Kamu Untuk Aku
3 kata, penuh arti, penuh rasa...
cinta
Mengikat, tak-bisa-dibantah...
“suka?”
Shilla
menoleh, menatap laki-laki jangkung yang baru saja muncul dari pintu rumah
pohon berukuran 3 x 3 meter itu dengan mata berbinar. Ia menjawab dengan mengangguk-nganggukkan
kepala semangat.
“apa
ada yang perlu di rubah?”
Sekali
lagi, shilla yang sedang mengagumi setiap inci keindahan rumah pohon yang sudah
ada di belakang rumahnya setelah ia kembali dari kemah 1 minggu ini menoleh ke
sumber suara. kali ini ia menggeleng, tak ada yang perlu di rubah. Ini sudah
sangat luar biasa indah.
“emm..
gak berminat buka “something” yang di
tutupi kain itu?” shilla mengikuti arah tunjuk pemuda itu, lalu masih tanpa membuka
suara, ia berjalan mendekati benda tertutup kain abu-abu di dekat jendela besar
di sisi kiri rumah pohon itu.
“ayo
di buka..” shilla menoleh ke pemuda itu lagi, lalu dengan perlahan ia tarik
kain besar itu.
Shilla
semakin di buat ternganga, kehadiran rumah pohon dengan arsitektur sekeren ini
saja sudah sangat membuat bahagia, di
tambah ada teropong bintang di dalamnya. Kurang sempurna apalagi rumah pohon
ini? kurang bahagia apalagi hidup shilla.
Shilla
hampir menangis saat pandangannya bertemu dengan pandangan pemuda di samping
kanannya. “rio... ini..
“punya
lo lah, dan lo boleh bilang makasih sama gue..”
Shilla
tertawa sambil mengusap air matanya yang akhirnya benar-benar menetes.
“oke..
sama-sama shilla.” shilla tertawa lagi, puncak kepalanya sudah di acak pelan
oleh rio. Oleh pemuda yang entah kenapa ia rindukan 1 minggu ini. Ia nanti-nati
perintah-tak-terbantahnya. dan percaya atau tidak, bahkan shilla berjuang
setengah mati untuk menahan rasa gembiranya ketika secara tiba-tiba pemuda ini
menjemputnya di perkemahan tadi sore, melarangnya pulang bersama rombongan, dan
sekarang memberi sesuatu yang lagi-lagi memang ia inginkan. selalu yang ia
inginkan. Eh tunggu.....
“yah,
mendung nih. Lo Gak bisa belajar make teropongnya hari ini deh..” rio berucap
sedikit kesal sambil memandangi langit dari jendela besar rumah pohon itu.
membuat lamunan shilla terbuyar dan mengikuti arah pandang pemuda itu, menatap ke
langit yang Memang nampak pekat dengan gumpalan asap-asap putih yang tidak
terlalu kentara, cukup mengerikan. Di tambah angin berkali-kali berhembus cukup
kencang. Sebenarnya suasana itu benar-benar mengerikan.
*
“makasih
io..” ujar shilla pelan, meski begitu suara nya tetap terdengar oleh pemuda
yang saat ini lagi-lagi mengusap puncak kepalanya lembut.
Shilla
melirik pemuda di sampingnya sekilas,” emm, lo udah.. luar biasa baik sama
gue.. sekali lagi makasih. Dan.. apa yang perlu gue lakuin sebagai balas budi ?
gue rela ... ngelakuin apapun yang lo minta.”
Rio
menyeringai.”enggak shill.. lo gak perlu ngelakuin apa-apa.”
Shilla
hendak memprotes, ia sangat serius dengan tawarannya. Karena akan terasa aneh
jika dia tidak melakukan apa-apa atas semua kebaikan pemuda di hadapannya ini,
yang shilla pikir setiap kebaikan itu pasti ada alasannya. ”tapi, buat apa lo
ngelakuin semua ini kalo gak ada alasannya. Lo tinggal bilang aja lo minta apa
io. Bakal gue turutin, kalo gue bisa.”
