Minggu, 29 Juni 2014

Kamu Untuk Aku : Part 26

Akhir- akhir ini, Agni merasa Shilla kurang bersemangat. Dia sering bengong kalau diajak bicara. Agni tidak tau pasti apa yang bikin sahabatnya itu jadi kelewat pendiam gini. Yang agni tau, hal itu bersamaan dengan keabsenan Rio nangkringin pos satpam buat nunggu Shilla pulang sekolah.

“Shill.. “ panggil agni. Dan ya seperti biasa, shilla tidak akan menyahut jika sekali panggil. “ SHILLA”

Shilla terlihat mengerjap beberapa kali. “ Ya..”

“ Ada Apa sih?” selalu begitu Agni bertanya.

“ Gak ada apa-apa. “ Agni menghela nafas, karena diam-diam dia sudah menduga Shilla akan menjawab seperti itu.

Agni hanya mengangguk tanpa banyak komentar, meski rasanya mulutnya sudah siap melontarkan berbagai praduga untuk menghakimi Shilla saat itu juga.

Cukup lama diam, sampai Shilla menghela nafas berat. Dia tidak bisa terus-terusan begini. Hidup tak bernyawa.

Shilla melirik agni yang tengah bergelagat canggung di sampingnya, dia sadar, dia juga tidak bisa terus-terusan mengabaikan sekelilingnya. “ Ag.. “

“ Ya.. “ tanggap Agni, kelewat semangat.

“ Lo tadi bisa gak ngerjain soal bahasa jerman nya?”

Agni terkekeh. “ Lo kayaknya gak perlu nanyain itu deh Shill, lo udah tau jawabannya.”

Shilla tersenyum sekilas. “ Gak bisa yaa?”

“ Shill.. lo masih nganggep gue sahabat lo kan?”

Tiba-tiba ditanyai seperti itu, shilla tersentak. Dia mengangguk dalam diam.

“ Gue tau lo lagi ada masalah yang lagi beban banget di pikiran lo, dan gue gak akan maksa lo buat cerita sekarang. Tapi kapanpun lo mau cerita lo taukan shill ada sahabat yang selalu siap dengerin cerita lo. Siap ngebantuin lo.”

Shilla sudah menangis, ketika dengan lembut Agni memeluknya. Dalam hati sangat bersyukur punya sahabat sebaik Agni.


*


“ Terus apa rencana lo sekarang shill?” Tanya Agni begitu Shilla selesai menceritakan masalah yang membebani pikirannya lebih dari seminggu ini. Akhirnya Shilla bersedia menceritakan semuanya pada Agni.

“ Pengennya gue sih, karena sekarang UAS udah selesai gue mau fokus nyariin Rio. “ jawab Shilla, sebenarnya tidak terlalu yakin.

“ Sorry ya shill, tapi lo mau nyari kemana? Bukannya kata lo tadi, lo udah sempet ke sekolah kak Rio dan Kak Rio gak ada. Lo punya tujuan tempat lain buat nyariin kak Rio?”

Shilla semakin murung, Ia menghela nafas berat. “ Gue gak tau. Gue baru mau nanya kak Alvin.”

Agni mengerutkan dahi, tidak mengerti.

“ Seminggu yang lalu, kak Alvin sempet nyampaiin salam dari Rio buat gue.” kata shilla, Ia berhenti untuk mengambil nafas dalam-dalam karena dadanya mulai sesak. “ mungkin kak Alvin tau keberadaan Rio.”

Agni menepuk-nepuk bahu Shilla, menguatkan. “ Kamu pasti bisa shill, kalian bakal bereng-bareng lagi kayak dulu. Bakal jadi couple aneh yang selalu berhasil bikin iri.”
Shilla memaksakan sebuah senyum tipis. “ Tapi gue takut Ag, gue takut yang dibilang dea ada benernya. “

“ Shill, dengerin gue. “ kata Agni, Ia memutar tubuh Shilla untuk menghadapnya. Saat mereka sudah saling berhadapan, Agni menguatkan rengkuhannya di bahu shilla. “ Kita sama-sama tau, Rio berjuang gila-gilaan buat bikin lo jadi milik dia. Dan semisal yang lo takutin itu bener-bener terjadi, apa lo gak cukup percaya sama Kak Rio, kalo dia juga bakal berjuang gila-gilaan buat mempertahanin apa yang udah susah payah dia dapatin.”

Shilla menangis lagi. “Ah Agni, gue sayang sama lo.”

