Minggu, 26 Januari 2014

Kamu Untuk Aku ( Part 22 )

Kamu Untuk Aku
3 kata, penuh arti, penuh rasa... cinta
Mengikat, tak-bisa-dibantah...

“suka?”

Shilla menoleh, menatap laki-laki jangkung yang baru saja muncul dari pintu rumah pohon berukuran 3 x 3 meter itu dengan mata berbinar. Ia menjawab dengan mengangguk-nganggukkan kepala semangat.
           
“apa ada yang perlu di rubah?”

Sekali lagi, shilla yang sedang mengagumi setiap inci keindahan rumah pohon yang sudah ada di belakang rumahnya setelah ia kembali dari kemah 1 minggu ini menoleh ke sumber suara. kali ini ia menggeleng, tak ada yang perlu di rubah. Ini sudah sangat luar biasa indah.

“emm.. gak berminat buka “something” yang di tutupi kain itu?” shilla mengikuti arah tunjuk pemuda itu, lalu masih tanpa membuka suara, ia berjalan mendekati benda tertutup kain abu-abu di dekat jendela besar di sisi kiri rumah pohon itu.

“ayo di buka..” shilla menoleh ke pemuda itu lagi, lalu dengan perlahan ia tarik kain besar itu.

Shilla semakin di buat ternganga, kehadiran rumah pohon dengan arsitektur sekeren ini saja  sudah sangat membuat bahagia, di tambah ada teropong bintang di dalamnya. Kurang sempurna apalagi rumah pohon ini? kurang bahagia apalagi hidup shilla.

Shilla hampir menangis saat pandangannya bertemu dengan pandangan pemuda di samping kanannya. “rio... ini..

“punya lo lah, dan lo boleh bilang makasih sama gue..”

Shilla tertawa sambil mengusap air matanya yang akhirnya benar-benar menetes.

“oke.. sama-sama shilla.” shilla tertawa lagi, puncak kepalanya sudah di acak pelan oleh rio. Oleh pemuda yang entah kenapa ia rindukan 1 minggu ini. Ia nanti-nati perintah-tak-terbantahnya. dan percaya atau tidak, bahkan shilla berjuang setengah mati untuk menahan rasa gembiranya ketika secara tiba-tiba pemuda ini menjemputnya di perkemahan tadi sore, melarangnya pulang bersama rombongan, dan sekarang memberi sesuatu yang lagi-lagi memang ia inginkan. selalu yang ia inginkan. Eh tunggu.....

“yah, mendung nih. Lo Gak bisa belajar make teropongnya hari ini deh..” rio berucap sedikit kesal sambil memandangi langit dari jendela besar rumah pohon itu. membuat lamunan shilla terbuyar dan mengikuti arah pandang pemuda itu, menatap ke langit yang Memang nampak pekat dengan gumpalan asap-asap putih yang tidak terlalu kentara, cukup mengerikan. Di tambah angin berkali-kali berhembus cukup kencang. Sebenarnya suasana itu benar-benar mengerikan.


*


“makasih io..” ujar shilla pelan, meski begitu suara nya tetap terdengar oleh pemuda yang saat ini lagi-lagi mengusap puncak kepalanya lembut.

Shilla melirik pemuda di sampingnya sekilas,” emm, lo udah.. luar biasa baik sama gue.. sekali lagi makasih. Dan.. apa yang perlu gue lakuin sebagai balas budi ? gue rela ... ngelakuin apapun yang lo minta.”

Rio menyeringai.”enggak shill.. lo gak perlu ngelakuin apa-apa.”

Shilla hendak memprotes, ia sangat serius dengan tawarannya. Karena akan terasa aneh jika dia tidak melakukan apa-apa atas semua kebaikan pemuda di hadapannya ini, yang shilla pikir setiap kebaikan itu pasti ada alasannya. ”tapi, buat apa lo ngelakuin semua ini kalo gak ada alasannya. Lo tinggal bilang aja lo minta apa io. Bakal gue turutin, kalo gue bisa.”

“kamu..” rio menatap mata shilla lembut, lama.”aku mau kamu shilla. apa bisa?”

