Jumat, 13 September 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 18 )

Kesakitan mereka, tidak bisa di lihat dari kita...
Coba lihat dari sisi mereka, tidak hanya dari kita....

Tanpa semangat, Rio mengancingkan kancing seragamnya. Seandainya tidak ingat bahwa dalam hitungan minggu dia harus menempuh ujian nasional, mungkin dia lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut selama seharian ini.

Rio telah berhasil mengancingkan ke 6 kancing bajunya, menatap hampa pantulan  dirinya yang balik menatapnya. Bayangan itu tampak kacau, jauh lebih kacau sebelum dia mengenal gadis polos yang telah memporak porandakan hatinya. Semalam.

Ketukan pelan di pintu kamarnya tidak membuat Rio menoleh. Dia hanya menyahut malas-malasan sambil mempersiapkan dasi untuk di pakai.”Masuk..”

Pintu terbuka. menampilkan Ify yang segera menghampiri Rio dengan langkah panjang-panjang..  lalu memposisikan diri, di balik punggungnya

“perlu aku bantu?” tawar Ify, begitu ia melihat Rio terlihat kesulitan membentuk simpul dasi sekolahnya.

Rio melihat Ify yang berdiri di belakangnya, melalui cermin. Ia tersenyum tipis sambil mengangguk.”if you don’t mind...”ujarnya kemudian.

Ify tersenyum manis, lalu membalik tubuh jangkung pemuda itu untuk menghadapnya. Memakaikan dasi di leher pemuda itu, membentuk jarak sangat dekat di antara keduanya. Diam-diam.... Ify berulang kali mengambil nafas panjang, menghirup berkali-kali harum campuran bebauan woddy dengan vegetal yang terkuak dari tubuh Rio. Harum yang menambah kesan misterius orang yang memakainya.

Ify tersenyum senang, melihat dasi Rio sudah terpasang rapi pada pemiliknya. Lalu setelah puas memandangi hasil kerjanya, Ify menengadah, melihat wajah Rio yang ternyata memang sangat dekat darinya. Lalu harus menelan ludah kepahitan, mendapati pemuda di hadapannya nampak terpuruk dengan pandangan kosong. Ia tahu betul, kejadian semalam masih sangat membekas di pikiran pemuda itu.

“Kamu baik-baik aja, Mario?”

Rio terperanjat. Melihat ke bawah, Ke Ify yang lebih kecil darinya. Dia kembali hanya tersenyum tipis. ”I’m OK. Thanks.”

Ify mengangguk. Lalu mendudukkan dirinya di bed kingsize milik Rio yang terasa lembut di balut sprei polos berwarna abu-abu tua. Mengamati Rio yang saat ini tengah sibuk memilih beberapa buku untuk di masukkan ke dalam tas hitamnya.

 “kamu apa gak kepagian kesininya fy?” tanya rio, setelah sebelumnya melirik jam besar yang berada di sudut ruang kamarnya.

Ify menggeleng, meski ia tahu rio yang sedang membelakanginya tidak melihatnya.”Aku sengaja.. tiba-tiba aku pengen sarapan di istana haling... pengen sarapan bareng putra mahkotanya.” Ucapnya penuh canda, mencoba mencairkan suasana.

Rio melihat ify sekilas, lalu tersenyum. Tidak menangkap segala keganjilan yang terlihat semakin nyata.

Kejadian semalam, memang membuat segala nya berbeda. Mungkin.. tidak akan ada lagi mereka yang saling meledek, saling tak acuh. karena hanya akan ada mereka yang saling bersikap dan bertutur kata manis. Ber aku-kamu. Mengkuak perasaan nyata yang selama ini di pendam oleh satu dari mereka.


*


Dengan berjalan pelan shilla duduk menghampiri meja makan. Lalu tanpa kata-kata shilla mengambil makan. Melakukan aktivitas seperti biasa di pagi hari, sarapan.

“eh.. ternyata kamu sudah di sini.. baru aja bunda mau manggil kamu ke kamar..” Shilla hanya tersenyum, lalu melanjutkan sarapannya.

