Jumat, 04 Juli 2014

Kamu Untuk Aku : Part 27



Shilla mengambil nafas berat. Duduk perlahan di kursi meja makan dengan tidak melepas pandangannya pada sebuah kotak diatas meja. Sebuah hadiah.

Semalaman dia menyiapkan hadiah itu. Tangan Shilla terulur, mengambil kotak berwarna biru itu lalu membukanya, Ia mengembangkan senyum tipis sebagai rasa bangga karena telah berhasil membuat kue sussen dengan kedua tangannya sendiri.

Ini hadiah untuk seseorang, yang Shilla baru ketahui sebagai kue favorit seseorang itu, untuk hadiah kelulusannya, untuk..

“ Shilla..”

Shilla menoleh, mendapati ibunya tengah menghampirinya dengan sebuah senyum teduh seperti biasa. “ Ada Cakka tuh..” kata Ina.

Kening Shilla berkerut, meski begitu dia bangkit dari duduknya dan segera menuju ruang depan rumahnya.

Shilla diam saja, sampai akhirnya pemuda itu menyadari kehadirannya dan langsung berdiri. “ Shill..” sapa Cakka canggung.

Shilla masih diam, ketika dirinya mendudukkan disalah satu sofa ruang tamunya. “ Ada apa?” tanyanya tidak basa-basi.

Cakka nampak menunduk, lalu mendesah keras. “ Gue mau minta maaf shill sama lo..” katanya sedikit bergetar.

Shilla tidak menyahut, sebenarnya shilla tidak benar-benar ingin memusuhi Cakka selama berminggu-minggu seperti ini. Soal Pengakuan Cinta pemuda itu, Shilla pun sudah tidak mempermasalahkannya. Kerana Cinta tidak tau kapan dan dengan siapa akan hadir, Cinta dating begitu saja bukan?. Tapi Ia menghargai Agni, dan semisal Cakka belum berbaikan dengan Agni harusnya dia tidak berbaikan juga.

Karena Shilla tidak menyahut, Cakka sedikit panik. “ Ee.. gue sadar gue salah. Gue tau harusnya Cinta ini gak pernah ada. Maaf, Please maafin gue..”

Shilla masih diam, Ia ingin menjawab. Tapi...

“ Gue bener-bener sadar dan pengen minta maaf, untuk bukti kalo gue udah sadar, Gue bakal bantu lo dapatin cinta lo yang semestinya, kata agni lo mau kesekolah pacar lo, kalo lo gak keberatan gue bisa nganter lo, sekalian gue mau ngingetin pacar lo Shilla punya sahabat yang siap murka kalo dia nyakitin lo..” kata Cakka lagi, tersenyum canggung pada ujung kalimat.

Air mata Shilla mengalir, begitu saja. Dia sudah terlanjur sakit. Shilla usap cepat airmatanya, sebelum Cakka menyadarinya.

“ Lo udah baikan juga sama agni?” Tanya Shilla.

Cakka mengangguk berkali-kali. Ia serius soal itu, pagi-pagi sekali dia sudah berada di teras rumah agni untuk meminta maaf.

“Makasih buat tumpangannya.” Kata Shilla, lalu mengembangkan senyum tipis yang tulus.

Cakka membalas senyum itu. “ Makasih ya Shill.” Ujarnya, mengerti kalimat itu sebagai penerimaan maaf darinya.

***

Rio mengembangkan senyum puas, ketika mobil Alvin yang Ia tumpangi berhenti dipelataran parkir sekolahnya. Ia menoleh ke arah kanan.“ Akhirnya Usaha kita gak sia-sia. Padahal gue udah pesimis pas bokap gue gak ngasih izin kemarin, syukur deh pagi tadi berubah pikiran, mungkin karena surat dari sekolah yang lo kasih. ” Ujar Rio terlihat senang dan lebih cerewet dari Rio biasanya.

Alvin tersenyum kaku, tiba-tiba saja Ia teringat Shilla yang Ia temui kemarin Sore. Entah mengapa, Ia yakin ada yang tidak beres. Dan dia benar-benar tidak bisa menduga-duga apa yang sedang terjadi.

“ Lo beneran udah ngehubungi shilla kan Vin?..”

Alvin tersentak. “ Ha?”

Rio memutar bola matanya. “ Si Shilla beneran bisa dateng kesini kan?” tanyanya lagi.

DOK! DOK! DOK!.

Alvin lagi-lagi harus tersentak kaget, menoleh ke kanannya dan mendapati Goldi tengah dengan panik menggedor jendela mobilnya. Ia menurunkan kaca mobilnya dengan kening berkerut.

“ VIN..” teriak Goldi Heboh. “ Eh YO, Kebetulan ada lo juga. “ katanya ketika mendapati Rio juga berada dalam mobil Alvin. Ia mengambil nafas dalam. “ Itu temen kalian mau bunuh diri.” Katanya masih dengan heboh.