Shilla tersentak, diam.  Matanya masih terkunci dengan mata onyx rio yang cemerlang terpantul cahaya remang lampu rumah pohon itu. Masih membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna setiap kata yang baru saja di ucapkan pemuda di hadapannya itu.

Hingga akhirnya, rio menghadap kembali ke depan, melepas tatapan matanya pada mata coklat  shilla yang malam ini begitu bersinar. Tidak ingin terperosok terlalu dalam dengan mata teduh itu, terperosok pada harapannya yang –mungkin- semakin sulit untuk di capai. Memiliki gadis itu seutuhnya. Bahkan untuk seseorang yang dinobatkan mempunyai perintah-tak-terbantah seperti dia pun merasa pesimis untuk harapan itu.

“apa lo m- beneran cin.ta ss~ sama gue..” ujar shilla terbata, ia kalut.”emm. m- maksud gue dari segala sikap buruk gue ke lo, dan dengan segala kekuasaan dan segala keinginan tak terbantah lo, emm m-mungkin aja kan, kalo ini semua taktik yang lo susun karena lo berkeinginan ngehancurin gue, lo pengen balas dendam. emm bisa aja kan, kalo awalnya manis... dan selanjutnya bakal lo buat pah~

Shilla mematung, tak bisa melanjutkan lagi kalimat panjangnya, saat dirasanya sesuatu yang basah menyapu bibirnya lembut. Otaknya memerintahnya untuk membrontak, tapi sebagian hatinya tak rela.

Shilla hanya bisa menutup kedua matanya, merasakan kehangatan di bibirnya yang semakin membuatnya tak sadar, melayang.

Salah satu tangan Rio perlahan melingkar di pinggang ramping shilla, menggiring pemiliknya untuk mendekat kedalam pelukannya. Sedangkan tangan lainnya berada di pipi lembut shilla, menahan kepala shilla dengan lembut agar tidak menjauh darinya. Ia masih ingin meyakinkan gadis itu dengan keseriusannya.

Shilla masih tak bisa berkutik, ia tidak marah dengan pemuda yang saat ini bibir pucatnya masih menelusuri permukaan bibirnya dengan begitu lembut. Ia hanya ingin menikmatinya dalam... diam. menikmati sensani aneh menyenangkan yang baru pertama kali ia rasakan. Biarlah ia tetap melayang.

Dalam beberapa menit kemudian, rio melepas bibirnya perlahan, segera menarik nafas panjang untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sudah begitu menuntut. Tangan kirinya merosot dari pipi shilla, menekan dadanya yang terasa sangat .. sesak.

Jarak keduanya masih sangat dekat hingga shilla dapat merasakan deru nafas rio yang memburu didepan wajahnya. Ia masih.. diam. masih belum percaya dengan apa yang terjadi beberapa detik lalu. Tiba-tiba nafasnya sesak, pikiran dan hatinya saling berperang. pikiran nya yang ingin marah, tetapi hatinya melarang.

Setelah merasa nafasnya tak sesesak tadi, rio mengangkat kepala. Tangan kiri yang tadi ia gunakan untuk menekan dadanya, kini ia gunakan lagi untuk mengelus pipi lembut shilla. dan hal itu membuat shilla juga mengangkat kepalanya, mempertemukan tatapan matanya dengan tatapan mata rio dalam satu titik yang sama.

Shilla tertegun, menikmati tatapan mata rio yang malam itu begitu lembut.  “maafin aku shilla... maafin aku atas semua keinginanku yang maksa kamu harus mengikutinya.” Bisik rio serak, lalu tanpa memberi kesempatan shilla untuk berbicara, ia memeluk tubuh gadis itu erat-erat.”itu... karena... aku cinta kamu shilla, benar-benar cinta kamu. Dan tolong.. kamu percaya. Percaya sama aku yang mencintai kamu dengan begini.”

Air mata shilla menetes. Tapi, bibirnya tersenyum, hatinya tersenyum. Ia balas pelukan pemuda yang saat ini masih memeluknya dengan erat. Memang dia benci untuk selalu patuh pada pemuda angkuh yang memeluknya saat ini, tapi ia tak pernah menyesal jika dengan begitu dia bisa mencintai pemuda ini. IYA, shilla tidak akan menyangkal lagi. Shilla mencintai mario, sangat cinta.