“soalnya... itu om deva sama om septian udah nunggu..” ujar ina lagi. Dan perkataan ina barusan, langsung membuat shilla tersedak, hingga hampir menghabiskan 1 gelas besar air putih karena terbatuk-batuk.

“Aduh, pelan-pelan dong shill makannya..” ina yang khawatir, mengelus-ngelus punggung anak gadisnya lembut.

Shilla yang tidak mendengar dengan jelas apa yang baru saja di ucap ibunya, sekarang tengah sibuk melihat keluar melalui jendela. Membuktikan kebenaran dari perkataan ibunya, dan benar saja terlihat om deva dan om septian yang sedang terlibat percakapan di halaman rumahnya.

Tiba-tiba, nafas shilla menjadi sesak. Ia tidak menyangka, melihat sesuatu yang berhubungan dengan pemuda itu, membuatnya menjadi ragu untuk tetap melangkah meninggalkan pemuda itu. Terbesit pikiran betapa baiknya pemuda yang sudah ia hancurkan semalam. Baik? Apa sebenarnya pemuda itu baik. Tapi.. apa dengan terus memaksa dirinya mengikuti perintahnya, membatasi keinginannya, di katakan baik? Tanpa sadar shilla menggeleng pelan. Ini sudah cukup. bahkan kebebasan ini sudah lama ia nantikan. Harusnya.. tidak akan ada sedikitpun keinginan untuk menghancurkan kebebasan yang sudah susah payah ia dapatkan.

Ini.. hanya butuh pembiasaan. Ya .. Pembiasaan. Bukan keterikatan.


***


Alvin memelankan langkahnya, lalu benar-benar seperti tidak melangkah –sangking pelannya, saat apa yang di lihatnya semakin jelas. Di sana... tempat biasa ia duduk untuk memperhatikan guru berkoar-koar di depan kelas, sedang di duduki gadis manis yang belum lama ini terlibat percakapan sengit dengannya.

Alvin mengalihkan pandangan, saat tau-tau si gadis menangkap kehadirannya dan sekilas menatapnya. Lalu dari sudut matanya, alvin bisa melihat gadis itu bergelagat gelisah, yang lalu meninggalkan tempat duduknya buru-buru setelah sebelumnya menepuk-nepuk pelan pundak pemuda di sampingnya dan mengatakan beberapa kata yang tidak terdengar jelas oleh alvin.

Alvin mematung. Baru saja gadis itu, melewatinya. Tidak ada lagi kehangatan. Persahabatan 10 tahun ini, memang benar-benar sudah berakhir. Terhitung sejak kejadian 10 menit, beberapa hari yang lalu. See, 10 tahun hancur karena 10 menit, itu... tragis.

Sudah cukup lama hanya berdiri diam di pintu kelas, akhirnya alvin sadar juga. Dengan pahit, ia memang harus menerima kenyataan itu. langkah nya gontai memasuki kelas, menghampiri kursi nya pada barisan hampir belakang.

Rio yang melihatnya sempat menyerengitkan dahi. ini hanya perasaannya saja, apa memang benar adanya... ada perbedaan-perbedaan kecil yang mulai hadir satu-persatu di dalam hidupnya, di hidup orang-orang di sekelilingnya. Rio menggeleng, khawatir itu hanya kesalahan pikirannya karena otaknya sedang bermasalah.

Dan untuk pertama kalinya, kedua pemuda bersahabat itu. Menghabiskan waktu terlalu lama untuk saling diam, merasa sangat canggung hanya untuk saling menyapa.. atau berbagi cerita tentang hal-hal yang tidak penting seperti biasa. Hanya sedang saling menyelami masalah masing-masing dari mereka. Masalah dengan penyebab yang berbeda. Meski sebenarnya memilki keterkaitan yang begitu kuat.



***



Sinar matahari menyusup melalui celah kecil tirai merah muda yang sedikit terbuka karena tertiup angin. Membuat gadis dengan baju tidur merah muda di kamar kecil itu menggeliat, mengerjap beberapa kali sebelum benar-benar membuka matanya.

Gadis itu melihat jam beker di lemari kecil dekat tempat tidur dengan mata yang di sipitkan, 06.30.  dan ia memutuskan untuk kembali dalam balutan hangat selimut –yang juga- merah muda untuk kembali tertidur. Ini hari minggu.

