Sabtu, 20 Juli 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 15B )


Shilla kaget bukan main, saat tau-tau mobil mewah rio sudah terparkir rapi di area parkir sekolahnya. Entahlah, ada rasa tidak siap di hati shilla menghadapi pemuda itu, mungkin ini efek dari salah satu kejadian di taman itu. ah itu menyebalkan untuk menjadi pengalaman pertama yang selalu teringat.

Ia melirik takut-takut ke arah cakka, rencananya siang itu shilla akan menumpang cakka untuk sampai ke rumahnya. “emm cakk...”

“iya gak apa-apa...” ujar cakka berusaha sebiasa mungkin.

“bukan.. bukan.. gue gak mau bareng dia kok, gue mau ngusir dia..”

Cakka menghela nafas, sekuat hati menahan egoisme akan gadis manis di hadapannya. Dia hanya merasa tidak pantas. ”gausah.. gausah.. lo bareng dia aja. Emm lagian gue baru inget, siang ini gue ada rapat OSIS buat bahas acara camping.”

Shilla mengangkat satu alisnya, merasa ganjil.”tapi lo tadi bilang bisa gue barengin.”

Cakka tergagap, pusing sekali mencari alasan yang lebih tepat untuk mengelabuhi shilla.”ya... namanya juga orang lupa shill... udah deh sono.. gue harus buru-buru nih soalnya, pasti anak-anak udah pada nungguin. Bye shilla..” tanpa menunggu shilla menjawab, cakka sudah berlari kembali ke area gedung sekolah.

Shilla mendengus kasar. Kenapa gue harus selalu di posisikan seperti ini ya tuhan. Dengan langkah ragu shilla menghampiri mobil mewah rio. Itu artinya.. Mempersempit jaraknya dengan rio yang sedang melihat dari balik kaca dengan senyuman.. emm manis, hatinya semakin berdebar, ingatan akan kejadian yang harusnya di lupakan itu pun... semakin kuat. Ayolah shill, kamu jauh lebih kuat dari ini.

Rio membuka kaca jendela mobilnya, menyambut kedatangan shilla.”ngomongin apa dulu tadi sama cakka.”

Shilla melengos, sepertinya dia sudah berlebihan dalam mengambil sikap, buat apa dia merasa tidak enak segala gara-gara kejadian kecolongan itu, sedangkan pemuda lancang yang melakukannya saja bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“kalian ngomongin gue?” tanya rio lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari shilla.

Shilla yang masih berdiri di samping mobil rio. melipat dada.”lo ngapain kesini?” ucapnya ketus.

“Yang pasti bukan buat liat lo ngobrol lama-lama sama cakka. Soal nya...... itu bikin gue cemburu..”

Shilla melengos-lagi-.”memang nya lo udah sembuh? Harusnya lo di rumah aja, gak perlu susah-susah kesini, lagian gue juga seneng kok kalo lo gak kesini.”

Rio mendengus kesal. Harapannya tentang hubungannya dengan shilla menjadi baik setelah kejadian di taman itu, ternyata memang hanya bisa jadi harapan. ”masuk lo..”

Shilla tak bergeming. Masih berdiri tegap dengan kedua tangan masih di lipat di depan dada. Kilat matanya menantang abis-abisan tatapan tajam rio. Hanya sedang Berusaha melawan, agar tidak selalu tunduk. Tidak selalu patuh.

“Shilla..” rio memberi jeda sebentar, menajamkan tatapannya yang sudah tajam. “MASUK..” gertak rio lebih keras, lebih galak, lebih penuh perintah.

Shilla menghentak-hentakkan kakinya, tak bisa lagi membantah. Lalu melangkahkan kakinya memasuki mobil mewah silver itu dengan berat hati. Selalu begini, dia tidak pernah bisa atau mungkin tidak-akan-pernah bisa membantah keinginan rio yang harusnya bisa saja ia bantah.


***


Cakka menyandarkan tubuhnya lemas di balik dinding. Menghela nafas, lalu tubuhnya merosot hingga terduduk. Mengacak-ngacak rambutnya kasar, prustasi.
“...Lo bego cakka, lo pecundang....”

“kka...” cakka mendongak cepat. Mengenali satu-satunya orang yang memanggilnya seperti itu, kka. Ia menoleh ke kiri. Dan benar, seseorang itu sekarang sudah berdiri 2 meter darinya, mengapit bola basket dengan tangan kanannya.

Cakka berdiri, menampilkan senyum sebisanya. “hai.... ag.” Seseorang itu.. agni

Agni diam. Mencoba memahami apa yang sedang terjadi, tanpa ada yang harus menjelaskan. Karena  mungkin memang hanya satu alasan yang bisa membuat pemuda jangkung di hadapannya bisa bertingkah seperti ini, prustasi. Agni membalas senyum cakka sekilas. Tidak . dia tidak akan berbasa-basi untuk menanyakan apakah pemuda itu baik-baik saja. dia yang akan berusaha membuat pemuda itu baik-baik saja. ”mau main basket...?” ujarnya, bola orange itu di lempar pelan ke arah cakka.

Cakka menerima dengan sigap, meski dia berprofesi sebagai atlet futsal di sekolahnya, kemampuan nya dalam basket tidak terlalu payah, mungkin ini efek berteman dengan agni yang merupakan bintang basket putri di sekolahnya. Cakka mengangguk pelan. Di ikuti senyuman yang lebih bersemangat dari sebelumnya

Lalu keduanya, berjalan beriringan, dalam diam. menuju lapangan basket outdor milik sekolah mereka.


***



“Kenapa gak bawa sepeda sendiri? Sepeda BARUnya rusak?” tanya rio, sengaja menyebut kata baru dengan nada lebih menyebalkan.

Mampus lo shill. Mau jawab apa lo? Jujur, mati. Atau... tidak jujur, mati. Oke, bersama rio memang selalu tidak ada pilihan. Karena sama-sama berujung ... mati. Mati dengan jujur setidaknya tidak plus menambah dosa.”gue dianterin kak gabriel...” Jawab shilla di buat seketus mungkin.

Sedikit menerawang, rio masih belum menanggapi jawaban shilla. Merasa tidak asing dengan nama gabriel yang di sebut-sebut shilla. dan ya...”oh.. Om-om yang pergi ke pasar malem sama kamu itu.” ujar rio, santai, satu ujung bibirnya sudah terangkat angkuh.

Shilla melotot, sangat tidak terima dengan pernyataan rio mengatakan gabriel : OM-OM dengan ekpresi yang super duper memuakan.”enak aja. Dia bukan om-om!! Dia itu Dokter muda yang baik hati dan bijaksana. Kayak raja. Tapi dia memang raja sih, Raja nya hati.. gue.” Shilla tersenyum tak kalah angkuh, merasa sudah mengambil langkah tepat sudah berkata seperti itu, dan akan lebih baik lagi jika itu membuat rio sadar kalo dia tidak cinta –bahkan- suka pada rio yang dengan seenaknya mengklaim dirinya sebagai pacar. Lalu dengan begitu ia akan di lepaskan, seperti  burung yang di lepas dari sangkarnya, BEBAS.

Rio menghela nafas pelan sekali, dengan harapan shilla tidak menyadarinya. IYA. Memang benar perkiraan shilla, itu membuat rio semakin sadar shilla belum –atau mungkin- tidak mencintainya. Tapi langkah melepas burung dari sangkar itu sama sekali tidak terlintas di pikiran rio. Melainkan, tekadnya semakin bulat, yaitu tekad menjadikan dirinya satu-satunya orang yang memiliki shilla. dan di jadikan satu-satunya orang yang harus shilla miliki.

“tiba-tiba gue butuh hiburan nih.. enaknya kemana yaa?”

Shilla mendengus kasar, rencananya.... GAGAL.

“kalo lo lagi pengen kemana?”

Shilla melirik rio sekilas, lalu memilih menggeleng dalam diam.

“ke mall aja deh. Soalnya kalo anak alay kayak lo gini pasti seneng di ajak ke mall.”

Shilla melotot garang ke arah rio. “alay bilang alay.” Gerutunya pelan, lalu melengos.”lagian kita masih pake seragam kali, ntar di tangkap ah males...” tambahnya.