Alvin dan Rio menautkan Alis. “ Temen? Siapa Ya?” Celetuk Rio.

Goldi menepuk dahi.

“ IFY!” teriak Rio dan Alvin serentak, Bahkan Sebelum Goldi menjawabnya.

Rio dan Alvin keluar dari mobil dengan cepat. “dimana?” tanya Rio panik.

“ Di Sana!” Jawab Goldi sambil menunjukkan arah dengan jarinya, detik selanjutnya dia berlari dengan diikuti Alvin dan Rio dibelakangnya menuju lokasi yang Ia maksud.

*

Alvin, Rio, dan Goldi berlari secepat mungkin, tidak sampai 1 menit mereka sudah berada pada gerombolan orang yang tengah mendongakkan kepalanya.

Rio ikut mendongak. Melihat gadis dengan swater biru berada di pinggiran atas gedung yang Ia yakini Ify, Ia mengusap rambutnya dengan kedua tangan Frustasi.

“ Nak Ify tolong untuk tidak bertindak gegabah, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.” Suara kepala sekolah terdengar jelas dengan menggunakan toa. Membuat Rio semakin panik.

“ Dia ada masalah apa sih Vin?” tanya Rio, lalu berlari tanpa menunggu Alvin yang ditanyai menjawab. berlari secepat mungkin untuk mencapai atap gedung sesegera mungkin.

Awalnya Alvin masih linglung, masih sibuk menerka-nerka masalah apa yang membebani Ify  hingga memilih bunuh diri adalah jalan keluar terakhir. Tapi ketika Rio bertanya sesuatu yang tak Alvin dengar dan pemuda itu langsung berlari begitu saja, Ia sadar dari kelingungannya dan ikut berlari dibelakangnya.

***

Cakka mematikan mesin mobil, menatap bingung orang-orang yang bersliweran diarea sekolah tersebut dengan ekpresi panik. Kok ada polisi sama wartawan ya? Apa untuk pengamanan Kelulusan? “ Kok rame banget ya Shill, sekolah kita kayaknya gak gini-gini banget deh kalo kelulusan.”

Shilla tidak menyahut, Ia juga merasa bingung dengan apa yang dilihatnya. Ia membenahi rok abu-abunya, lalu turun dari mobil Cakka masih dengan keheranan.

Dengan nekad, dia menarik tangan salah satu siswa yang berjalan terburu-buru yang tidak sengaja lewat didepannya.

“ Ee.. Sorry kak. mau tanya, ini ada apa ya kok kayaknya pada panik gitu?” tanya Shilla santun.

Pemuda didepannya itu mengangkat kedua bahunya. “ Gue juga baru dateng sih, tapi katanya si Ify mau bunuh diri.” Jawab pemuda itu buru-buru, lalu segera pergi .

Ify? If.. Astaga, Shilla menutup mulutnya yang ternganga dengan satu tangannya. Kak Ify? Shilla berlari secepat mungkin, berharap tidak tertinggal pemuda yang Ia tanyai tadi yang mungkin tau lokasinya.

Cakka yang tidak tau apa-apa, hanya mengikuti Shilla.

Shilla menoleh ke kanan kirinya, Ia sudah berada pada gerombolan yang sebagian besar mendongakkan kepala, dengan perlahan Ia mengangkat kepala, mengikuti arah pandang gerombolan itu. “ Kak Ify?” desisnya. Dan Ia berlari lagi.


***


Ify menutup mata, menikmati hembusan angin yang membelai pipinya dan memeluk tubuhnya. Ify tersenyum pahit. Betapa hangatnya pelukan angin ini saat rasa dingin seakan telah menjadi sahabat bagi hatinya.

Kaki Ify sedikit gemetar ketika semakin mendekati tepi atap gedung sekolah berlantai lima itu. Pandangannya tiba-tiba sedikit kabur. Tiba-tiba saja rasa sesak menyeruak kembali di dadanya, berkejaran dengan isakan yang terus Ia tahan sambil terus melangkah. Dan tiba-tiba saja, dia hanya berjarak dua langkah dari tepian atap.

“ Nak Ify tolong untuk tidak bertindak gegabah, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.” Ify bisa mendengar suara galak yang khas itu, milik kepala sekolahnya.

Ify mematung. Pandangannya jatuh jauh ke bawah sana. Deretan kendaraan yang terparkir di halaman sekolahnya. Titik-titik manusia yang menggerombol untuk menyaksikannya diatas sini. Ah, mereka masih lebih beruntung, mereka masih memiliki…apapun yang mereka miliki saat ini. Sementara dia? Apa yang masih tersisa untuk Ia genggam, untuk sekedar Ia jadikan miliknya?