*


Keduanya memilih untuk diam, membiarkan suara rintik-rintik hujan di atas genting menjadi satu-satunya suara yang terdengar. membiarkan kecanggungan menguasai keduanya.

Sudah cukup lama, hingga rio menoleh ke gadis di samping kanannya.”apa aku yang pertama?”

Shilla tersentak.”ha?”

Rio menampilkan senyum jahil dengan tatapan mata sedikit menggoda. Ia menunjuk bibirnya dengan jari telunjuk. Dan membuat shilla kembali menunduk setelah melihatnya, sepertinya gadis itu sudah mengerti maksud dari pertanyaannya.

Masih dengan menunduk, dan pasti dengan pipi bersemu, shilla menjawab nya dengan mengangguk pelan.

“kalo begitu.. kamu juga yang pertama.” Shilla tidak menjawab, hanya melirik rio sekilas.”Cuma mau njelasin, kalo aku bukan cowok brengsek yang hobby berciuman dengan para gadis-gadis, only with a special women, yaitu kamu, shilla..”

Shilla merasa pipinya semakin panas, ia semakin menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan senyum tersipunya. Ia perempuan spesial di hati rio. Ia merasa tersanjung dengan pengakuan pemuda itu.

Rio nampak bahagia dengan Bibir tipis yang melengkung membentuk sebuah senyuman, meski sebenarnya hatinya kalut, hatinya takut, takut kehilangan seseorang yang pada waktu yang sama memberinya kebahagian. Ia takut kehilangan shilla. karena jujur saja, ia masih  merasa sangat ragu, ragu akan apa yang sebenarnya di rasakan gadis cantik yang yang masih saja menunduk dalam itu. dan jika, akhirnya cintanya bertepuk sebelah tangan, rasa nya rio tak sanggup untuk menerima kenyataan sepahit itu. ia akan lebih memilih  terus untuk berada di keadaan seperti, tidak mendapat kepastian dari orang yang dicintai. Benar-benar seperti ini.. gantung.

”aku cinta kamu shill. Cinta banget. Dan... Suatu hari nanti.... aku janji.. aku pasti bakal miliki kamu, seutuhnya.. karena aku percaya... kamu untuk aku.” ujar rio pelan. Pandangannya kosong menatap hujan yang mulai deras dari jendela kaca di depannya.

Shilla mengangkat kepala. Mungkin saat ini waktunya, mengatakan kejujuran, kejujuran yang mungkin akan membuat mereka bahagia... selamanya.”apa kamu ingin tahu perasaanku? Ke kamu? Aku bisa menjawabnya sekarang“

Tidak. Rio belum siap, rio belum siap mendengar secara langsung penolakan dari gadis pujaannya. Biarkan ia tetap bertahan pada posisi yang seperti ini. “nggak, kamu gak boleh jawab apapun” Ujar rio. Gelisah.

Shilla mengatupkan kedua bibirnya, terkejut. ingin membenarkan yang perlu di benarkan.”m- apa ka.mu m- bener-bener gak mau tau?”

Rio menghela nafas, sekuat hati untuk bisa menerima, tapi ia tetap tidak bisa. Dia memang tidak siap. Ia tidak siap harus mundur perlahan, jika shilla menolaknya. ”tolong. jangan beritahu aku sekarang... biarkan.. aku tetap mencintaimu..”

Shilla menggigit bawah bibirnya, tidak tahu lagi harus berbuat apa? Seperti tinggal berteriak, tapi mulutnya terkunci.

Rio menyeringai, tidak suka melihat shilla terus-terusan menggigiti bawah bibirnya.“berhenti gigitin bibir bawah kamu shill, atau.. aku bakal ngambil ciuman kedua kamu sekarang juga.”

Shilla langsung melotot.” RIOO.. omes banget sih!!!”


***


Musik keras beritme cepat di ruangan itu, memang sepertinya membuat suasana semakin panas.

Di tuangnya lagi wine dengan kandungan alcohol tingkat tinggi di gelas kristalnya. Di tegak dengan cepat. Seolah-olah ia sudah tidak minum bertahun-tahun lamanya.