Rio tak menanggapi, hanya menatap tajam ke shilla cukup lama. Lalu baru melepaskan tatapan tajam itu setelah shilla mendengus keras. Sudah menyimpulkan ekpresi pasrah gadis di sampingnya sebagai bentuk pernyataan saya-tidak-bisa-membantah.


***


Sarah menggeret kopernya dengan terburu, air mukanya keras dengan mata memerah. Ia Marah. Ia muak. Hingga rasanya ingin membunuh laki-laki yang sekarang tengah mengekor di belakangnya.

“sarah.. coba kamu pikirin lagi keputusan kamu... jangan pake emosi rah.. pikirin perasaan ify..”

Sarah menghentikan langkah tiba-tiba, membalikkan badan tanpa mengurangi ekpresi kemarahannya. Menatap murka lelaki yang 19 tahun ini sudah membina rumah tangga dengannya.”saya akan segera mengirimkan surat perceraian kita.” Ucapnya telak.

Tak ada bantahan, erwin- lelaki itu- hanya bisa menunduk, membiarkan begitu saja sarah yang dengan gerak cepat memasuki mobil lalu meninggalkan halaman besar rumahnya.

Tak jauh dari tempat terjadinya percapakan panas itu, seseorang yang tadi namanya ikut di sebut-sebut masih diam mematung, mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar, apa yang sedang terjadi, ada harapan.. ini semua hanya mimpi.

***



“huaaahhh..” shilla menjatuhkan dirinya di kasur empuk kesayangannya..”capek..” eluhnya, entah pada siapa.

monyet jelek sayang, buruan buka sms! ..”

Shilla langsung duduk  dari tidur-tidurannya, meraba-raba saku celana jeans yang di belikan rio untuknya. Lalu mengambil benda elektronik yang baru saja mengeluarkan suara aneh di sertai getaran halus.

From : Mario sayang
Jadi.. untuk mengurangi resiko terjadi perselingkuhan di hubungan kita.
Selama gue gak anter jemput lo, karena lagi sibuk buat ujian
Lo di anter sama anak buah gue lagi.
Dan ini.. ya kamu tau lah shilla, GAK BISA di bantah

Shilla mendengus keras, meski setelahnya ia senyum-senyum sendiri. Ia pandangi lekat-lekat HP baru yang baru ia miliki beberapa jam ini. ini.. dari rio. HP nya dan segala keanehan yang ada di dalamnya. Benar-benar dari rio.

*Flashback on

Shilla akhirnya memilih celana jeans panjang berwarna dongker dengan kaos oblong pendek sebagai atasannya. Rio mengajaknya ke salah satu toko yang menjual pakaian wanita sebelum memulai aksi yang tidak-bisa-dibantah di mall siang itu.

“berantakan.. tapi cantik.” Komentar rio begitu shilla keluar dari kamar ganti.

Shilla mendengus, tak peduli. Lalu hendak mengikat rambut terurainya yang berantakan, tapi harus tertunda saat tau-tau tangan rio mencekal tangan kanan nya yang sudah siap untuk mengikat ramabut panjangnya.

“gue bilang lo cantik.. jadi gak ada yang perlu di ubah.”

“tapi ini berantakan... “ gerutu shilla. namun meskipun begitu ia tetap menuruti si manusia tidak-bisa-dibantah itu. Sekarang, ia hanya mengikuti langkah rio yang tak berarah.

“harusnya tadi pagi, lo ngabarin gue kalo mau pergi sekolah sama orang lain.. jadinya kan gue gak perlu repot-repot ke rumah lo...”

Shilla melirik tajam pemuda jangkung di samping kirinya. Siapa yang suruh coba? “iya. Besok-besok gue kabarin pake pos. Ya kurang lebih seminggu lah nyampe nya. Kalo yang kilat.. 2-3 hari lah nyampe.. atau boleh juga pake tiki, katanya bisa lebih cepet.” Celoteh shilla asal.

Rio terkikik sebentar. Baru ingat gadis manis di sampingnya tak memiliki telepon seluler pribadi. Tiba-tiba rio teringat sesuatu, janjinya membantu mewujudkan 16 keinginan gadisnya. Ada. Salah satunya. BIRTHDAY WISH “(6) biar aku bisa ngehubungin papa di surga, aku mau handphone tercanggih sedunia.” Rio menarik tangan shilla paksa, punya tujuan akan membawa shilla kemana.

“Mau yang mana?...” shilla menganga, selalu tidak mengerti dengan jalan pikiran tuan muda di hadapannya. Saat ini dirinya sudah berada di salah satu stand yang menjual berbagai model telepon seluler.

Rio menoleh, melihat shilla yang dengan tanpa ekspresi juga sedang melihatnya.”handphone nya mau yang mana shilla?” ucap rio lebih detail, lebih keras, lebih jelas.

“ha? Gue gak bilang mau beli handphone kok.”

“iya memang bukan lo yang mau beli, tapi gue..”

Shilla mendengus lagi untuk ke sekian kalinya.”terus ngapa nanyanya ke gue? Gue kan jadi bingung tiba-tiba di tanyain begitu.”

“ya soalnya, gue mau belinya buat lo. Dan tolong gak usah banyak complain, segera pilih dalam waktu lima detik. Kalo dalam lima detik lo gak milih, gue yang bakal milih. Pilih....”

Shilla diam, mulutnya sudah pasti dalam posisi menganga. Baru ia akan membuka suara....

“oke. Waktu lima detik habis.” Rio memalingkan wajah nya ke salah satu penjaga toko. “Mas saya beli HP paling canggih sedunia yang ada di sini..”

Shilla tersentak, merasa kebetulan-kebutalan yang di lakukan pemuda yang sekarang sedang fokus bertransaksi jual-beli di hadapannya ini tak hanya kebetulan yang mengalir begitu saja, seperti terencana. Tapi...

“yuuukkk. Cari tempat buat belajar HP barunya..”

“ha?” shilla masih sulit mencerna, ini terlalu cepat, terlalu absurd. Akhirnya.. dia lagi-lagi hanya bisa menuruti langkah pemuda yang menggandeng kuat-kuat tangannya.

“ke cafe itu aja kali ya..” shilla masih belum bisa membuka suara, membiarkan saja pemuda itu terus menggiring dirinya, dirinya yang ia tak yakini dirinya sedang di dunia nyata.

“ayok sadar dulu..” ucap rio, tangannya menepuk-nepuk pelan pipi shilla. dan itu baru membuat shilla benar-benar sadar saat ini ia sedang berada di salah satu bangku cafe beraksitetur menawan.

“lho kok kita bisa ada di sini?” tanya shilla, raut mukanya benar-benar menunjukkan kebingungan.

“shill sumpah lo hebat banget, ngelamun nyampe gak sadar sejauh ini..” rio menggelengkan kepala dramatis.”tau gitu, gue perkosa lo tadi.”

Shilla langsung melotot. Melengos sebal saat pemuda di depannya, terkikik-kikik sendiri.

Dan siang itu mereka berdua menghabiskan waktu untuk mempelajari HP baru yang di belikan rio untuk shilla.


*flashback off

Shilla tersenyum lagi. Sambil memandangi wallpaper HP barunya, tidak ada yang spesial, hanya fotonya yang sedang menjulurkan lidah dan rio yang tersenyum lebar di samping kanannya. tentu rio yang mengaturnya. wallpaper, nada sms khusus, nada telephon khusus, nama kontak rio. Benar-benar murni rio yang mengaturnya. Dan ia pikir, itu ... lucu.

Lucu? Apa? Wait wait, Apa baru saja shilla menyebut itu lucu. Ekhem. Rio lucu gitu maksudnya. Sadar shill sadar. Rio? orang sejahat itu lo bilang lucu. Rio itu bencana shill, membahayakan. Shilla menepuk-nepuk dahinya, lalu kemudian menggeleng-gelengkan kepala. Semacam ritual yang ia harapkan bisa membenarkan otaknya yang mungkin terjadi kesalahan.

Shilla menghampiri meja belajarnya setelah membanting pelan HP barunya di tempat tidur,  di meja belajar itu ada benda yang terlihat nampak lebih terang di banding benda lainnya, kota bekal merah muda.. pemberian gabriel pagi tadi.

Shilla lagi-lagi tersenyum, dengan alasan berbeda. Kali Ini karena sikap manis pangeran hatinya, yang dengan manis memberi bekal pagi tadi yang katanya di buat sendiri.  Lihat. kurang perfect apa lagi si pujaan hatinya, sudah baik, dermawan, ganteng, dan..... pinter masak. Shilla harus mengakui nasi goreng buat gabriel tidak bisa di bilang biasa. Itu luar biasa enak.