Drrt.. drrrt...

Shilla –gadis itu- menyikap selimutnya cepat, matanya sudah terbuka lebar, dengan cepat ia menyingkirkan semua benda yang ada di tempat tidur kecilnya , mencari benda kecil yang baru saja mengejutkannya.. menciptakan desiran halus... harapan itu tumbuh... harapan.. bahwa getar halus itu merupakan pesan singkat dari sesorang yang ‘dulu’ nya rutin memberi ucapan selamat pagi, dan yang ‘dulu’nya membuatnya menggerutu setiap pagi, dan sekarang.. lihatlah.. ternyata .. di nanti.

Dan ketemu.... dengan perlahan.. ia menggerakan tangannya yang sudah gemetar di layar besar HP layar sentuhnya.

From         : kak gabriel 
Pagi shilla. J

Shilla mendengus keras, ia tidak bisa menahan kekecewaannya. Nyatanya meski mendapat pesan singkat dari pemuda yang di kagumi, kebahagiaannya tetap terasa kurang karena bukan dari pemuda yang benar-benar di nanti.

Shilla mengangkat satu bibirnya. Dia seperti orang yang paling tidak punya malu sedunia. Saat pemuda-yang dinanti- itu selalu hadir setiap pagi.. ah bahkan... tidak hanya setiap pagi.. pemuda itu rasanya seperti hadir setiap detik, ia mengacuhkannya, membencinya. Dan sekarang ia .. emmm.. mungkin ia merindukannya. Ah.. rasanya hampir tidak mungkin jika dia merindukan pemuda menyebalkan itu.

Shilla mengusap kebawah HP layar sentuhnya, memperlihatkan deretan pesan masuk dari pemuda yang di maksud, pemuda yang di tunggu-tunggu. Shilla melihat kalender yang tergantung di dinding sisi kanannya, sekarang, 7 april 20. Sms terakhir pemuda itu... 31 maret. Emm.. Itu satu minggu yang lalu, dan bukankah itu bersamaan dengan kejadian yang akhirnya –mungkin- membuat semua ini terjadi. Membuat pemuda itu seperti hilang dari hidupnya.

Ah.. Ini masih pagi, dan pemuda itu sudah mengacaukan pikirannya, tidak cukupkah pemuda itu mengacaukan hidupnya, dan mungkin sebentar lagi juga... hatinya.

Drrt drrrt.

HP shilla kembali bergetar, menampilkan pesan baru dari pemuda yang sama, pemuda yang mengirim pesan singkat untuknya pagi ini.

From         : kak gabriel
Shilla. besok malem kamu ada acara?

Shilla mengerutkan dahinya, mengetik dengan cepat balasan untuk gabriel.

To             : kak gabriel
Enggak deh kayaknya kak, ada apa?

From         : kak gabriel
Seperti yg kta tau, kamu bakal prgi kemah 1 minggu lagi.
Kakak pengen ngajakin kamu makan malem, ya itung-itung perpisahan lah. Gimana?


To             : kak gabriel
Hihihi kakak..
kak, aku cuma kemah 1 minggu..
perlu bgt gtu ada perpisahan ?


From         : kak gabriel
Oke. Makan malam ini memang bukan murni untuk perpisahan sih
Because.. actually I was just trying to ask you for .. emm maybe.. a date.


Tanpa sadar, shilla menepuk-nepuk kedua pipinya. Aliran panas merayap tanpa ampun di kedua pipinya, entah sudah seberapa merah pipi chubbynya kini. yang ia tau aliran panas itu tidak hanya menyerang pipinya.. tapi juga hatinya, membuatnya panas hingga rasanya akan meledak.

Kyaaaa.... date dengan gabriel. Itu seperti durian runtuh di musim rambutan. Dan demi tuhan.. shilla tidak akan berfikir dua kali untuk mengiyakan ajakan raja hatinya. Raja hatinya? See.. shilla... bahkan pikiranmu saja tau bahwa hatimu sudah memiliki Raja, dan umumnya dalam satu negara hanya di kuasai SEORANG raja. Tidakkah hal itu berlaku pada hatimu. Cukup seorang. Itu sangat jelas artinya kan.. tidak ada tempat untuk pemuda lain.