Tiba-tiba dia tertawa. Tertawa sendiri selayaknya orang gila. tapi ia tidak gila, hanya saja alcohol sudah mempengaruhi sebagian besar kesadarannya.

“kamu bego gab.. bego..” ia merancau tidak jelas, lalu tertawa lagi.

Pikirannya siap melayang, melayang pada kejadian yang akhirnya membuat ia harus kembali ke dunia yang seperti ini. Dunia yang dulu pernah mencandunya, menjeratnya ke dunia malam yang mengerikan.


*


“Aku mencintai kakak..”

Kedua ujung bibir gabriel kembali terangkat, membentuk senyum terindah karena hatinya sepertinya tengah merasakan hal yang paling indah.

“ apa itu artinya...”

“kak.. shilla belum selesai bicara..” potong shilla cepat. Shilla diam sebentar, menarik nafas panjang. Dan setelahnya mengangkat kedua ujung bibirnya. “ aku memang mencintai kakak. Tapi aku tidak bisa jika harus menjaga hati kakak. Menjadi satu-satunya orang yang memilikinya. Aku gak bisa. Shilla gak bisa menerima hati itu... cinta ini tak sama.. bukan cinta yang seperti itu..“

Gabriel tau, hatinya saat ini sudah hancur sehancur-hancurnya. Tapi ia tau jika senyumnya saat ini tak muncul, hal itu mungkin akan membuat satu-satunya gadis yang mengisi hatinya berfikir dia bukan lelaki yang baik karena tidak bisa menerima segala jawaban gadis itu. Lalu mungkin dengan cepat gadis itu akan meninggalkannya. bukankah dengan gadis itu meninggalkannya akan membuat hatinya semakin terluka.

Senyumnya masih bertahan –meski- hampa di bibirnya. “ apa kemahnya menyenangkan?” tanyanya tanpa arti.

Shilla diam. menatap mata gabriel yang tak secerah biasanya. Tampak pilu. Tampak jahat. Ya tuhan. “ Shilla benar-benar minta maaf kak..”

“ kamu gak di marahin kan kalo lama-lama sama kakak di sini?”

Shilla tidak lagi menyahut, masih menatap gabriel dengan rasa bersalah yang semakin menghantui, mendapati gabriel menjadi seperti ini. tanpa sadar, air mata sudah deras mengaliri pipi lembutnya. Percayalah, dia benar-benar takut dengan gabriel yang seperti ini.

Gabriel tak lagi mengeluarkan kalimat-kalimat tak bermakna dari mulutnya. Menatap shilla dengan tatapan penuh luka. Dia memang sudah terluka, sangat terluka.

Tangis shilla tak kunjung berhenti, malah rasanya semakin terdengar nyaring di telinga gabriel. Membuat hatinya semakin tersayat-sayat mendengarnya.

Gabriel mengulurkan kedua tangannya, menarik shilla kedalam pelukannya, merengkuhnya erat-erat, seolah-olah memang hanya dia si pemilik tubuh mungil itu. gabriel benar-benar menginginkan shilla, sungguh tak bisa terwujud kah?


*


“ Astaga!! Gabriel...”

Gabriel dengan kesadaran yang sudah sangat minim, mendongak. Remang-remang melihat gadis berambut panjang di hadapannya.

Tiba-tiba, gabriel terkekeh. “ shilla? kamu kesini untukku.. sini .. sini..” gabriel menarik-narik lemah tangan pemilik suara itu. setelah tubuh itu mendekat, ia memeluknya. “ iya? Apa?” rancaunya tidak jelas. “ apa kamu sudah berubah pikiran? Kini kamu ingin jadi milikku? Iya? Begitu? “ rancaunya lagi.

“ kamu udah terlalu banyak minum, gab “

Dan ... hoek. Gabriel memuntahkan semua isi lambungnya. Lalu selanjutnya, ia terkulai lemah di pelukan gadis yang tadi di peluknya.

Gadis itu melepaskan pelukan gabriel. Menjatuhkan tubuh itu pelan ke sofa empuk milik club itu.

