoba berlaku adil kok. IYA. Berlaku adil. Itu saja.

Akan shilla coba menelpon pemuda itu sekali lagi. Oh, SIAL. Masih aja gak di angkat. Sebenarnya apa yang sedang di lakukan pemuda itu. bisa-bisanya mengabaikan 3 telpon darinya.

Shilla membanting pelan ponsel itu di sampingnya. Akan mencoba tak acuh tentang pengabaian itu. Ah, astaga. Shilla benar-benar tidak bisa untuk berpura-pura tidak peduli. ia raih ponselnya lagi, mencari kontak lain. Kak Alvin. Klik

Hallo..”

Shilla diam. Tiba-tiba lidahnya kelu.

Hallo.. Shilla..”

“eh. Hallo kak..”

Terdengar pemuda di seberang telpon terkikik sebentar.”Ada yang bisa kakak bantu shill?..”

Shilla menggigiti bawah bibirnya, sedikit menyesal karena terlalu terbaru-buru mengambil langkah menelpon Alvin untuk menanyakan keberadaan Rio. Karena kenyataannya, sekarang dirinya merasa malu.

“ Eee..” shilla benar-benar tidak tahu harus mengawali pertanyaannya.

Soal rio?...” suara alvin terdengar lagi, membuat shilla harus mengetuk-ngetuk kepalanya berkali-kali karena benar-benar malu bisa semudah itu alvin menebak tujuannya menelpon pemuda itu. “Mau tanya apa shill soal Rio?” suara alvin terdengar lagi.

Ah sudahlah, sudah terlanjur basah ini. “ee.. orang itu kemana ya kak. kok aku telpon gak di angkat?”

Terdengar alvin terkikik lagi. “Orang itu.. punya nama shill.”

Shilla tersentak. Aduh shilla, kamu benar-benar membuat dirimu sendiri di timpa malu berlipat-lipat.”Ee~ maksud aku si Rio kak..”

dia masih di sekolah shill..”

“Sekolah?”

Iya. Beberapa hari ini Rio setiap pulang sekolah, gak langsung pulang. Dia di sekolah, katanya sih belajar..”

Shilla mengangguk-nganggukkan kepalanya. Seperti tidak menyadari kalo lawan bicaranya tidak akan pernah bisa melihatnya.” Oh gitu... Eee~ Yaudah ya kak, udah dulu, aku udah malu banget nih sama kakak. Makasih infonya.”

Terdengar, alvin terbahak di seberang telepon. “Santai aja kali shill.. Oya.. ngomong-ngomong kelas Rio 12 IPS 1.. mungkin itu bisa ngemudahin kamu.”

“eh iya, sekali lagi makasih kak alvin. Bye.”

bye shilla.”

Klik. OH SIALAN!!. Shilla menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lain kali, Shilla benar-benar harus memikirkan setiap langkah yang akan di ambil. Oh, kamu best stupid girl sedunia shilla. OK. Sekarang apa yang bakal kamu lakuin selanjutnya Shilla?


***


Sekolah sudah sepi. Yah, tidak heran juga mengingat sekarang sudah pukul lima sore. Shilla berjalan sambil terus waspada, karena harus ia akui suasana di sini cukup menyeramkan. Berkali-kali dia juga harus mendongak ke bagian atas pintu untuk mencari di mana kelas 12 IPS 1. Dan Hal ini cukup membuat shilla jengkel. Karena sudah cukup jauh shilla melangkah memasuki area sekolah, dia masih saja belum menemukan kelas itu.

Eh. Ini 12 IPS 5. Mungkin 12 IPS 1 gak jauh dari sini. Shilla melangkah lagi, lebih semangat kali ini. Ia menghela nafas saat papan bertuliskan 12 IPS 1 sudah terlihat dari tempatnya berdiri saat ini.

Shilla menarik nafas panjang, menyiapkan diri untuk menghadapi kejadian yang akan terjadi selanjutnya. Sambil menyiapkan juga kalimat apa yang akan pertama kali Ia ucapkan, agar tidak terlihat canggung. Dengan perlahan Shilla membuka pintu berwarna hijau tua kelas itu.

“ hai Ri..” kata-kata Shilla terhenti saat melihat pemandangan di depannya.

Hari memang sudah sore dan ruang kelas itu berbias cahaya merah yang dihasilkan matahari senja. Namun Shilla yakin satu-satunya sosok yang ia lihat di dalam ruangan itu adalah Rio. Namun Shilla sama sekali tidak menyangka akan menemukan Rio sedang tidur -dengan sangat nyenyak dan nyamannya di atas bangkunya. Beberapa buku bertebaran di atas meja itu.

Shilla menghela nafas melihat pemandangan ini. Sudut-sudut bibirnya sedikit terangkat. Dengan sangat perlahan shilla melangkah mendekati Rio.