Ya ya ya.. sebenarnya ini jauh lebih mudah shilla, kamu cukup meninggalkan masa lalu suram dengan pemuda angkuh yang masih saja mengusikmu saat sudah pergi dari hidupmu, lalu menyambut masa depan cerah dengan raja yang sudah terpilih. YA. Ini akan sangat mudah.

Ia membalas dengan cepat.

To             : kak gabriel
With pleasure, sir. hehe






***


Ruangan itu sudah sepi sejak 1 jam yang lalu. 2 pemuda yang ada di dalamnya tak menciptakan suara dari mulut mereka masing-masing. Hanya ada suara decitan kursi yang sengaja di putar-putar oleh satu dari mereka.

Alvin memutar lagi kursi belajarnya. Menghela nafas frustasi melihat temannya yang masih saja diam sambil menatap datar ke handphone hitam –yang entah apa yang di lihat.”yo.. mungkin lo masih betah diem lebih lama lagi. Tapi serius... gue udah gak betah.”

Rio –yang di ajak bicara hanya mendongak sebentar, mengangkat satu ujung bibirnya, lalu kembali menunduk memandangi –lagi- layar handphonenya.

Alvin mendesah.”ada yang perlu lo ceritain, biar gue tau, gue mesti ngapain selain nongkrongin kamar gue tanpa ngelakuin apapun?”

Untuk sesaat ada hening di antara mereka berdua. alvin sedang memikirkan bagaimana caranya membuat temannya itu bisa membuka suara.

“...oke gue tau lo gak suka cerita, tapi apa salahnya nyoba.. maksud gue.. mungkin.. lo bisa nyoba cerita sama gue. mungkin itu bisa buat lo ngerasa lebih baik..”

Tanpa sadar, rio mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia sudah pernah bercerita pada seseorang sebelumnya, dan ia setuju.. jika menceritakan masalahnya pada orang lain sebenarnya membuat dirinya jauh lebih baik. Iya. Memang mungkin dia harus mencoba.

Rio menarik nafas panjang. Menyeringai tanpa arti. ia akan mencoba. ”.. lo terlalu ngerti gue vin, mungkin kalo lo cewek gue udah naksir lo...”

Alvin tertawa kecil, sebentar. Karena selanjutnya ia sudah kembali berkonsentrasi dengan rio yang seperti akan melanjutkan ucapannya.

.”..tapi sayang nya lo cowok. Gue jadi gakbisa naksir lo dan akhirnya... gue naksir shilla. “ rio tertawa, tawa ironis yang terasa getir. “dan.. you-know-lah ini pengalaman pertama gue, dan gue gak nyangka sekalinya gue naksir cewek. Gue bisa cinta banget sama dia, gue cinta shilla vin.. cinta banget” katanya lagi. Pandangannya kini menerawang. Seperti menelusuri tapak masa lalu bagaimana dia bisa bertemu dengan shilla, dan bagaimana ia bisa begitu mencintai gadis itu.

“.. sangking cintanya. Gue terlalu berambisi buat milikin dia seutuhnya. Dan gue pikir milikin dia bakal semudah gue milikin mobil-mobil baru gue. Tapi ternyata.. Ini beda, yang ini susah.. karena yang pengen gue milikin sekarang bisa ngelawan.. bisa ngebantah. Shilla bukan benda mati yang nurut-nurut aja untuk gue miliki.. dan gue baru sadar tentang itu..”

Rio diam sesaat, tapi Alvin bisa mendengar helaan nafas panjang dari sahabatnya itu.

“shilla mutusin gue.. dia ninggalin gue... karena bukan gue yang pengen dia miliki... dan ini untuk pertama kalinya apa yang gue inginin gak terwujud, dan ternyata gak dapetin apa yang kita pengenin itu rasanya gak enak ya, nyakitin.  apalagi ini bener-bener sesuatu yang kita pengenin....”

Rio mengangkat wajah yang terus-menerus tertunduk. Mengumpulkan setiap titik kepercayaan diri yang tersisa di dirinya untuk menatap wajah Alvin sambil mengukirkan sebuah senyum.