Ify gerakkan kakinya, tak sampai satu langkah. Tiba-tiba saja kedua kakinya terasa begitu berat, seakan tak setuju dengan apa yang kini tengah berputar di benaknya. Ia tak lagi menatap kebawah.

“ ALYSSA.. “

Tubuh Ify menegang. Bersamaan dengan itu air matanya menetes satu persatu. Ia mengenali suara itu tanpa harus melihat pemiliknya.

“ Kenapa?” Suara itu kembali terdengar.

Ify diam saja, masih menangis dalam diamnya.

“ Kenapa ssa?” Tanya suara itu lagi, terdengar semakin dekat darinya.

Ify yakin dengan pelan-pelan pemuda pemilik suara itu tengah mendekat kearahnya. Dengan cepat Ia membalikkan badan. “ STOP MARIO!”

Rio nampak, terjingkat kaget. Dan benar saja pemuda itu sudah berjarak tidak sampai 1 meter darinya.

Ify menatap mata itu tajam dengan matanya yang basah. “ Stop. “ desihnya lagi lebih pelan. “ Atau aku bakal lompat sekarang juga.” lanjutnya mengancam.

“ No.. please.. kamu gak boleh ngelakuin itu, Jangan pernah melompat ssa. Aku mohon.. atau kamu mau bikin aku hancur..” kata Rio lembut.

Diam sesaat. Sampai Ify memalingkan wajah.” Aku akan mati dalam kebahagiaan , jika ini memang buat kamu hancur.” Katanya, kembali menatap Rio dengan tajam. Pemuda itu juga tengah menatapnya, namun dengan kebingungan.” Karena aku ingin sekali membuatmu hancur seperti halnya kamu yang berkali-kali membuatku hancur.”

Rio masih menautkan alis bingung.

“ Perceraian orang tuaku sudah membuat ku hancur mario. Tidakkah kamu tersentuh untuk berhenti menyakitiku.” Tangis Ify pecah, bersamaan dengan itu otaknya memutar kejadian kemarin sore ketika dia berkunjung ke Istana Haling, mendengar percakapan antara ayah dan anak dari awal hingga akhir. Percakapan antar Zeth-Mario. Percakapan yang membuatnya menangis semalaman, membuatnya menyerah pada kehidupan. Karena tujuan hidupnya tak memiliki tujuan hidup yang sejalan dengannya, tujuan hidupnya memiliki tujuan hidup lain.

Rio menegang, bukan karena gadis didepannya mengaku Ia selalu menyakiti gadis itu. Untuk yang itu Rio masih tidak mengerti. Tapi itu karena perceraian orang tua ify. Ia baru tau. Bukannya Hampir dua minggu ini dia dikurung dan tidak bisa menjamah dunia luar melalui media apapun itu?  Ia melirik Alvin sekilas, melihat Alvin mengangkat kedua bahunya, Ia yakin Alvin juga tidak tahu tentang hal itu. Apakah benar seberat itu cobaan gadis yang terlihat semakin kurus didepannya ini? dan Ia sama sekali tidak tahu?

“ Fy.. “ Ucap Rio, tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia langkahkan kakinya.

“STOP!” teriak Ify, bahkan Rio belum melangkah sampai satu langkah. “ Aku mending mati dari pada di sentuh kamu.”

Rio tersentak kaget mendengar kata-kata ify. sebenarnya dimana letak kesalahannya? Apa benar Ia sejahat yang Ify katakan?

“Karena aku gak butuh sentuhan yang semakin buat aku sakit, sakit yang hanya dengan mati aku tidak lagi merasakannya.”

“ Fy.. aku... gak.. “ Rio bingung akan berkata apa, Ia terdiam beberapa detik, lalu Mendesah. “ Maafin kalo aku selalu nyakitin kamu fy, jadi please, tetap hidup buat ngasih aku kesempatan untuk menebus kesalahanku. Kesalahan apapun itu..”

“ Kamu gak membalas cintaku. Itu salah kamu mario..”

Jawab Ify telak. Dan dari berjuta-juta dugaan, Rio tidak pernah menduga kalimat itu yang akan keluar dari mulut Ify. Kalimat yang juga menjadi alasan gadis itu menyerah pada keadaan dan berniat bunuh diri? Rio menatap gadis kurus di depannya dengan sungguh-sungguh, Ia bisa melihat tubuh itu berguncang karena menangis.

Rio menghela nafas panjang, Ia tau secara tidak langung Ia sedang diberi pilihan, pilihan yang membuatnya harus memilih antara gadis yang  jelas-jelas sedang Ia perjuangkan atau gadis yang 10 tahun ini selalu ada disisinya, mengisi kesepian yang menyerangnya hampir seumur hidupnya.