“ Iya gue tau, gue juga sayang sama sahabat gue yang cengeng satu ini. “ Mereka berpelukan lagi . “ Semangat ya Shill, karena Keindahan gak selamanya mudah buat diraih.” Tambah agni, tersenyum lega melihat Shilla yang tampak lebih bersemangat.



***


“.. Yo buka! Alvin nih. “

Rio langsung bangkit dari sofa empuknya, berjalan semangat menghampiri pintu kamarnya. Membuka pintu itu, melihat Alvin sedang cengengesan di depan pintu, Ia langsung memeluk Alvin erat sekali.

“Yo lepasin deh. “ Alvin mulai pengap dengan pelukan Rio yang kelewat Erat. “Malu kali, di dalem entar kalo mau yang lebih hot. “ Kata Alvin asal.

Rio melepas pelukannya. Tertawa sambil mendorong pelan pundak Alvin. “ Gue Cuma lagi kangen melukin Shilla ” Sahut Rio, sambil mengunci kembali pintunya.

“Oh man. Dan lo ngelampiasin ke gue. Parah lo, kalo kebablasan gimana?”

“ Emang lo nolak kalo entar gue akhirnya keblabasan sama lo?”

“ Enggak sih,” jawab Alvin, lalu terbahak. Di ikuti Rio. Ia lempar Rio dengan bantal kecil di dekatnya.

Rio dapat menangkap lemparan itu dengan lincah. Ia mengikuti Alvin yang sudah tiduran di bed kingsize miliknya. “ Lagian lo tega ya vin, udah seminggu dan lo baru jengukin gue?” katanya protes.

Alvin berdecak. “ Yaelah! lo jangan asal tuduh yo, hampir tiap hari gue kesini. Dan baru sekarang ini nih gue dapet izin bisa nemuin lo?”

“Oya? Jadi selama ini lo gak boleh nemuin gue?”

“iyaa. “

“Keterlaluan emang. “ kata Rio kesal. “ terus, sekarang kok bisa gimana ceritanya. “

Alvin bangkit untuk duduk, mengobrak-ngabrik tasnya. “ Nih.. “ ia mengulurkan selembaran kertas kearah Rio. “ Formulir pendaftaran Universitas.”

Rio menyeringai, mengerti dengan taktik yang Alvin lakukan. Mendadak Rio dapet ide. “Vin gue punya ide..”

“Ide apa?” tanya Alvin tidak mengerti.

Rio tersenyum misterius. “ Ide buat gue bisa keluar dari sini. “


***


Sudah 4 minggu dari kejadian yang membuat hidupnya sedikit berantakan. Dan, yang Ia takutkan benar-benar terjadi.

Pricilla melirik jam berlapis emas kesayangannya, tinggal 5 menit dari waktu janjian. Pantas saja dia merasa semakin gugup.

“Prissy..” Pricilla mendongak, membalas senyum pemuda yang tadi memanggil namanya. “Udah nunggu lama?”

Pricilla menggeleng. “ Enggak kok gab. Lagian, ini masih 5 menit dari waktu janjian kita.”

Gabriel tersenyum, mengusap kaku puncak kepala prissy. “ Kamu cantik pake baju itu. “ katanya lembut.

Pricilla langsung menunduk, melirik sekilas dress putih polkadot merah hati yang ia gunakan. Ia harus mengakui, Ia menghabiskan hampir 1 jam untuk akhirnya memutuskan memakai dress ini, dan dia senang jika gabriel suka. “ Thanks. “ ujarnya malu-malu.

“Pesen makan dulu deh ya. “

Pricilla mengangguk, lalu menunduk lagi.

Setelahnya, gabriel memanggil salah satu waiter berkemeja putih. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya waiter itu ramah.

Mereka memesan dengan waktu singkat.

“ Jadi apa yang pengen kamu omongin priss?” tanya gabriel begitu saja begitu waiter yang ia panggil meninggalkan meja mereka.

Pricilla tersentak, lalu reflek mendongak. Tapi bukannya mengungkapkan tujuannya mengajak gabriel bertemu, dia malah diam. lidahnya terasa kelu. Lalu dia memilih menunduk lagi.

Gabriel tersenyum, menyadari kegelisahan pricilla. Ia ulurkan tangannya untuk meraih tangan pricilla. Hal itu membuat Prcilla mau tak mau mendongakkan kepala lagi, bertemu pandang dengan gabriel pada satu titik yang sama.
“ Omongin aja priss, gak papa. “ kata gabriel meyakinkan.

“ Aku mm.ma.u.” Pricilla diam sebentar, mencari kemantapan. “ Aku mau, pernikahan kita dipercepat. “

Gabriel harus mengakui, dia tersentak mendengarnya. “Ke.na.pa? “ tanyanya tak terkontrol.