“ Gue udah ngerasa kalah vin, padahal rasanya gue belum memulai apapun. Gue tau, gue gagal.. ” suara Rio terdengar sedikit gemetar, seperti tidak sanggup menerima gejolak sakit yang timbul dari hatinya.

Alvin membalas tatapan Rio. Merasa gamang, bukan karena dia tidak bisa mengerti maksud kata-kata Rio. hanya saja ia terlalu mengerti apa yang di rasakan sahabatnya. Keinginan yang selalu terpenuhi, membuat sahabatnya itu tidak terlatih untuk menerima kegagalan.

Alvin mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamarnya, sembari berpikir. Lalu, Pandangannya berhenti pada satu gambar besar tepat di dinding –sisi atas tempat tidurnya. “yo.. “ panggilnya, yang langsung membuat rio mengangkat kepalanya. “lo lihat gambar itu!!” ujar alvin lagi memerintah, tangannya menunjuk gambar yang ia lihat tadi.”kenal kan siapa dia?”

Rio mengangguk pelan, alisnya sudah saling bertautan.”thomas alfa edisson?”

“yuup. Apa yang lo tau soal dia?”

Rio tidak langsung menjawab. ia diam sebentar, menatap alvin dengan pandangan tidak mengerti.”dia... orang yang punya paten penemuan terbanyak di dunia.”

Sambil mengangguk-ngangguk, alvin memutar kursi belajarnya lagi. Memposisikan dirinya senyaman mungkin.”Oke.. seperti kayak yang lo bilang. Dia seseorang yang mempunyai paten penemuan terbanyak di dunia. Yang di sejarahnya, Penemuan-penemuan yang di dapat karena perjuangan. Yang gak hanya sekali jajal, tapi ada beberapa kali gagal, emm mungkin bahkan.. sering gagal.”

Alvin diam sebentar. Memberi senyum singkat pada rio, yang saat ini sedang berkonsentrasi mendengarkannya.” See.... einsten, untuk menjadi berhasil menggapai keinginannya, gak hanya dengan satu percobaan, dia harus gagal berkali-kali, dan i-know dia bangkit lagi, buktinya.. kita sekarang lagi menikmati usahanya einstein.”

Deg. Rio menelan ludah, sepertinya dia sudah bisa membaca arah pembicaraan alvin.” Einsten yang berkali-kali gagal seperti itu bisa menciptakan perubahan dunia yo. Kalo lo.. bukannya lo baru gagal satu kali.. emmm.. lo mau nyerah? terus biarin hidup lo kayak gini aja? gak mau nyiptain perubahan juga ke hidup lo? perubahan yang lebih baik?.”

Alvin meninggalkan kursi putarnya, menghampiri rio. setelah sampai, ia tepuk pundak rio dua kali.”yo, semua orang memang gak ada yang mau gagal. Tapi saat gagal itu memang harus ada, kita punya hak untuk kembali berusaha membuatnya menjadi berhasil. “

Rio memilih untuk tidak membuka suara setelah alvin menyelesaikan kalimat panjangnya. Dia hanya diam, memandangi lantai yang dipijaknya. Sembari berfikir, bahwa ada banyak kebenaran dari segala kalimat panjang yang alvin ucapkan. Memerintahkan hati dan pikirannya, untuk menentukan tindakan apa yang akan di lakukan selanjutnya.

“sekitar sini ada yang jual bunga vin?” ujar rio secara tiba-tiba.

Mulut alvin sudah menganga.”ha?”

Rio menyeringai. Berdiri dari duduknya. “gak mau nyia-nyiain hak gue aja.”

Kedua ujung bibir alvin sudah bisa terangkat, lega selega-leganya melihat sahabatnya kembali berkobar dengan semangat.”ada noh di ujung komplek.. sekarang?”

Rio mengangguk“yuup.. hak gue udah 1 minggu di anggurin, itu ,, kelamaan menurut gue. Duluan yaa.. perjuangan masih panjang nih.”

Alvin mengangguk. Rio berbalik, bersiap untuk pergi. tapi baru dua langkah, Alvin sudah memanggilnya lagi. “Yo!”

Rio memutar tubuhnya, memandang Alvin dengan kedua alis terangkat.

good luck ya...”