Shilla mengelus kotak bekal itu penuh sayang, membayangkan bahwa kotak bekal itu adalah gabriel. Lalu setelah puas mengelus-ngelus si kotak bekal merah muda itu, ia peluk kuat-kuat kotak bekal itu, masih membayangkan itu adalah gabriel. Dalam hati mengukuhkan, ini yang terbaik, ini yang paling benar. Takkan berubah, dan tak akan ia izinkan untuk di ubah. Kotak bekal merah muda itu.. yang berharga. Seperti pemberinya yang berharga.


***



            Ify masih meringkuk di sudut kamarnya yang luas. Ia melipat kakinya di depan dada dan memeluknya erat dengan kedua tangan pucatnya. Airmata nya pun tak henti-hentinya berproduksi sejak 1 jam yang lalu.

            Harapan hati kecilnya yang menginginkan ini tidak nyata, membuatnya semakin terpuruk. Pukulan-pukulan keras yang ia tujukan untuk dirinya sendiri, nyatanya terasa sakit, memilukan. Ini nyata fy. Dan kamu bisa berbuat apa? Hanya menangis seperti ini, bahkan ini juga tidak bisa mengubah apapun. Keluargamu yang sudah hancur, akan semakin hancur.

            Dada ify semakin sesak, mengingat mimpi buruknya akan segera menjadi kenyataan. Jika biasanya ia selalu bilang pada orang tuanya untuk segera bercerai jika tidak bisa lagi sejalan. Percayalah, hati ify bertolak belakang dari itu semua. Hati ify menentang habis hal itu, perceraian.

            Lalu, kenapa tidak ada yang peka dengan hatinya. Kenapa semuanya tak berjalan sesuai kemauan hatinya yang terpendam. Kenapa orang tua bangsat itu harus mewujudkan ketakutannya. Benarkah? Tidak adakah yang mengerti hatinya? Tidak adakah yang peduli dengan hatinya, dengan dirinya.

“..lyssa..” ify masih membenamkan wajahnya, terlalu berat hanya untuk sekedar mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang baru saja memanggil namanya.

Lalu beberapa detik setelah itu. ify merasa ada yang memeluk kuat tubuhnya, dan ify merasa jauh lebih tenang, bisa kembali tersenyum di balik lukanya. pelukan kokoh itu, harum parfum ini, ify tau. Ia peluk balik tubuh kokoh pemuda itu. Dan dari hatinya terdalam, memang ini yang ia inginkan. Pemuda ini, masih mempedulikannya.

*


Rio memparkir mobilnya dengan sembarang. Tidak peduli dengan beberapa pot bunga yang hancur karena tertubruk mobilnya, ia segera berlari memasuki rumah yang tak kalah mewah dari istananya, menaiki undakan tangga untuk mencapai lantai dua, lalu membuka pintu dengan bertuliskan alyssa’s room dengan kunci cadangan yang ia dapat dari salah satu pembantu disana.

“lyssa...” rio semakin kalut, ia hampiri dengan langkah panjang seseorang yang meringkuk di pojok kamar besar itu.

Rio segera memeluk tubuh mungil yang tengah bergetar hebat itu, menyalurkan energi-energi positif yang kiranya membuat gadis berdagu tirus itu lebih kuat, lebih tegar.”lyssa, it’s gonna be OK, i’m here.. for you.... calm down

Rio terus mengelus punggung gadis itu lembut, bermaksud untuk memberi ketenangan.

“..aku.. gak.. mau.. me..re..ka ce..rai...” dan tubuh ify lemas. Ify tak lagi sadarkan diri.



To be continued....


Part 16 : http://egaditya.blogspot.com/2013/08/kamu-untuk-aku-part-16.html

Kamu Untuk Aku ( Part 15A)

Kisah cinta diam-diam akan selalu ada.
Cinta yang bisa saja membawa suka dan duka datang dalam waktu yang sama.
Cinta yang selalu tidak jelas ujungnya, tidak jelas arahnya.
Cinta yang oleh sebagian orang ingin di akhiri, namun adapula yang ingin terus merasakannya.

Shilla menarik nafas panjang, lalu di hembuskan perlahan, menarik nafas panjang lagi, lalu kembali di hembuskan perlahan. Begitu seterusnya sudah dari 15 menit yang lalu.

Shilla melirik jam sekilas.”aaa... 5 menit lagi.. mampus mampus... gue deg-degan..”

TINN.

“eh copot. Tukan belum 5 menit .. copot.. aduh gimana..”

Ina menyembul di pintu kamar shilla.”shilla .. itu... emm gabriel udah dateng.”

“iya bun, shilla udah siap kok..” sahut shilla sambil mengambil tas ransel merah mudanya.

“kak rio bener-bener gak jemput hari ini shill?

Shilla tergagap, menunduk sebentar sebelum akhirnya ia menjawab dengan terbata.” Emm, iya kok bun, emmm. .. lagian kelas 3 kan lagi sibuk-sibuknya nyiapin ujian bun?”

“yaudah kamu hati-hati ya berangkat sekolahnya. “

“emm.. iya bun, shilla berangkat dulu yaaa..”


***


Rio mengetuk pintu kayu bercat putih itu sekali lagi. Namun tetap saja tidak ada yang menyahut. Ia melirik jam nya, jam 07:05. Dia tidak terlambat terlalu lama.” Apa shilla bener-bener udah berangkat sekolah?”. Karena ujian try Out untuk hari pertama ini di jadwalkan pukul 09.00, Rio menyempatkan waktu untuk menjemput shilla, dengan maksud dia akan mendapat semangat tersendiri jika bisa melihat gadis itu sebelum ujian di mulai.

“ada yang bisa di bantu dek..? “

Rio menoleh, melihat sumber suara yang ternyata berasal dari rumah sebelah. yang mungkin saja terkusik dengan aksi penggedoran pintu yang ia lakukan. “emm ini bu.. ini yang punya rumah pada kemana ya ?..”

“oh. bu ina sama shilla maksudnya..” rio hanya mengangguk, lalu ibu paruh baya itu kembali melanjutkan ucapannya. “Ya kalo neng shilla jelas berangkat sekolah atuh, kalo ibu ina, tadi gak lama dari shilla berangkat pergi keluar juga , mungkin teh ke pasar yak..”

Rio mengangguk-ngagguk, mengerti “shilla.. berangkat sendiri?”

“tidak nak, Tadi teh neng shilla berangkatnya dijemput sama pak dokter kasep..”

Rio diam, pikirannya mempertanyakan siapa pemuda yang di maksud ibu paruh baya tetangga shilla. “Dokter? Siapa namanya kasep? Asep? Apa.. keset?

“lah si adek mah ada perlu apa sama shilla. atau kalo gak sampaiin ke ibuk saja, nanti ibuk sampaikan.”

Rio mendesah pelan.”gak ada apa-apa kok bu, kalo gitu makasih bu, saya permisi dulu.”



***



Gabriel menginjak rem perlahan, “sudah sampai..” ucap gabriel begitu mobilnya sudah benar-benar berhenti , tepat di depan gerbang bertuliskan SMA  harapan jaya.

“hehe iyanih, sekali lagi aku makasih banget ya kak udah di anterin, dan maaf nih ngerepotin ...” kata shilla, terlihat tulus dengan senyum manis di akhir kalimatnya.

Gabriel tersenyum, lalu dengan lembut mengacak rambut shilla yang pagi ini sengaja di sisir serapi mungkin.

“ayolah shill, kakak udah menawarkan diri buat nganterin kamu, mana mungkin kakak ngerasa di repotin..”

Shilla hanya bisa tersenyum. Membenarkan letak tasnya, dan bersiap untuk menanggalkan jok empuk terios putih itu. “emm, shilla sekolah dulu ya kak..”

“yuup, belajar yang bener ya, jangan mikirin kakak terus..”

Shilla yakin, wajahnya pasti saat ini tengah memerah. Karena dia bisa merasakan betapa rasa panas menjalari wajahnya. Ia hanya bisa menunduk. Malu tidak bisa menyembunyikan apapun dari gabriel.