Dada pricilla mulai sesak, airmatanya menetes begitu ia mengedipkan mata. “ Aku positif hamil. “ katanya, suaranya bergetar.

Gabriel menegang, tangannya yang menggenggam Pricilla menguat. Dia juga butuh disokong tenaga untuk tetap kuat.

Setelah cukup lama diam, gabriel menghela nafas panjang, sebagai tanda Ia telah menyelesaikan perseteruan panjang hati dan pikirannya. Genggaman tangannya pun sedikit mengendur, Ia tersenyum lembut untuk pricilla yang menatapnya ragu. “Jika itu yang terbaik Priss.” Katanya, diciptakan setegar mungkin.

Senyum Pricilla langsung berkembang. Matanya berbinar lebih cerah. “ Makasih Gab..”

Gabriel tak menjawab, Ia menautkan kedua alisnya.

Pricilla tersneyum lagi. “ buat tanggung jawab kamu. “

Gabriel tersentak. Sebesar itu kah hati pricilla, hingga berterimakasih untuk kebejatan yang dia lakukan. Tiba-tiba, gabriel merasa tidak pantas untuk gadis sebaik pricilla.



***


Zeth sedang membaca hasil laporan salah satu cabang perusahaan minyak miliknya, ketika seseorang mengetuk ruang kerjanya tiga kali.

“ Tuan, saya mohon izin masuk.” terdengar suara kiki, ketua pelayan yang sudah bekerja dirumah besar haling hampir seumur hidupnya.

“Masuk. “ jawab Zeth. “ Ada apa?” tanyanya tak membuang waktu begitu kiki memasuki ruang kerjanya.

Kiki menyempatkan membungkukkan sedikit badannya untuk memberi hormat sebelum memulai bicara. “ Maaf tuan, Tuan muda ingin bertemu dengan anda. “

Zeth mengangkat Satu alisnya, mencoba memikirkan apa tujuan putra tunggalnya ingin menemuinya setelah lebih satu minggu ini dia mengurungnya. Zeth tersenyum puas, mungkin anak itu sudah menyadari kesalahannya. “Bawa dia kesini.” Katanya memerintahkan.

“Baik. “ Jawab Kiki, kembali menunduk hormat sebelum pergi dari ruangan itu.

Zeth menutup map berisi laporan-laporan yang sudak sejak 30 menit yang lalu ia tekuni. Bersiap menghadapi putranya yang akhir-akhir ini tidak dapat lagi terkontrol olehnya.

Tidak sampai 5 menit Zeth menunggu, Ia mendengar lagi ketukan dari pintu ruang kerjanya. “Masuk.” Katanya sebelum seseorang memohon izin masuk seperti biasanya.

Detik berikutnya, kiki memasuki ruangannya, diikuti pemuda jangkung yang dipegangi 2 pengawal dikanan-kirinya.

“Lepaskan dia. “ Perintah Zeth, membuat 2 pengawal itu dengan patuh melepas pegangan kuat di masing-masing tangan tuan mudanya.

Hening sesaat. Sebelum Zeth membuka suaranya lagi. “ duduklah mario.”

Rio menuruti, berjalan dalam diam menghampiri kursi di depan meja kerja ayahnya.

“Kalian keluar lah. “ perintah Zeth lagi, kiki dan 2 pengawal itu segera meninggalkan ruangan itu.

Hening sejenak, Zeth menyesap kopi hitam yang selalu disiapkan dimejanya tanpa melepas tatapannya pada putranya. “Apa yang ingin kamu sampaikan? ” begitu tanyanya, ketika sudah meletakkan cangkir kramik kembali ke tataannya.

“ Saya ingin menghadiri acara kelulusan.” Jawab Rio datar. Menatap berani lelaki paruh baya yang kini mengerutkan dahinya.

“ Bisa, jika kamu sudah mengakui kesalahanmu.”

“ Kesalahan?” Tanya Rio tenang. “ Anda pikir pemuda umur 18 tahun yang jatuh cinta merupakan kesalahan?”

Zeth tersenyum merendahkan. “ Kamu pikir itu jatuh cinta. Itu kebodohan.. YANG MERUGIKAN. MENGERTI!” Sahut Zeth, tidak bisa menahan nada tinggi diakhir kalimatnya.

“ Meskipun cinta pemuda itu menjadikan satu-satunya alasan pemuda itu untuk tetap hidup. Apa itu tetap saja kebodohan?” Jawab Rio tetap tenang.