“ Kenapa kamu gak jujur dari dulu.” Kata Rio, membuat Ify segera mendongak dan menatapnya dengan mulut terbuka.

“ Maksud kamu?”

Awalnya, kupikir itu terlalu tidak mungkin.”

Ify diam, menatap Rio dengan curiga. Orang seoptimis Rio merasa ragu? “ Kamu ingin menghancurkanku lagi dengan kebohonganmu?”

Rio terperangah sekilas, dengan cepat Ia menguasainya agar Ify yang sudah menatapnya curiga bisa kembali percaya. “ Seorang Mario tidak pernah berbohong, Ssa. Kamu tau itu. Aku akan membuktikannya..”

“Kiss me..” potong Ify cepat, mancuri pandang sekilas pada seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu besi.

“ Apa?” tanya Rio tak terkontrol.

Rio masih diam mematung, ketika Ify dengan perlahan berjalan kearahnya.

Ketika Ify sudah dalam jarak tidak sampai 1 langkah didepan Rio, gadis itu tersenyum miring. “ Buktikan. Atau kamu bener-bener mau liat gadis 10 tahunmu ini mati didepanmu. Dan Mati karenamu.

Tanpa disangka dengan sangat tegang dan kaku Rio mendekatkan wajahnya pada ify, meraih pundak gadis itu lalu mengecup bibir mungil Ify lembut. Hanya sebatas itu. pikir Rio.

Rio sudah akan melepas bibirnya dari bibir Ify, ketika dengan tiba-tiba tangan kadis itu melingkar dilehernya, menarik tubuhnya kuat hingga dalam sekali tarikan tak ada lagi jarak antara mereka berdua.

Rio terpana dengan yang dilakukan Ify, Hal itu memberi kesempatan pada Ify untuk mencium semakin dalam, seluruh tubuhnya menempel pada tubuh Rio. Ia cicipi seluruh rasa bibir merah pemuda itu.

Suara  percakapan  yang  sayup-sayup terdengar membuat  Rio terperanjat,dengan secepat kilat  didorongnya tubuh Ify yang semakin mendesak tubuhnya sedikit kasar dan membuat gadis itu hampir terjungkal ke belakang.

Rio tidak peduli, Ia yakin mendengar suara seseorang yang sangat Ia kenali. Dan rasanya Rio memilih mati, ketika Ia membalikkan badan dan melihat seseorang itu tengah menatapnya dengan mata basah dan sangat terluka.


***

Shilla menatap pintu besi didepannya, setelah mengangguk satu kali untuk memberi keyakinan dengan tenang Ia membukanya, melakukan sepelan mungkin dengan harapan tidak ada yang menyadari kehadirannya.

Ketika pintu itu baru terbuka sebagian Ia menoleh kebelakang kearah cakka, menempelkan jari telunjuk didepan bibirnya, untuk memberi kode pada Cakka untuk tetap tenang.

Baru ketika Cakka mengangguk setuju, Ia melewati pintu itu.

“ Kiss me..”

Tubuh Shilla menegang, usahanya untuk membuat orang-orang yang ada diatap gedung itu tidak menyadarinya memang berhasil. Tapi dia tidak pernah berharap akan melihat pemandangan yang seperti ini.

Setengah mati Shilla menahan tangisnya, hingga dadanya terasa sesak.

Ia menunduk, ketika Cakka merengkuh bahunya, lalu mengelus bahunya pelan-pelan. Yang sedang terjadi didepannya sekarang Ia tak tau dan tidak mau tau.

Cukup lama, sampai Cakka bertanya dengan berbisik. “ Kamu gak papa?”

Membuat Shilla reflek mengangkat kepala, melihat sekilas pemuda yang katanya mencintainya tengah berciuman dengan begitu intim dengan gadis lain, dengan cepat Ia menoleh. Menatap Cakka yang menatapnya khawatir. “ A..Ku. Mau.. pu.lang.” katanya berdecit karena tangis, membuat suaranya terlalu nyata untuk mengundang perhatian. dan benar saja Alvin yang juga berada di tempat itu menoleh belakang, dan tidak lama dari itu Rio juga menatapnya dengan keterkejutan.

Shilla membalas tatapan itu dengan penuh luka.

Tubuh Shilla melemah, dia sudah siap merosot jika Cakka tidak merengkuh bahunya kuat-kuat. Ia berbalik cepat, melangkah pergi sebelum Rio sadar dari keterpanaanya.

Ia pergi begitu saja, tanpa berhenti, tanpa menoleh kebelakang, meski Ia mendengar Rio  meneriakkan namanya berkali-kali.

Semuanya cukup, hanya sampai disini. Bukannya sejak awal takdir pun tak memihaknya? Ini benar-benar akan berakhir. Karena keinginannya, bukan karena seseorang telah memerintahnya.

To be Continued...