Gabriel mengacak lembut –lagi- puncak kepala shilla.”jadi sekolah gak kamu, apa kakak culik aja?” kata gabriel, dengan nada jahil.

Shilla mengangkat kepala,dengan penuh harapan semu merah di pipinya tidak lagi terlihat jelas, memandang gabriel yang masih terkikik jahil.”huu.. dasar kakak jahil. Yaudah bye kak.”

Tanpa membutuhkan waktu lama, shilla sudah keluar dari mobil gabriel. Melangkah beberapa langkah untuk menjauhi mobil terios putih itu, dan berniat tidak akan masuk ke sekolahnya sebelum mobil gabriel pergi dari tempat itu.

“lho.. kok malah ikut keluar kak..?” shilla menyerengitkan dahi, melihat gabriel yang sekarang sudah berada 2 langkah dari tempat nya berdiri.

”ada yang hampir kelupaan..” Gabriel menyodorkan kotak bekal berwarna merah muda berukuran sedang pada shilla. ”ini, buat sarapan. Spesial Kakak yang buat lho..”

“ha? Ini kakak serius? Buat aku beneran?”

“iya shilla, jangan lupa di makan ya..”

“Pasti di makan kok kak..”

Gabriel mengacungkan kedua jempolnya. “yaudah. Kalo begitu, tuan putri sudah di izinkan untuk memasuki sekolahnya..”

Shilla membalas lambaian tangan gabriel sebelum pemuda itu melajukan mobilnya. Lalu saat mobil gabriel sudah tidak terlihat lagi, ia melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah dengan senyuman yang lebih cerah dari hari-hari biasanya.

“oh jadi itu yang namanya kak gabriel..”

Shilla terjingkat ke belakang sangking kagetnya, sampai-sampai menubruk segerombolan siswi-siswi yang berada di belakangnya.”aduh sorry ya... sorry..” ucapnya cepat, sebelum segerombolan yang tidak ia kenal itu mengomelinya atau bahkan bisa saja memarahinya.

Setelah segerombolan yang di tabraknya, merasa hal itu tidak masalah dan melanjutkan perjalanan mereka dengan tanpa mengomeli shilla. shilla menatap garang orang yang membuatnya terkejut. Orang itu.... agni. “nanyanya gak ada cara lain ya? Yang gak perlu ngagetin gue gitu?”

Agni masih diam, pura-pura memikirkan cara lain yang di maksud shilla.”gak ada tuh kayaknya..”

“nyebelin deh lo ag, ngerusak mood orang yang lagi bagus-bagusnya taugak?”

“bagus? gara-gara kak gabriel..? “ dengan sinis agni melipat kedua tangannya di depan dadanya, menatap tajam ke arah Shilla. dia Pro rio. Titik.

“ iya dong... iri yaa.. sinis gitu?” shilla tidak mau kalah, ia ikut-ikut melipat tangan di depan dada sambil menjulurkan lidah di akhir kalimatnya.

“enggak tuh.. iya sih orangnya cakep..”

“perhatian lagi..” potong shilla cepat, kotak bekal merah muda pemberian gabriel ia goyang-goyangkan tepat di depan wajah agni.

Agni memutar bola matanya kesal.”oke.. oke... tapi tetep tuh gue yakin kalo cinta nya kak rio ke lo lebih besar dan lebih ngeyakinin..”

“yah, nama orang itu lagi di sebut-sebut..” shilla mendengus keras.” Jadi rusak bener deh mood gue..” tambahnya.

“tapi gue serius shill...”


“cakka kok belum berangkat ya?” sudah jelas, shilla mengalihkan pembicaraan. Sekarang ia sedang pura-pura sibuk mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas.


“ih shilla nyebelin.”




***




Rio masih memusatkan perhatiannya pada jalanan ibukota yang selalu ramai, saat tau-tau handphone nya bergetar dua kali sebagai tanda ada pesan baru yang masuk.

Tanpa mengurangi konsentrasi nya pada jalanan rio mengambil handphone miliknya dari saku celana. Dan  segera membuka pesan masuk tersebut dengan gerakan lincah.

Rio mengucek matanya sekali lagi. Tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Tapi setelah berkali-kali mengucek-ngucek mata, hasil nya tetap sama. Tidak ada yang salah dari penglihatnya.

From : Mama
Mario, I can only pray for your examination today.
Do the best mario.
I love you, and.. i miss you so much.

Rio mengangkat kedua ujung bibirnya, tersenyum lebar. Semangat nya membara, meski tak bertemu shilla yang di anggap bisa membakar semangatnya, tapi pesan singkat yang sepertinya mustahil di kirim mamanya ini jauh lebih dari cukup. Ia bersemangat untuk hari ini.


To : my mama
YES mom.  I will do the best.... for you.
Thank you....
I love you too. And i miss you more than you missed me..
One again, thank you so much. For your support.




***



“shill, gue ada kabar gembira buat elo..”

Shilla tersentak, mengelus dada. Lalu meletakkan novel pinjaman yang baru di baca 1/3 halaman.”elah. ni orang-orang seneng banget sih ni hari nganggetin gue..”

Cakka. Tanpa merasa bersalah malah mentertawakan shilla yang sekarang sedang menatap tajam ke arahnya dengan masih mengelus-ngelus dada dramatis.

“malah ketawa lagi. Minta maaf gitu kek.”

Cakka menarik nafas panjang, mencoba mengontrol tawanya.”iya iya maaf ya, tapi gue bawa kabar gembira beneran kok..”

Shilla melengos, kurang meyakini kabar gembira yang akan cakka sampaikan. “apaan?” ucapnya tak acuh.

“gue tadi rapat OSIS. Gue ngajuin kegiatan camping pas anak kelas 3 ujian. Usulan gue di terima dan itu artinya... you-know-what-I-mean lah...”

Shilla melempar novel pinjamannya sembarang sebagai bentuk keterkejutananya. Shilla pencinta alam, shilla senang berpetualang, tentu ini merupakan kabar gembira untuknya. “eh sumpah lo. Kita bakal camping, 1 bulan lagi.”

“yuhuuuu... seneng kan lo, makasih dulu dong sama gue.”

Tangan kanan shilla reflek merangkul cakka  yang duduk di samping kanannya, dan tangan kirinya menepuk-nepuk dada cakka semangat.”makasih banget ya cakka. Lo ketua OSIS terkeren yang pernah ada.”

Cakka tersenyum bangga, sambil menikmati moment-moment indah seperti ini yang mungkin akan semakin jarang terjadi, mengingat... banyak pria lain yang memperebutkan gadis pujaannya. Itu artinya... kesempatannya semakin sedikit.



**

Ify keluar dengan anggun dari mobil biru kesayangannya. Pagi itu rambut ikal panjangnya di biarkan terurai dengan di hiasi jepit pita biru muda. Dengan tas dan sepatu branded yang senada dengan warna jepit pitanya, Membuat penampilannya nampak lebih cantik dan modis di banding siswi SMA UYEers lainnya meski dalam balutan seragam yang sama.

Ify memicingkan mata, merasa mengenali pemuda jangkung dengan perban di bagian dahi  yang tengah berjalan terpincang-pincang ke arahnya.

Ify membulatkan mata. Dia memang mengenali pemuda yang ternyata pemilik aston martin one-77 yang terparkir tidak jauh dari dia memarkir kan jazz birunya.”astaga rio, lo kenapa bisa kayak gini?” tanya ify cepat begitu ia berhasil menghampiri pemuda yang masih susah payah berjalan dengan kakinya.

“eh ssa eh fy maksud gue.. apa kabar?”

“rio lo belum jawab pertanyaan gue? Lo kecelakaan?”

Rio tersenyum tipis, “cuman jatoh aja fy.. gak masuk kategori kecelakaan..”

“jatoh gimana? Kok bisa?”

“ya jatoh... pas lagi naik sepeda.”

Ify menyerengitkan dahi.”lo kan gakbisa naik sepeda io?”

Rio terkikik.”makanya itu.. gue jatuh pas lagi belajar sepeda, sama... shilla.” jawabnya

Ify diam, mengetahui kenyataan pahit yang kalo belum terlanjur lebih baik tidak di ketahui saja.”oh.. tapi lo beneran udah gak papa? Emm maksud gue lo gak ujian di rumah aja gitu kayak alvin ujian di rumah sakit.”