"Jadi ini? yang bikin kamu gak angkat telpon aku?” rancau shilla pelan, sambil membereskan buku-buku Rio.

Shilla sudah selesai membereskan semua buku Rio. Kini yang Shilla lakukan hanya memperhatikan Rio dalam diam. Dan tiba-tiba saja, detak jantung Shilla berdetak lebih cepat dari biasanya. Dengan cepat, shilla berbalik memunggungi Rio.

Shilla menarik nafasnya lebih dalam, berusaha untuk menenangkan dirinya. Kemudian setelah detak jantungnya kembali normal, perlahan dia membalikan tubuhnya kembali menghadap Rio lagi. Dan detak jantungnya kembali tidak wajar. Shilla menggeleng-gelengkan kepala, berusaha untuk melawan kali ini. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak pingsan saat itu juga. ya tuhan, tapi memang rio terlihat berjuta-juta kali lebih tampan jika sedang tertidur tenang seperti itu.

Shilla mengulurkan tangannya untuk membangunkan Rio, mengguncangkan tubuh pucat berbalut seragam sekolah yang acak-acakan itu perlahan.

"R-rio.." suara shilla serak dan lemah. Shilla berdeham dan mencoba lagi.

"Rio..” suara shilla lebih keras. Rio meresponnya, walaupun cuma sebuah geraman rendah.

Shilla mengerucutkan bibirnya. Mencondongkan tubuhnya, mendekatkan diri pada Rio. Awalnya dia memang berniat untuk berteriak di telinga pemuda itu, namun saat dia sudah cukup dekat untuk bisa menghirup aroma tubuh Rio, pikirannya jadi kosong. Karena diam-diam, shilla menyukai harum tubuh itu. dan dia bertahan dalam posisi itu cukup lama.

"Udah puas liatin gue nya?..."

Whoa!! Shilla melonjak kaget saat mendengar suara Rio. Pemuda itu saat ini sedang melihatnya dengan seringai menyebalkan di bibirnya.

Rio menyangga dagunya dengan kedua tangannya.”udah mau mengakui kalo ternyata gue ganteng?”

“eh? Apa?”

Rio menyeringai lagi. ”Ngapain kesini? Kangen?” ujarnya menggoda.

"eh? Ee~ gue... gue..." ucap Shilla tergagap.

Rio hanya memandangi Shilla dalam diam. Menikmati pemandangan shilla yang sedang bergelagat salah tingkah di depannya. Baginya ini begitu sayang jika untuk di lewatkan.

“E-lo ngapain senyum-senyum gitu liatin gue? Ha?” kata shilla galak. Mencoba mengalihkan rasa malu yang –entah kenapa- bertubi-tubi menyerangnya hari ini.

Rio mengangkat satu ujung bibir ini. Gadis ini.” Diam di situ..” perintahnya, suaranya masih serak.

“Ha?” Detik selanjutnya, Rio bangkit dari duduknya. Dengan langkah pelan, menghampiri shilla.

Shilla yang tidak tahu apa yang di pikirkan rio yang tengah menghampirinya dengan terus menatapnya, diam-diam waspada. Dalam hati menyesal karena menghampiri pemuda mesum itu sendirian. Ia melangkah mundur perlahan,  mengimbangi setiap langkah rio yang semakin dekat dengan dirinya.

Dug. Aduh. Shilla menoleh sebentar belakangnya, ternyata baru saja dia menabrak meja lain di kelas itu. ya tuhan. Apa yang harus dia lakukan.

Shilla sama sekali tidak sadar kapan Rio memulainya. Yang ia tahu, sekarang pemuda itu tengah memeluknya. Erat dan....  Hangat. Ia membrontak kecil, dia terlalu terkejut dengan pelukan tiba-tiba ini.

“gak papa shill, sebentar aja..” kata rio, suaranya pelan dan serak.

Mendengar itu, shilla tak lagi membrontak. Ia membiarkan tubuh mungilnya di peluk rio yang kini semakin erat memeluknya, bahkan shilla bisa merasakan dagu Rio menekan pelan puncak kepalanya.

Sudah 5 menit waktu berjalan, rio tak kunjung melepaskan pelukannya. Malah semakin mengeratkan pelukan itu.

Rio mendesah. haah “selamanya, aku mau gini terus...”

Dua ujung bibir shilla sedikit terangkat, entah kenapa merasa berbunga mendengar kata-kata itu.

“Apa ada yang pengen kamu sampaiin ke aku? Nyampe bikin kamu jauh-jauh kesini..” tanya Rio, berubah drastis, jauh lebih manis.