Ia menghela nafas, tidak menyangka kembali melihat gabriel yang seperti ini. lalu, Ia ambil ponsel miliknya di tas putih tulang yang ia bawa. Berniat mengabari seseorang yang membuatnya mencari gabriel hingga kesini.

To : sivia
Via, kamu tenang ya sekarang. ini kak prissy udah nemuin kak gabriel.
Kak gabriel baik-baik aja vi. Kamu sekarang istirahat ya.

Setelah memastikan pesan itu sudah terkirim, pricilla memasukkan lagi ponselnya ke dalam tas.

Pricilla tatap gabriel dalam diam. tiba-tiba air matanya luruh. brengsek kamu yang bernama shilla! tega-teganya membuat gabriel menjadi seperti ini.

Pricilla bangkit dari duduknya, mencari-cari seseorang yang kiranya bisa membantunya  membawa gabriel ke mobilnya.

Akan ia bawa gabriel ke suatu tempat. Kemana saja asalkan tidak di sini. Tidak di tempat yang membawa kenangan beberapa tahun lalu kembali terkuak. Kembali menyayat hati.


*

Akhirnya, pricilla membawa gabriel ke hotel yang tidak jauh dari club –tempat di mana ia menemukan gabriel. Karena dengan keadaan yang seperti ini, rasanya hampir tidak mungkin jika dia membawa gabriel ke rumah pemuda itu ataupun ke rumahnya.

Dengan di bantu pegawai hotel. Tubuh gabriel sudah terbaring  di atas tempat tidur berukuran kingsize milik hotel tersebut.

Pricilla menatap gabriel sebentar. Baru benar-benar menyadari betapa kacaunya pemuda itu malam ini. bahkan ini jauh lebih kacau ketimbang.. ah sudah lah.

Takut pikirannya semakin melayang jauh ke masa lalu yang terlampau suram. Pricilla sudah menyibukkan diri dengan melepas sepatu gabriel satu-persatu.

Setelah selesai dengan sepatu gabriel. Pricilla berniat untuk mengganti baju gabriel dengan piyama yang sudah di sediakan hotel.

Pricilla membuka kancing kemeja gabriel. Membuka satu persatu, sambil dalam diam menarik nafas sedalam mungkin untuk sekalian dapat menghirup aroma tubuh gabriel yang sudah sangat ia hapal.

Sudah pada kancing terakhir. pricilla kini sedang berusaha melepas kemeja itu dari masing-masing tangan gabriel/

“shilla..” pricilla tersentak.

Gabriel membuka matanya kembali. Masih melihat remang-remang seseorang yang saat ini sedang membantunya membuka kemeja miliknya.

Tiba-tiba senyum di bibir gabriel mengembang. “ Shilla..” ucapnya pelan. “ Kamu masih di sampingku?”

“gab..”

Pricilla tak sempat menyelesaikan ucapnya. Karena dengan tiba-tiba gabriel menariknya kuat. Yang membuatnya langsung ambruk menimpa tubuh pemuda itu dalam sekali tarik.

Belum sempat pricilla membuka suara lagi. Gabriel sudah memutar tubuhnya. Membuatnya berada dalam posisi di bawah gabriel.

“gab. Hentikan! Apa-apaan kamu!..”

“kenapa? aku akan membuatmu berada di sisiku selamanya shilla..”

“gab.. hentikan.. aku bukan...”

Pricilla tak bisa lagi melanjutkan ucapannya, karena entah sejak kapan bibir gabriel sudah menyentuh bibirnya. Tidak sampai hanya menyentuh, bibir gabriel melumat habis bibirnya.

Di rengkuhnya kasar tubuh ramping pricilla, membuat tubuh itu sedikit terangkat dari tempat tidur. Sedangkan tangan lainnya sudah berada di pipi lembut pricilla, menahan kepala pricilla dengan dengan sedikit kasar.

Gabriel yang 100 persen di bawah pengaruh alcohol memang sepertinya serius dengan rencana menjadikan gadis yang belum ia yakini siapa itu menjadi miliknya selamanya. Menuntaskan nafsunya yang sudah membara, melampiaskan gejolak emosi yang melandanya. Biarkan nafsu ini menang, biar terapresiasikan.