“gak deh, kalo di rumah gak ada orang lain yang buat di contekin...” sahut rio asal, dengan tawa di akhir kalimatnya.

Setelah menangguk-ngangguk mengerti maksud rio, ify tak lagi mengajukan pertanyaan, ia hanya takut pertanyaannya di jawab oleh rio dengan jawaban yang membuatnya semakin merana. Akhirnya, dia memutuskan membantu memapah rio menuju ruang ujian dengan diam.

Cukup romantis, setidaknya cukup membuat banyak para siswi-siswi di sekolahnya manampilkan ekspresi-ekspresi kesal dengan celotehan-celotahan penuh kekecewaan menyaksikan adegan itu.


***


Tadi, beberapa menit yang lalu......

Agni, mundur perlahan. Berharap tidak ada yang menyadari dirinya yang sudah masuk 3 langkah ke dalam kelas. Lalu saat dirinya sudah di luar kelas, ia berlari sekencang-kencangnya..... tanpa arah. 

Ia berhenti, saat tau-tau yang ada di depannya kini pagar tembok belakang sekolahnya. Ternyata dia sudah berlari cukup jauh.

Dia tarik nafas panjang dan di hembuskan perlahan secara teratur. Mengatur nafas nya yang tadi tercekat hingga dadanya sesak, di tambah dia berlari terlalu kencang untuk sampai disini.

Tidak tidak. Dia tidak cemburu. Atau yang mungkin lebih tepatnya –tidak ingin- cemburu. Mereka bertiga adalah sahabat. Lalu apa yang di permasalahkan dengan adegan merangkul lalu kemudian menepuk dada. Lagi pula tindakan itu seperti nya hanya reflek si gadis, sebagai bentuk rasa terima kasihnya pada si pemuda. Dan mereka berdua itu sahabat, hal yang seperti itu wajar jika harus terjadi.


Lagipula, semua ini salah. Bukan. Dia bukan menyalahkan diri. Tapi rasa ini yang salah, rasa menggelitik aneh yang muncul dari hatinya. Rasa yang mungkin saja membuat orang lain bahagia. Tapi mungkin saja tidak untuk persahabatan ini. Agni, Shilla dan.... Cakka.



Part 15b : http://egaditya.blogspot.com/2013/07/kamu-untuk-aku-part-15b_20.html

Rabu, 10 Juli 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 14B)

Hari sabtu,  itu artinya tidak ada bimbingan belajar. Memang mulai dari minggu ini, progam bimbingan belajar untuk kelas tiga di laksanakan. Alasan nya sudah sangat jelas, untuk menghadapi ujian Nasional yang akan di laksanakan kurang lebih 1 bulan lagi.

Karena tidak ada bimbingan belajar itulah, makanya sekarang Rio bisa berada 1 mobil dengan si gadis pujaan. Shilla. Baru saja dia menjemput shila, ini untuk pertama kalinya setelah dia absen mengantar jemput shilla 1 minggu ini.

Rio menghela nafas. Melirik shilla sekilas  “itu gak ada ekspresi lebih bagus ya.”

Shilla menoleh, menatap tajam pemuda yang bahkan tidak melihatnya saat berucap tadi. Shilla menghirup oksigen banyak-banyak, lalu menghembuskan kuat-kuat. Lalu ia memilih kembali... diam. Ini strategi barunya untuk menghadapi pemuda yang sedang menyetir di samping kanannya.

“Selama gue gak anter jemput lo. Berangkat sama pulang sekolahnya gimana?” rio kembali membuka mulut, memicu percakapan atau lebih tepatnya perdebatan yang sesungguhnya ia rindukan.

Shilla melengos,”sok perhatian..” tapi ia tetap mempertahankan diam. Meski rasanya mulutnya ingin membuka lebar-lebar, untuk beteriak keras. “BUKAN URUSAN LO!”

“emm, kata agni, lo boncengan sepeda sama si cakka, memang sepeda lo kemana. Kenapa boncengan sih, kalo bisa sendiri…”

Agni? Sejak kapan agni dan pemuda di sampingnya berkomunikasi tanpa sepengetahuannya. Ah, sudahlah, itu terlalu tidak penting untuk repot-repot di fikirkan. Lagian, kalo udah tau. kenapa tadi sok-sok nanya. shilla tak tahan lagi, “STOP ya!! Stop ngeresein gue. Urusan lo gitu??”

Rio tersenyum senang, akhirnya…”iya.. urusan gue sahut rio mantap lalu kembali memusatkan perhatian ke jalanan.

Shilla menghela nafas. Dasar cowok gila.”sepeda gue rusak. Dan di bonceng cakka jauh lebih baik daripada jalan kaki sejauh 7 kilo. Jelas MR. ikut campur yang suka maksa!!”

Rambut shilla di acak pelan, membuat shilla reflek menjauh, ia tidak suka dengan perlakuan itu, hanya pemuda yang menyinggahi sebagian besar hatinya yang boleh melakukan itu, hanya pemuda baik hati yang akan segera menimbulkan desiran halus di hatinya jika ia di perlakukan seperti itu. bukan pemuda angkuh macam rio. BUKAN!!

Rio masih bersikap biasa, tidak menyadari tindakan shilla yang seperti menolak perlakuannya. “lagian, sepeda butut gitu di pelihara..”

Shilla berdecak sinis. “ck, biarin aja. dari pada lo gak punya sepeda..” shilla membalas tanpa berfikir panjang, Ia bahkan sama sekali tidak tau rio memang benar tidak punya sepeda atau ia saja yang tidak pernah melihat rio bersepeda.

Rio menoleh dengan pandangan tidak percaya. Gadis ini salah berkata.”buat apa gue punya sepeda, kalo gue punya mobil dengan berbagai merk dan model.”

Shilla ternganga, ternyata ini dampaknya, tentu saja, tentu pemuda itu akan segera menyombongkan kekayaannya. Sudah hal biasa. Jangan mau kalah shilla, kamu kan sudah terbiasa dengan pemuda yang hobby menyombongkan kekayaan orang tuanya ini. ”alah, bilang aja lo gabisa naik sepeda.” Entahlah, shilla bingung harus menjawab apa? Padahal dia tidak mau kalah. Akhirnya, Dia mengucapkan pernyataan ngalantur itu agar tidak terlihat kalah kalau dia memilih diam.

“memangnya kenapa?? Salah kalo gue gabisa naik sepeda…”

eh... APAA!!”

Rio menoleh, menautkan alis tidak mengerti, kenapa gadis di sampingnya kini menatapnya dengan pandangan geli. Belum menyadari ada sesuatu yang harusnya tetap tersimpan rapi. ”apa apanya?”

Shilla terbahak, tanpa mempedulikan rio yang masih bingung dengan tawa tiba-tibanya.

”apa lo bilang? Gabisa naik sepeda, ihh unyu nya. Ahahhaa..” rio ternganga lebar-lebar, baru sadar sudah membuka salah satu kartu matinya, pada wanita gila lagi.

Rio membekap paksa mulut shilla yang tak kunjung menghentikan tawa, untung kini mobil yang ia kendarai sedang berhenti di salah satu lampu lalu lintas. “diem deh, lagian apanya yang lucu coba. Gue punya mobil, ngapain gue susah-susah pake sepeda, lo aja yang lebai.”

“hahahaha…”shilla masih tertawa. Membuat rio dengan amarah membelokkan mobilnya ke kanan dengan  tiba-tiba begitu lampu lalu lintas sudah hijau.

Dan berhasil. Tawa shilla terhenti.”eh? rumah gue lurus, lo ngapa belok kanan?”

Rio tidak menjawab, hanya melirik shilla dengan tajam. Tanpa sadar membuat shilla berfikir yang tidak-tidak. “jangan-jangan rio sakit hati terus bakal buang dia kejurang, tapi sebelumnya, tubuhnya di mutilasi secara sadis. TIDAAAKKK!!”

“lo mau bawa gue kemana?” rio tetap tak menjawab. Dan matilah kau shilla.

***


Tap..tap.. tap… bunyi langkah sivia semakin terdengar nyaring, saat kakinya mulai memasuki lorong rumah sakit yang di kenal akrab dengan kesunyiannya. Ia  akan melakukan aktifitas yang biasa ia lakukan tiap minggunya, yang kata orang merupakan sesuatu yang mulia.