Rio mengangguk kecil. Tersenyum.” I will try to do my best.. thank you vin, thank you...”


***


Pintu bercat putih itu, terbuka. Menampilkan gadis manis yang sudah 1 minggu ini pura-pura ia abaikan. Rio mengembangkan seenyum. “hai..” sapanya terdengar kaku.

Tenggorokan Shilla serasa tersumpal. Tubuhnya beku seketika. sulit untuknya mencerna yang sekarang sedang terjadi, ia tak bisa berkutik bahkan untuk bernafas saja sepertinya sangat sulit. sesak. Entah ini karena terlalu bahagia.. atau sebaliknya.

Rio berdehem pelan..” eeem, lo.. makin cantik shilla.. dari terakhir gue lihat.”

Shilla memalingkan wajah. Tak lagi menatap wajah tampan yang saat ini tak berhenti menatapnya. APA-APAN INI? sadar shill. “ngapain .. lo.. kesini?”
                                 
Rio memejamkan matanya sesaat. Ada amarah yang sebetulnya menggelegak. Kenapa gadis ini seperti sangat membencinya, atau memang sebenarnya gadis ini sangat membencinya. Bukannya di sini dia yang di campakkan? Kenapa dia malah di benci setelah di campakkan.

Rio menarik kedua ujung bibirnya, untuk memaksakan sebuah senyum muncul disana. Di balik hatinya yang perih.”gue pikir kepergian gue seminggu ini, bikin kangen seseorang. But, now, i know itu cuman khayalan gak penting gue aja.”

Seperti ada sembilu tajam yang menancap di hati Shilla saat mendengar kata-kata Rio tadi. Dia membuka mulutnya sesaat, tapi tak tahu harus mengatakan apa. Jangankan untuk memikirkan apa yang harus dia ucapkan, mencerna maksud kata-kata Rio tadi pun dia tidak sanggup.

Tak ada jawaban dari shilla, tangan rio terulur. Menyodorkan sebuket bunga pada shilla.

“Ini buat lo...“ entah mengapa, Rio merasa suaranya sedikit gemetar. Mungkin karena wajah manis yang ada di hadapannya itu. Mungkin karena mata bulat bening yang menatapnya dengan keheranan. Entahlah. Tiba-tiba saja Rio merasa gugup sendiri, seiring dengan detak jantung yang tiba-tiba berkejaran di dadanya.

Apalagi, shilla menerima buket bunga dari nya dengan keterpanaan, yang lalu menatapnya dangan mengerutkan dahi.

Rio mengontrol degup jantungnya yang tidak karuan. “itu... kata tukang bunganya.. bunga daisy..”

Shilla membulatkan mulutnya, sambil mengangguk-nganggukkan kepalanya.

“boleh kan ngasih lo bunga?”

Shilla mengangkat kepala. Setelah sadar ia tidak tahu harus menjawab apa, ia memilih mengangguk-nganggukkan kepalanya lagi.

“dan.. boleh gak kalo gue masuk, terus duduk. Soalnya gue capek juga lama-lama berdiri di depan pintu gini.”

Shilla tidak tahan untuk tidak tertawa, ia tertawa kecil sebentar. Lalu melangkah ke kiri dua langkah untuk memberi jalan rio memasuki rumahnya. Dalam hati, bersyukur, tidak lagi terjebak dalam suasana paling mencekamm seumur hidupnya seperti tadi. Meski sejujurnya di hati terdalam ada yang menjerit tertahan, ada yang salah dari semua ini. ini tidak sesuai dengan jalan pikirannya. Ini tidak sesuai rencana.

Shilla menggelengkan kepala, merasa sudah cukup memikirkan hal-hal yang sebenarnya tak ia mengerti, seperti ada yang tidak sejalan dengan otak dan hatinya.

“lo gak duduk juga? Gak capek dari tadi nemenin gue berdiri.”

Shilla tersentak, lalu dengan sedikit malu-malu menghampiri sofa ruang tamu rumahnya. Memilih tempat terjauh dari rio untuk di duduki.