Zeth menatap mata Rio tajam, ternyata Putranya benar-benar keluar jauh dari kontrolnya. “ Ternyata kamu masih saja tidak mengerti. Kembalilah lagi ke kamarmu karena kamu tidak akan pernah mendapat izin saya.”

Rio hanya diam di tempatnya sampai beberapa detik, menatap lelaki paruh baya yang sialnya adalah ayahnya penuh kebencian. Setelah 18 tahun Ia berusaha setengah mati untuk membuat lelaki itu bangga, untuk mendapatkan cintanya. Dan sekarang ini yang dia dapat. Ini cinta? Bukan! Hanya gadis itu yang bisa memberinya cinta!

“ Apa lagi yang kamu tunggu?”

Rio bangkit, tanpa mengatakan apa-apa. Pergi dari ruangan itu dengan langkah besar-besar. Meninggalkan Zeth yang mengusap rambutnya frustasi ketika putranya menutup pintu ruang kerjanya itu dari luar.


Zeth menekan tombol telpon dengan tidak sabaran. Begitu suara di sebrang menyahut “Ada yang bisa sa..” zeth memotongnya cepat. “ Bawa gadis itu menemui saya! Se.ce.pat.nya!”

Klik. Zeth memutuskan sambungan telpon sebelum lawan bicaranya menyahut sekedar menjawab ‘ya’ untuk menyanggupi perintahnya. Ia benar-benar sedang dalam puncak kemarahan.



***


Shilla setengah menyeret kakinya menyusuri jalan trotoar perumahan elit yang shilla sendiri tidak tau didaerah mana.

Berhenti menggoda anak saya.. Kamu sudah menghancurkannya..”

Ia berhenti. Menekan dadanya yang terasa nyeri. Tanpa terasa, pandangannya memburam, dan ia menutupi wajah dengan kedua telapak tangan sambil terisak pelan.

“ Kamu tidak pantas, dan itu terlalu jelas..”


Shilla semakin menekan dadanya, nyerinya semakin terasa hingga membuatnya sulit bernafas.

Suasana  hati  Shilla  benar-benar  buruk  hari  itu.  Kemarahan,  rasa  terhina, kehancuran  bahkan  kesedihan  karena  dia  begitu  tidak  berdaya  campur  aduk dalam hatinya. Menggoda? Apa dia memang sehina itu? astaga. Apa yang harus shilla lakukan. Bahkan cintanya masih begitu besar saat tembok tinggi sudah jelas menjulang didepannya.

“.. Shil.la?”



*


Tadinya, Alvin akan menuju rumah Rio untuk mengantarkan surat undangan yang susah payah Ia dapatkan dari pihak sekolah untuk membantu kelancaran rencana sahabatnya. Namun, Ketika dilihatnya gadis berambut panjang yang nampak tidak asing untuknya tengah sendirian dengan bahu mungil yang berguncang oleh tangis. Alvin merasa hatinya terenyuh, Ia benar-benar mengenali gadis itu. Dan Ia merasa ada hal yang tidak beres, mengingat apa yang dilakukan gadis itu lakukan di sekitar sini, dan.. menangis.

Alvin mematikan mesin mobilnya, melangkah sepelan mungkin untuk tidak mengagetkan gadis itu.

“Shil.la”

Shilla mengangkat kepala, menatapnya dengan air mata masih mengaliri kedua sisi wajahnya, bibirnya bergetar dan matanya sembab. Shilla nampak ternganga sebentar, karena detik selanjutnya dengan cepat Shilla menghapus air mata yang membasahi pipinya.

“ kamu kenapa?..” tanya Alvin, khawatir.

Shilla diam saja, mendadak gelisah.

“ Lo gak papa kan?” Tanya Alvin lagi. karena Shilla tak kunjung menjawab.

“ Aku.. gak papa kak..” Shilla mulai menahan tangisnya. Dia tidak mungkin menceritakannya pada siapapun termasuk Alvin.

“ Kamu yakin?”

Shilla memaksakan sebuah senyum. “ Iya kak. beneran aku gak papa.”

Alvin diam sesaat, menatap Shilla curiga. “ Tapi.. kenapa nangis?.”

“Ah ini... ini... “ Shilla bergerak gerik gelisah.

Seakan menyadari kegelisahan Shilla, Alvin menepuk pundak shilla sekali. “ Yaudah kalo gak mau cerita, kakak anter pulang aja yuk. “

Diam-diam Shilla menghela nafas lega. Mengangguk pelan dan segera mengikuti Alvin memasuki mobil pemuda itu.



To be Continued....