Tidak, sivia melakukan ini bukan semata-mata untuk mendapatkan pujian semacam itu dari orang-orang. Ini benar-benar murni dari hatinya, hatinya yang bahagia saat melakukannya.

“hahahahaha…” tunggu dulu! Sivia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, Nampak sedang mencari sesuatu. Yang lebih tepatnya mencari suara tawa yang baru saja di dengarnya, yang sivia rasa tawa itu terdengar tidak asing di telinganya.

Pandangan sivia berhenti di lorong lain yang tidak jauh darinya. Sivia melangkah pelan, lalu saat sudah dapat melihat dengan jelas apa yang sudah di tangkap pandangannya. Sivia memutuskan untuk bertahan di balik dinding yang menyembunyikan tubuhnya dari 2 suster dan 1 pemuda yang tengah duduk di kursi roda dengan baju pasien, berjarak kira-kira 2 meter darinya.

suster susi cantik deh, putih lagi..” ucap pemuda itu dengan nada merayu yang lucu. Lalu tiba-tiba setelah menoleh kanan-kiri secara dramatis pemuda itu berucap lagi, dengan volume yang lebih pelan kali ini. “apalagi kalo roknya di pendekin lagi sus, pasti lebih seksi..”

Tawa ketiganya meledak. Seakan lupa sedang di mana posisi mereka, di rumah sakit yang butuh kesunyian.

“kalo suster ela manis deh, kalem, kalo senyumm..... Beeeh! Meleleh gue sus…” ucap pemuda itu lagi, ke suster yang satu lagi.

Suster yang di panggil ela, tersenyum malu. Termakan gombalan pasien yang sudah 15 menit lalu bersenda gurau bersama. Lalu mereka tertawa lagi.

Sivia turut dalam tawa orang-orang yang tidak tau keberadaannya tapi dengan volume yang sudah di atur sedemikian pelan.”dasar playboy..”

Ia melangkah pelan, mendekati ketiganya.”ternyata rayuan lo canggih juga ya vin.”

Ketiganya serempak menoleh. Alvin yang paling cepat bereaksi.”sivia!!”

Kedua suster yang masih kaget melihat kehadiran sivia yang secara tiba-tiba, segera mengangguk hormat pada siva, lalu dengan langkah cepat, permisi untuk pergi setelah meminta izin pada sivia dan Alvin.

Kepergian kedua suster korban rayuan Alvin, menimbulkan keheningan di antara keduanya. Masih menyusun kata-kata yang pas untuk saling bercakap ria setelah pertemuan terakhir mereka, sekitar 2 minggu yang lalu.

Sivia menghempaskan tubuhnya di kursi tunggu, yang tadinya di duduki 2 suster yang bercakap dengan Alvin sebelumnya. “sakit apa lo vin?”

“kok lo tau gue sakit?” Alvin tersenyum di akhir kalimatnya, hanya sedang iseng mengajukan Tanya yang tanpa makna.

“lo pake seragam pasien, duduk di kursi roda, di infus dan muka lo pucet, kurang jelasin apa coba vin?”

Alvin terkekeh pelan, ternyata sivia adalah tipe gadis yang tidak suka berbasa-basi. Point plus buat lo via.”demam berdarah vi..”

Via melongo, lalu reflek menempelkan punggung tangannya di dahi Alvin.”parah lo vin, lo di rawat di kamar berapa?”

“ha?”

“di rawat di kamar berapa?”

“kamar 307..”

Dengan gerak cepat sivia mendorong kursi roda yang alvin duduki, menuju ruang 307 yang letaknya tepat di ujung lorong ini.

Alvin masih diam, dengan mulut melongo. Sebenarnya ia ingin bertanya, gerakan tiba-tiba sivia membuatnya sedikit bingung. Baru saat tubuhnya sudah terbaring kembali di bed yang sejak tadi malam menjadi teman setianya- tentunya dengan bantuan sivia- ia memburu sivia dengan pertanyaan yang saat perjalanan menuju ruangannya mengganjal pikirannya.”vi, kok lo tiba-tiba bawa gue balik kesini sih vi? Terus kenapa lo bilang gue parah? Apa sebenernya lo itu dokter ya? Dan lo udah tau kalo sakit gue itu ternyata penyakit parah? Iya vi?”

Sivia menghela nafas. Sepertinya pertemuan perama kali mereka, pemuda di hadapannya ini mengaku sudah kelas 3 SMA, harusnya lebih pintar dari dirinya kan, kenapa malah bodoh sekali.”ya gak gitu juga, tapi, ya lo gila aja. Lo sakit demam berdarah, suhu lo masih tinggi, eh lo nya malah nyantai-nyatai ngobrol sama gue di koridor.”

“tapi gue keluar tadi kan udah ijin suster vi..” Alvin tak mau kalah.

“yakalo keluar sama suster sih gak papa, setidaknya mereka tau, kalo misalnya lo drop apa yang harus mereka lakuin. Lha ini, cuman sama gue, gue masih kelas satu SMA dan bukan dokter. Apa yang bisa gue lakuin? Mending gue langsung bawa lo kesini, daripada gue harus jadi saksi berita pemuda tewas di lorong rumah sakit saat bercakap-cakap ria.”

Alvin terkekeh.”itu berita yang aneh vi..”

Sivia memutar bola mata sebal, Alvin beneran sakit demam berdarah gak sih.”iya, akan lebih terpuji kan? kalo beritanya pemuda tewas karena demam berdarah diruang rawat inap 307..”

Alvin tertawa lepas, lepas sekali.“alasan lo cukup kuat, gue bersedia di balikin di ruang membosankan ini…”

 iya paham kalo bosen di sini. Memang sendiri itu ngebosenin.” Alvin mengangguk cepat dengan muka memelas, berharap dengan begitu sivia akan prihatin lalu dengan otak jahilnya mengajaknya kabur dari sini.

“kalo lo ngapain vi, kesini?”

“udah rutinitas gue sih kesini....”

“oya? Lo sakit yang harus diperiksaan setiap hari...”

“ebusyeet do’a lo..” alvin hanya terkekeh.”gue cari kesibukan aja, cari keseruan..” tambah sivia.

“cari keseruan? Di rumah sakit?”

“hehe iya..” jawab sivia dengan tersenyum.

Alvin menatap sivia dalam, sedang yang di tatap masih menampilkan senyum, yang alvin sendiri tidak bisa mengartikan “gue mau juga…”

Sivia mengangkat kepala cepat. Saat matanya bertemu pandang dengan Alvin dia baru sadar tidak mengerti maksud ucapan lawan bicaranya.”apa?”

gue mau juga ...” sivia masih belum mengerti arah pembicaraan alvin.”seru-seruan di rumah sakit..”

sivia tersenyum sebentar. oh.. gampang itu mah, tapi nanti kalo kondisi lo udah mendingan.”

Alvin mengangguk semangat. Lalu melintas kembali sebuah pertanyaan.“tapi kapan gue mendingan?”

“tenang.. itu masih sangat lamaa….”

“Kok Masih lama? Sok tau nih looo…?” ujar alvin kali ini terdengar lemah. Entahlah, ia merasa tubuhnya seketika drop, yang ia rasakan seperti yang ia alami di rumah kemarin. Dari awalnya fit, tiba-tiba menjadi lemah… berat…

Sivia berdecak, geram.”ya oke. Bisa lebih cepat kalo lo nya nurut sama dokter dan gak kabur dari sini.

Alvin tertawa, kali ini lebih lemah lagi.

“kayaknya kondisi lo lagi memburuk ya vin, gue cabut aja kali ya, gue panggilin suster seksi deh buat lo..”

Diam. Alvin tak menjawab.Dan sivia tau pasti, Alvin tertidur atau bahkan…. pinsan. Sivia gusar..ia menatap wajah tenang alvin dalam alam bawah sadarnya, ia tersenyum sebentar sebelum akhirnya berlari ke ruangan petugas siang itu.

**


Ini benar-benar di luar perkiraan, tadi pagi saat dia terbangun, ia merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Sehingga akhirnya memutuskan meminta suster susi dan suster ela menemaninya untuk berjalan-jalan di sekitar ruangannya.

Tapi sekarang apa, ia merasa jauh lebih lemah lagi dari sebelumnya. Dan sial, itu di saat yang gak tepat. Yaitu..di saat ada seseorang yang sedikit berhasil membuang rasa bosannya, berceloteh lalala dan lalala dengan ekspresi yang membara. Sedang ada sivia di dekatnya.