Secara diam-diam, rio mengamati shilla yang sedang membaui aroma rangkaian bunga darinya. bibirnya melengkung, membentuk senyum bahagia, ia memang benar-benar mencintai shilla. dia tidak butuh lebih, cukup dengan seperti ini, ini sudah sangat membahagiakan. ya.. shilla pusat kebahagiaannya.

“kenapa lo ngasih bunga daisy?” shilla membuka suara, memecah keheningan, hanya mencoba mencairkan suasana.”Kenapa gak bunga mawar, lili atau bunga-bunga lain yang biasa cowok kasih ke cewek..”

Meski sempat terkejut dengan suara shilla yang muncul tiba-tiba. Rio mengangkat bahunya.”gue gak berpengalaman ngasih bunga ke cewek sih..”

“tapi kenapa akhirnya bunga daisy yang lo pilih?”

Rio sedikit menerawang. Kembali mengingat-ngingat, kenapa akhirnya ia tadi memilih bunga daisy.”oh itu. gue milih bunga itu.. karna keliatan lucu aja bunganya..”

“lucu?”

Rio mengangguk. Meski alisnya sudah saling bertaut.

“Cuma karna lucu? ” saat ini shilla sudah memandangnya dengan tatapan geli.

Rio mengangguk lagi. Memang kenapa sih.

Akhirnya tawa shilla meledak. Ia sampai terpingkal-pingkal. Memang dasar! Pemuda angkuh yang gagal romantis. Sejak kapan ngasih bunga ke seorang cewek di pilih karena lucu, bukannya biasanya di pilih karena memiliki arti tertentu.

Di sela tawanya. Shilla bertanya.”lo beneran gak punya alasan lain apa?”

Rio menyeringai.”tadinya sih alasan gue Cuma itu. tapi sekarang gue punya alesan lain.”

Shilla mengangkat satu alisnya.”apa?”

“kalo dengan gue ngasih bunga itu ke lo, terus lo bisa ketawa kayak tadi, gue mau ngasih bunga itu terus ke lo. karena.. gue mau liat lo terus-terusan ketawa. Terus-terusan Bahagia.”

Shilla hanya diam, menggigiti bibir bawahnya, lalu memaksakan sebuah senyum saat menoleh ke arah Rio. Semakin banyak yang membrontak di pikirannya. Lalu hatinya selalu berusaha meredamkannya. Entahlah, apa maksudnya ini.. perasaannya benar-benar tidak enak.

Tok tok.. shilla terjingkat, lalu harus mengelus dada 3 kali sebelum berdiri dari duduknya untuk melihat siapa yang baru saja mengetuk pintu rumahnya. Sambil dalam hati berharap, itu ibunya yang sudah pulang dari acara pengajian di sekitar komplek rumahnya, meski harapan itu hampir tidak mungkin mengingat jika itu benar ibunya mestinya tidak perlu mengetuk pintu. Tapi tidak ada salahnya berharap kan? Lagipula dia sudah tidak tahan dengan suasana canggung ini.

Dan yaa.. jika saat ini shilla di beri pilihan lain, dia akan memilih pilihan lain tersebut, meski pilihan lain itu mati saat itu juga. Karena percayalah, segala perasaan tidak enak yang menghantuinya sedari tadi, saat ini memiliki jawaban. memang saat ini, mati menjadi pilihan yang lebih baik.

“hai shilla..”

Shilla meneguk ludah. Dengan tangan yang sedikit gemetar, sebisa mungkin dia menahan pintu putih rumahnya agar tetap terbuka sebagian.

“Siapa shill? Bunda?”

Mata shilla terbelalak lebar. Ah, kenapa suara itu harus terdengar? Bukannya shilla sedang mencoba menyembunyikan pemilik suara itu. shilla memejamkan matanya. Merapalkan doa tanpa suara agar dia dapat bertahan, bertahan dengan apapun yang mungkin akan terjadi setelahnya.

Shilla membuka matanya, mendesah pelan sebelum membuka suara.”masuk dulu yuk kak..”


*


Ketukan pintu rumah shilla, mau tak mau membuat rio penasaran juga. ia tidak melepas pandangannya pada shilla yang saat ini masih saja berada di ambang pintu. Entah siapa yang datang?