“Eee.. itu... “ Tangan shilla meremas-remas rok abu-abunya. Tiba-tiba tidak berkutik, lidahnya kelu untuk menyampaikan alasannya yang setelah di pikir-pikir tidak cukup penting sampai membuatnya nekat ke tempat ini.

Rio menautkan alis, merasa heran kenapa gadis yang di peluknya tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

Shilla agak tersentak, saat tau-tau pelukan rio melonggar, lalu akhirnya lepas. Ia mendongak sekilas. Saat tau jarak mereka masih sangat dekat. Ia menunduk lagi.” Aku ... sebenernya mau ngasih tau kamu dari telepon, tapi aku udah 3 kali nelpon kamu gak kamu angkat.” Ujarnya sangat gugup.

Rio melirik sekilas ke arah tasnya, ia benar-benar tidak tahu tentang 3 panggilan yang di maksud shilla.” Aku gak tau ada telpon.. tapi Aku bersyukur kalo itu jadi bikin kamu kesini.”

Shilla melirik sebal rio, mendengus keras.

Rio tersenyum sekilas.”jadi, sebenernya mau ngasih tau apa?”

Lagi-lagi shilla harus di buat tersentak. Bahkan kini shilla sudah tidak yakin dengan alasannya yang membawanya kesini. ”itu... ee.. Sebenernya.. Aku mau ngasih tau, ee.. Aku besok mau berangkat kemah  1 minggu.. jadi, Ya aku cuma mau pamit aja.”

Rio membulatkan mulut, mengangguk-ngangguk beberapa kali.” Aku udah tau...”

Shilla melongo. Lalu buat apa dia berfikiran pemuda ini tidak mengiriminya pesan singkat, karena pemuda itu tidak tahu tentang hal itu. Padahal nyatanya..  pemuda ini sudah tahu, dan tidak berkomentar apa-apa, jadi bisa saja alasan pemuda itu karena tidak peduli. Dan kenekatannya datang kesini dengan bermodalkan sepeda, sia-sia. Haha ini bagus sekali.

Shilla mendelik ke arah rio.”Kalo gitu urusan gue udah selesai...” nada suara Shilla berubah menjadi tidak bersahabat. Rio sempat menyerengitkan dahi akibat perubahan sikap gadis di depannya itu.

Rio menahan tangan Shilla yang dengan cepat membalik badan dan akan segera pergi meninggalkan dirinya.” Tunggu sebentar..”

Rio menghampiri tasnya, dengan menyeret shilla. memasukkan beberapa buku yang tadi sempat di bereskan oleh shilla ke dalam tasnya. Dengan hanya menggunakan tangan kirinya

“yuuk...” shilla hanya bisa menurut, memang apa lagi yang bisa dia lakukan kalo rio sudah menarik pergelangan tangannya seperti ini.


*


“Lho? Mau kemana?” baru saja, dengan sedikit di paksa Rio, shilla memasuki mobil Rio.

“Ya pulang..”

“Sepeda gue gimana?”

Rio berdecak, menoleh shilla.” Yakin? Masih berani pulang naik sepeda?” rio melirik jam tangannya.” Udah hampir jam 6 sih ini, tapi .. kalo lo tetep mau pulang sendiri yaa.. apa boleh buat?”

Shilla menggigiti bawah bibirnya. Tidak lagi berkomentar apapun.

“Nih...” Astaga. Shilla melirik sebal rio. Meski setelahnya, Shilla lebih tertarik melihat isi paper bag yang entah darimana rio mengambilnya daripada mengomeli pemuda itu karena sudah mengagetinya.

Shilla menoleh ke Rio. ”Ini maksudnya apa?”

“Gue beli itu, begitu gue tau lo mau kemah. Tapi .. karena banyak kejadian-kejadian aneh akhir-akhir ini di hidup gue.” rio mengangkat bahu.” Entahlah.. gue jadi lupa pernah beliin itu buat lo. untung lo tadi ngingetin..”

Shilla mengerucutkan bibir. Meski sejujurnya dalam hati sangat tersanjung dengan kenyataan –meski-sempat-lupa- rio sudah berinisiatif membelikan hadiah itu untuknya.

“Makasih..” kata shilla pelan akhirnya.

“Udah gak marah lagi?” sahut Rio jahil.

Shilla menganga. Menoleh cepat ke arah Rio. Melihat pemuda itu tengah menatapnya geli. Akhirnya dia tertawa, mendorong bahu Rio keras. Sambil berseru ”Nyebelin...”

“tapi ganteng kan?”

Shilla ternganga –lagi. Menjulurkan lidah ke rio. lalu melipat tangan di dada, pura-pura merajuk. Meski percayalah. Hatinya bergejolak bahagia. Ya memang benar-benar merasa bahagia, entah apa maksudnya ini. ah entah... entah...




To be continued...