“tenang.. itu masih sangat lamaaa…” ucap sivia penuh ke sok tauan.

Alvin sudah merasa sangat lemah, tapi sebagian besar hatinya ingin menanggapi ucapan itu. Dengan sedikit tenaga yang tersisa ia berucap lirih.“Kok Masih lama? Sok tau nih looo…?”

ya oke. Bisa lebih cepat kalo lo nya nurut sama dokter dan gak kabur dari sini.” sivia berujar dengan galak.

Dalam hati Alvin terbahak. Ekspresi galak sivia jauh lebih mengerikan di banding mamanya yang sedang marah. Tapi, tawa yang keluar yang seperti rintihan itu membuat Alvin tambah lemah, Alvin merasa matanya semakin berat untuk di buka.

Alvin terpejam, tapi kesadaranya belum sepenuhnya hilang, ia hanya tidak mampu untuk membuka matanya yang seperti di lem dengan kelekatan terkuat.

“kayaknya kondisi lo lagi memburuk ya vin, gue cabut aja kali ya, gue panggilin suster  seksi deh buat lo..” Alvin mendengar dengan jelas suara sivia dan kikikan di akhir kalimatnya itu. Dalam hati, Alvin ikut terkikik. Ingin sekali rasanya Alvin melihat wajah usil sivia. Tapi susah payah Alvin membuka mata, tetap tidak bisa. Dan ternyata saat ia akan membuka mulut untuk setidaknya mengucapkan kata “terimakasih”, juga tidak bisa.

Akhirnya, kata itu hanya terpendam di hati, membiarkan langkah teratur yang mulai menjauh, hingga suaranya tak terdengar lagi setelah terdengar decitan pintu ruangannya di buka, dan di tutup kembali.


***


“…ajarin gue…” shilla mendongak, bertepatan dengan itu, angin berhembus dengan kuat, membuat rambut ikal panjangnya yang siang itu di biarkan tergerai segera berkibar tanpa ampun, bahkan ada beberapa yang menutupi sebagian wajahnya.


Shilla membenarkan letak rambutnya, membuatnya bisa dengan leluasa menatap tajam pemuda angkuh di hadapannya tanpa halangan. Ini pertama kali sejak dari mobil pemuda dihadapannya itu kembali membuka mulutnya, Mengucapkan kata-kata menyebalkan yang shilla perkirakan akan membuatnya merana.

“hobby banget sih bengong. Ajarin gue hei !!!” rio masih berucap dengan angkuh. Tanpa menatap sedikitpun gadis yang masih dengan tajam menatapnya.

Shilla menghela nafas. Ia sangat menyesal telah menghina rio habis-habisan karena tidak bisa bersepeda kalo akhirnya seperti ini. Tentu, akhirnya kerugian selalu berpihak kepadanya jika dirinya sedang bersama pemuda galak nan angkuh ini.

*flashback on

Shilla menghela nafas lega saat mobil rio tidak berhenti di ujung jalan curam yang di bawahnya terdapat jurang,  tapi melainkan berhenti di toko sepeda. Ntah Apa yang di fikirkan pemuda sombong ini.

Rio yang masih menggunakan seragam sekolah elitenya, keluar dari mobilnya dengan angkuh setelah meraih jacket bermerk dari jok belakang.

Shilla masih tak bergeming, malah menatap pemuda yang kini sudah membukakan pintu penumpang untuknya tanpa sepatah kata. Shilla dengan keleletan kerja otaknya, akhirnya menyimpulkan bahwa pemuda itu ingin ia turut keluar dari mobil keluaran mewah itu.

Rio berjalan dengan kedua tangannya tersimpan rapi di dalam saku celanan abu-abunya, shilla dengan mulut manyunnya, mengikuti susah payah langkah pemuda di hadapannya yang lebar dan tergesa.

“selamat sore dek, ada yang bisa saya bantu…” salah satu sales menyapa ramah rio yang masih memasang wajah angkuhnya, yang di ajak bicara tidak bergeming, malah sibuk mengedarkan pandang ke seluruh penjuru ruangan.

Shilla menggelengkan kepala tidak mengerti, tidak mengerti kenapa ada orang seangkuh dan sesombong ini, untuk menghangatkan suasana yang terasa mulai menegang karena wajah rio terlihat semakin keras. Shilla memberi senyum seikhlasnya pada sales pria berumur sekitar 20 tahunan itu. Lalu matanya seolah memberi isyarat sabar-tuan muda-menginginkan-sesuatu-yang-harus-di-penuhi.

Setelah 15 menit, mengitari toko sepeda yang cukup luas itu. Rio menunjuk salah satu sepeda kinclong berwarna putih yang letaknya lebih special di banding sepeda lain yang ada di sini, terletak di dalam kotak kaca yang bersih dengan sedikit pita hiasan untuk memperindah penampilan kotak kaca itu.

Sales pria dengan kemeja biru itu, tersenyum sekilas, nampak seperti senyum meremehkan. Lalu membuka suara.”itu sepeda terbaik yang ada di sini, dan harganya pun sudah pasti tinggi.. model lain dengan harga jauh lebih murah banyak tersedia di sini… mungkin adek bisa liat-liat dulu.”

Rio menatap sales itu tajam, ingin rasanya segera menghardik sales tidak tau sopan santun yang masih menampilkan senyum ganjil yang terkesan meremehkan itu.

“eee… mas.. dia mau ngambil yang itu…” shilla dengan cepat menyadari perubahan aura yang berada di sekitarnya, ini kiranya salah satu langkah tepat yang terlintas di fikirannya saat itu.

Rio mengalihkan pandangannya ke shilla kini, tanpa sadar ucapan gadis itu mengurungkan niatnya untuk mencaci maki sales kurang ajar yang kini terlibat perbincangan yang sepertinya serius dengan shilla.

Perbincangan shilla dan sales itu tidak berlangsung lama, mungkin hanya sekitar 1 menit. Ah, rio tidak mau tau. Ia hanya butuh membeli sepeda pilihannya, tak peduli berapapun harganya.

“12.5 juta dek….” Ucap kasir wanita yang terlihat lebih ramah di banding sales pria yang masih saja menampilkan wajah meremehkannya, tanpa waktu lama rio mengeluarkan salah satu kreditnya. Membuat sales yang tadi meremehkannya kini menatap dengan pandangan tidak percaya.

Shilla yang melihat kejadian itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Tadinya Ia Cukup tidak suka dengan sales yang menjudge orang dengan sembarangan itu, tapi sekarang menjadi kasihan karena sales itu mendapat tatapan super tajam dengan senyuman yang lebih meremehkan. Pasti pemuda itu merasa menang! Dasar manusia angkuh tak punya etika! Lihatlah, dia bahkan tidak membuka suara sama sekali saat melakukan transaksi jual beli-sepeda ini. Apa begitu transaksi ala orang kaya?!


*Flashback off


Dan kejadian itu, membuat shilla harus kembali terdampar ke taman yang banyak menyimpan kenangan buruk dengan pemuda galak di hadapannya.

“mau sampe kapan lo bengong kayak gitu?”

Shilla tersentak. Lamunannya buyar seketika. Ia menatap rio sinis, lalu berucap galak setelah mendengus kesal.”belajar sendiri memang gakbisa!!”

“GAAAKK!!” dan tatapan tajam dengan alis bertaut itu, cukup memberitahu shilla bahwa itu tidak bisa di bantah.

Dengan langkah berat shilla akhirnya menghampiri rio yang sudah bersiap dengan sepeda barunya. Mau tidak mau, dia tetap harus mau mengajari pemuda berumur 18 tahun itu belajar sepeda. ”buruan di goes.” Rio masih diam memandangi shilla dengan raut keraguan.” gue pegangin..” tambah shilla seperti bisa membaca ekspresi keraguan rio.


*


Dengan di pegangi shilla, rio sudah memutari taman kecil itu dengan sepeda barunya kurang lebih sekitar 4 kali. Tidak peduli dengan shilla yang tangan kirinya memegangi handlebar dan tangan kanannya memegangi bagian belakang saddle sepeda tersebut sudah berkali-kali dengan sengaja mendengus keras-keras, agar pemuda itu tau kalo dia sudah cepek. Tapi usaha itu NIHIL, GATOT, RIO KURANG AJAR.