Rio menyerengitkan alis, merasa tidak ada percakapan yang harusnya terjadi antara shilla dan tamunya, seperti “ada yang perlu saya bantu” atau “nyari siapa ya”. Membuat ia semakin penasaran.“siapa shill? Bunda?”

Dan entah setelahnya shilla berkata yang rio tahu, saat ini shilla kembali menghampiri sofa ruang tamu, dan .. ada seseorang di belakangnya.

Nafas rio tercekat di tenggorokan, ia tidak siap untuk pertemuan tak terduga ini. Kejadian seminggu yang lalu masih begitu membekas di pikirannya, bahkan bukannya ia baru saja bangkit dari hal itu. dan.. apa kebangkitannya harus di runtuhkan kembali. Dan... secepat ini?

Tapi.... bukannya ia sudah mempersiapkannya, sudah meyakini, bahwa perjuangan untuk gadisnya akan sulit. dan akankah dia harus menyerah hanya karena gangguan kecil seperti ini.”oh man.. gue gak sudi!”

Rio berdehem kecil. “kalo gue ganggu kalian, gue bisa pergi sekarang juga.”

“gak perlu mario.. saya cuma sebentar di sini...”

Lalu kembali hening, rio yang sepertinya sudah siap untuk menghadapi hal ini saja. seperti harus kembali memikirkan ulang keyakinan itu.

”kak gabriel duduk aja dulu, aku bikinin minum dulu..” suara shilla kembali terdengar.

Lalu gabriel tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya mengangguk dan mengikuti perintah Shilla, duduk di sofa terdekat dari dirinya. Sembari, mengamati tiap gerak-gerik Rio. Mengawasi betapa wajah itu kini tak kalah pucat dengan serbet yang tertata rapi di atas meja. Gabriel tahu, mungkin perasaan Rio pun kurang lebih sama dengannya saat ini. Kaget, bingung. Tanpa sadar, Gabriel menggerakkan jarinya untuk menyeka sebutir keringat yang tiba-tiba terbit dan mulai mengalir di pelipisnya.


*


Suasana masih hening, ketika shilla masuk sambil membawa sebuah baki. Ada  dua cangkir teh yang masih mengepul.

“ee, silahkan di minum.” Tawar shilla untuk keduanya.

“sebenarnya kamu gak usah repot-repot gini shill, kakak bener-bener Cuma mampir sebentar.” Ujar gabriel ringan.

Shilla tersenyum “gak ngerepotin kok kak..”

Gabriel membalas senyum itu.”nih...” gabriel menyodorkan paper bag berukuran sedang pada shilla.

Dengan alis terangkat, Shilla menerima paper bag itu, meskipun masih sedikit heran.

“di pake buat besok malam ya...” ujar gabriel lagi. Senyuman tidak pernah lepas dari bibirnya.

Shilla melirik sekilas ke isi paper bag itu, lalu ia mengangguk.”iya kak, makasih yaa.” Ujarnya, sambil memberi senyuman termanis untuk pemuda yang berada tepat di hadapannya.

Gabriel hanya mengangguk untuk menjawabnya, membalas senyuman manis itu. hal ini..  Seperti membalas tinjuan keras pemuda lain yang ada di ruangan itu untuknya tempo hari. ia yakin. Kejadian ini sama menyakitkannya.

Setelahnya hening. Shilla menoleh untuk memandang rio . Wajah rio nampak pias, berbagai kilasan ekspresi nampak campur aduk disana. Dalam hati shilla mengutuki diri sendiri, kenapa harus terjebak dalam situasi semacam ini. Dia tahu, dia tidak punya alasan untuk menolak.

Begitu juga dengan rio, dia memlih diam. Tenggorokannya serasa tersumpal. Betapa inginnya dia segera terbangun dari semua mimpi buruk ini. Ini hanya mimpi kan? Melihat senyum indah yang ia agung-agungkan tercipta bukan untuk dirinya, melainkan untuk pemuda lain yang sebagai saingannya. Iya. ini memang seperti Mimpi paling buruk yang pernah dia alami. ia tidak menyangka ini benar-benar akan menjadi sulit, dan soal perjuangannya... ah dia memang sudah kalah. Biarlah.. dia kembali menyerah.




To be continued......