Pricilla sudah tak bisa memikirkan apa-apa, saat tau-tau gabriel menarik-narik paksa dress violetnya. Memaksa dress berbahan sifon itu meninggalkan pemiliknya. Dia bingung, merasa ini salah. Tapi juga seperti di beri harapan pada waktu yang sama.

Dan malam itu... kedua nya menyatu. Bercampur. Indah. Namun... entah akankah tetap indah?


***


Pagi itu memang cerah. Pagi yang biasanya membuat gadis itu tersenyum senang saat bisa menikmatinya. Tapi itu biasanya. Dan pagi ini... di luar biasa.

Dan karena di luar biasa. Pagi ini.. ia menangis. Menangis sambil memeluk lutut di sudut kamar besar yang bukan miliknya. Bahkan dia tidak tidur dari semalam untuk terus melakukan hal yang sama.. menangis. Merutuki diri.

Apa yang kamu lakukan prissy!! Apa!! kamu memang bodoh!! Kamu sudah mengecewakan semua orang!! Kamu sudah kalah! kalah dengan egomu! Kalah dengan nafsumu! Kamu sudah.. berakhir.

“ ya tuhan prissy.. maafin aku.” Dan tubuh prissy kini sudah berada di pelukan pemuda yang sama. Pemuda yang semalam sudah menghancurknya.. pemuda yang harusnya saat ini Ia caci maki.

*

Gabriel harus mengerjap beberapa kali agar bisa membuka mata sepenuhnya. Lalu, dahinya langsung berkerut karena merasa asing dengan tempat di mana ia berada saat ini.

Baru gabriel akan bangkit, dan saat itu juga kepalanya seperti di timpa beban ribuan ton. Kepalanya sangat pusing, entah apa yang sudah ia lakukan semalam?. Emm .. memang apa? apa yang sudah ia lakukan?

Seperti baru mendapatkan ingatannya kembali. Gabriel melihat  di balik selimut. Astagaa....

Gabriel mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. dan .. hatinya seperti di cabik-cabik. Melihat gadis yang sangat ia kenali duduk memeluk lutut dengan baju yang sudah.. tidak layak pakai. Karena dress berwarna violet yang gabriel tau, biasanya sangat terlihat cantik di gunakan gadis itu. kini sudah sobek-sobek di beberapa bagian.

Dengan hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya, gabriel menghampiri gadis itu. ingin meminta maaf, meminta ampun.

“ya tuhan, prissy.. maafin aku..” gabriel peluk tubuh mungil pricilla. Ia ingat betul kelakuan bejat yang sudah dia lakukan semalam.

“ aku.. aku akan bertanggung jawab.. aku akan segera melamarmu, kita akan menikah. Kamu percaya ya? Ya? “ iya. Gabriel takut. Takut untuk menghadapinya. Takut untuk segala hal yang akan terjadi selanjutnya. Bukannya ia mencintai gadis lain? Bisa-bisanya ia menjanjikan hal yang semacam itu. lalu memangnya dia bisa apa?

Dia hanya sedang takut. Ya, sedang takut. “ kamu percaya aku kan?” ia mengulang pertanyaaanya.

Prissy mengangguk. Masih membiarkan tubuhnya di balut hangat kulit gabriel yang langsung menyentuh kulit lembutnya.

Airmata pricilla kembali menetes. Masih merasa gamang. Dia memang mau tak mau harus percaya. Karena saat ini, jika tidak percaya dengan gabriel memang dia harus percaya dengan siapa lagi?

Lalu, apa sebenarnya memang pantas dia percaya. Percaya dengan pemuda yang jelas-jelas  mencintai wanita lain. Apa-apaan ini.


To be continued....



hai girls and -maybe- boys. sorry banget untuk kelamaan posting part ini -.- salahin blognya error dan baru sembuh. sekalian di posting hari ini . ya perlu kalian tau hari ini -jeng jeng- my day. aissshhh iklan. ya semoga part ini gak ngecewain kalian yang udah nunggu lama -buannnnggeeett :') dan makasih banget untuk kesetiaannya ya. ok. bye. see you next part . laff u machooooo <3