Rio menarik nafas panjang, entahlah, ia senang melakukannya sejak tadi, ada harum asing yang memenuhi indera penciumannya setiap dia menarik panjang nafasnya.

Rio menarik nafas panjang lagi, bersamaan dengan itu rambut shilla berkibar terbawa angin. Rio menarik nafas panjang sekali lagi, menghirup harum asing menyenangkan itu ternyata harum strawberry dari rambut shilla, yang sebagian terbang ke arahnya.

“rambut lo harum, gue suka..”

Shilla reflek memegangi rambutnya, lalu di sampirkan ke kiri menjauhi pemuda bersepeda di sampingnya. Ia melototi rio, yang sekarang sedang melihat datar ke arahnya.”kok lo ngendus-ngendusin rambut gue sih?” Ucapnya galak, pada rio yang masih melajukan sepedanya pelan.

Rio mengangkat satu alisnya.”enak aja... gue gak ngendusin rambut lo..”

“alah.. kok lo bisa tau harumnya segala.. udah deh lo pasti ngendus-ngendus, mesum banget sih lo... ihhh..”

“siapa yang mesum? Gue gak mesum!..”

“alah.. udah deh keliatan tuh nafsu lo membara..”

“ihh, apaan sih . keliatan apanya?”

Shilla menunjuk-nunjuk muka rio.”iya tuh... lo nafsu.. keliatan dari cara ngomong  lo.”

“apaan sih lo.. lo tuh yang .... waaaaaaa... geduubraaaakkk.......

Shilla shock. Menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tidak berkedip melihat rio yang terperosok lubang sedalam hampir 1 meter yang sepertinya di lubangi untuk di bangun sebuah proyek. Shilla melihat kedua tangannya, dia baru sadar ternyata setelah dia membenarkan tata letak rambutnya tadi dia tidak lagi memegangi sepeda rio, dan rio memang selama beradu mulutnya tidak memperhatikan jalan di depannya. Shilla lo bego banget sumpah.

“shill, lo gak ada niatan bantuin gue?”

Shilla tersadar. Lalu dengan cepat turun ke lubang yang kira- kira memiliki lebar 4 x 4 meter tersebut tanpa berkata apa-apa. Dia takut. Entah takut karena apa.

“eh.. dahi lo berdarah tuh..” shilla makin takut, lalu sebisanya menyingkirkan sepeda rio yang menimpa tubuh rio sebagian. Shilla berjongkok di samping rio, meniup-niup tanpa arti luka di kepala rio.

“lo mending ambil kotak P3K deh di mobil. Lo niup-niup gitu gak ngaruh soalnya.” Rio menyodorkan kunci mobil bergantungkan remote control mobil aston-nya.

Shilla menerima kunci itu ragu, melihat dengan seksama kunci itu.”emm.. ini ntar buka mobilnya gimana? Kayak buka pintu rumah.”

Rio terkikik lemas,”itu di pencet yang tombol gambar gembok ke buka.”

Shilla mengangguk-ngangguk mengerti. Lalu segera berlari sekencang-kencangnya menuju mobil rio. Tidak peduli dengan hari yang mulai gelap, dan perjalanan menuju parkiran yang ternyata gelap karena lampu taman belum dinyalakan.

Tidak butuh waktu lama, shilla sudah kembali dengan kotak P3K di tangan kanannya.

”kalo yang itu ngerti kan cara makenya?.” Kata rio sambil terkikik pelan.

“ihh. Rese amat sih, lagi sakit juga.. “ shilla mulai menutulkan alkohol untuk membersihkan luka di kepala rio.

“aw.. aw.. pelan pelan dong.”


*

Untung lampu-lampu lolipop taman sudah mulai menyala, jadi shilla tidak perlu susah payah ngobati luka-luka rio di kegelapan taman. Kurang lebih membutuhkan 30 menit bagi shilla untuk membersihkan dan mengobati luka rio, yang tidak hanya di dahi juga ada di bagian siku dan sedikit di bagian lutut.

“Beneran gak ada yang kerasa sakit lagi. “

Rio diam sejenak, mencoba merasakan sesuatu yang mungkin terasa sakit di tubuhnya. “emm, coba lo bantu gue berdiri deh.”

Shilla menyerengit, tapi mesti begitu dia tetap menuruti keinginan rio. Dia berdiri terlebih dulu, lalu meraih kedua tangan rio yang sudah terulur dan membantu pemuda itu berdiri. ”aduh.. duh...” rio duduk lagi.

“kayaknya memang kaki kanan gue kesleo, pantes agak nyeri-nyeri gitu.”

Shilla membulatkan mata.”serius? kok parah banget gini sih, terus ntar lo keluar dari sininya gimana. Kalo gue kan gak kuat gendong lo. Gue cariin bantuan dulu deh ya.”

Shilla sudah hampir berdiri, saat tau-tau satu tangan rio mencekal tangan shilla.”udah gakusah. Gue sms supir gue aja biar di jemput, lagian sekalian buat bawa mobil gue entar.”

Shilla menunduk, ia benar-benar merasa tidak enak. Rio memang jahat, tapi ini salahnya. jadi gakpapa kan kalo dia merasa bersalah.”maafin gue yaa..”

“iya.. gak papa..” jawab rio singkat, tangan nya sibuk mengetik sms di HP canggihnya.

Rio sudah selesai mengirim pesan singkat pada supir nya, dan supir nya tentu menyanggupi. Jadi, Mereka berdua kini tinggal menunggui supir rio datang. Dan yang sekarang terjadi hanya.... hening, sudah sejak 5 menit yang lalu.

Tiba-tiba rio tertawa sendiri, memecah kesunyian yang mereka ciptakan “gue konyol ya shill?...” ucapnya, lalu tertawa lagi.

Shilla melihat ke arah rio. Ingin ikut dalam tawa rio yang mentertawakan dirinya sendiri. Tapi...  “emm rio..” rio menghentikan tawanya lalu menoleh, bertemu pandang dengan shilla.”emm.. kalo gue ikut ngetawain lo, gue di marahin gak?.”

Rio tidak menjawab. Malah menonyor kepala shilla pelan, lalu tertawa lagi. Dan.. kali ini shilla ikut tertawa. Mereka berdua tertawa lepas, lepas sekali.


***



Akhirnya setelah 45 menit menunggu, supir rio datang. Rio di gendong belakang dengan supirnya untuk sampai di mobilnya. Sekarang ia sudah duduk di tempat duduk penumpang, yang jendelanya sengaja di buka lebar-lebar.

“lo beneran gak papakan, pulang sendiri?.” Tanya rio pada shilla yang masih berdiri di samping mobilnya.

“iya beneran gak papa kok..”

“yaudah deh, hati-hati ya bawa sepeda biadab itu,,”

Shilla terkikik.”iya iya.. gak akan nyungsep deh kayak lo..”

Rio memutar bola matanya, kesal. Lalu bersuara lagi setelah diam sebentar “oya ada yang perlu gue omongin, sini lo..”

“apaan? Lo gak mau bunuh gue kan? Sebagai bentuk balas dendam.”

“enggak .. ya makanya sini gue bisikin.”

Shilla membungkukkan badannya, memposisikan telinganya untuk di bisiki sesuatu yang entah apa oleh rio yang dalam posisi duduk.

“Cup” pipi shilla memanas, baru saja pipi kanannya di kecup singkat oleh rio. Kejadian itu terlalu cepat, Sampai-sampai ia tidak mengubah posisi dalam beberapa detik.

“itu balasan yaaa.” Ucap rio pada shilla.”ayo jalan pak.” Lanjutnya cepat, pada supirnya.

Baru setelah mobil rio mulai berjalan pelan, shilla sadar. DIA KECOLONGAN. Dia menegakkan badannya. “DASAR RIO MODUS!!!!!” teriaknya garang pada mobil yang hampir keluar dari pelataran parkir taman itu.

Kepala rio nyembul dari jendela mobil. Ia melambai-lambai kan tangan dengan senyum lebar.” HATI-HATI YA NYET. MAKASIH BUAT HARI INI” ucap rio sebelum mobilnya mulai memasuki gerombolan mobil yang memenuhi jalanan ibukota.


to be continued....

Part 15a : http://egaditya.blogspot.com/2013/07/kamu-untuk-aku-part-15a_20.html