“kamu..”
rio menatap mata shilla lembut, lama.”aku mau kamu shilla. apa bisa?”
Shilla
tersentak, diam. Matanya masih terkunci dengan
mata onyx rio yang cemerlang terpantul cahaya remang lampu rumah pohon itu.
Masih membutuhkan waktu lebih lama untuk mencerna setiap kata yang baru saja di
ucapkan pemuda di hadapannya itu.
Hingga
akhirnya, rio menghadap kembali ke depan, melepas tatapan matanya pada mata
coklat shilla yang malam ini begitu
bersinar. Tidak ingin terperosok terlalu dalam dengan mata teduh itu,
terperosok pada harapannya yang –mungkin- semakin sulit untuk di capai.
Memiliki gadis itu seutuhnya. Bahkan untuk seseorang yang dinobatkan mempunyai
perintah-tak-terbantah seperti dia pun merasa pesimis untuk harapan itu.
“apa
lo m- beneran cin.ta ss~ sama gue..” ujar shilla terbata, ia kalut.”emm. m-
maksud gue dari segala sikap buruk gue ke lo, dan dengan segala kekuasaan dan
segala keinginan tak terbantah lo, emm m-mungkin aja kan, kalo ini semua taktik
yang lo susun karena lo berkeinginan ngehancurin gue, lo pengen balas dendam. emm
bisa aja kan, kalo awalnya manis... dan selanjutnya bakal lo buat pah~
Shilla
mematung, tak bisa melanjutkan lagi kalimat panjangnya, saat dirasanya sesuatu
yang basah menyapu bibirnya lembut. Otaknya memerintahnya untuk membrontak,
tapi sebagian hatinya tak rela.
Shilla
hanya
bisa menutup kedua matanya, merasakan kehangatan di bibirnya yang semakin
membuatnya tak sadar, melayang.
Salah
satu tangan Rio perlahan melingkar di pinggang ramping shilla, menggiring
pemiliknya untuk mendekat kedalam pelukannya. Sedangkan tangan lainnya berada
di pipi lembut shilla, menahan kepala shilla dengan lembut agar tidak menjauh
darinya. Ia masih ingin meyakinkan gadis itu dengan keseriusannya.
Shilla
masih tak bisa berkutik, ia tidak marah dengan pemuda yang saat ini bibir
pucatnya masih menelusuri permukaan bibirnya dengan begitu lembut. Ia hanya
ingin menikmatinya dalam... diam. menikmati sensani aneh menyenangkan yang baru
pertama kali ia rasakan. Biarlah ia tetap melayang.
Dalam
beberapa menit kemudian, rio melepas bibirnya perlahan, segera menarik nafas
panjang untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sudah begitu menuntut. Tangan
kirinya merosot dari pipi shilla, menekan dadanya yang terasa sangat .. sesak.
Jarak
keduanya masih sangat dekat hingga shilla dapat merasakan deru nafas rio yang
memburu didepan wajahnya. Ia
masih.. diam. masih belum percaya dengan apa yang terjadi beberapa detik lalu.
Tiba-tiba nafasnya sesak, pikiran dan hatinya saling berperang. pikiran nya
yang ingin marah, tetapi hatinya melarang.
Setelah
merasa nafasnya tak sesesak tadi, rio mengangkat kepala. Tangan kiri yang tadi
ia gunakan untuk menekan dadanya, kini ia gunakan lagi untuk mengelus pipi
lembut shilla. dan hal itu membuat shilla juga mengangkat kepalanya, mempertemukan
tatapan matanya dengan tatapan mata rio dalam satu titik yang sama.
Shilla
tertegun, menikmati tatapan mata rio yang malam itu begitu lembut. “maafin aku shilla... maafin aku atas semua
keinginanku yang maksa kamu harus mengikutinya.” Bisik rio serak, lalu tanpa
memberi kesempatan shilla untuk berbicara, ia memeluk tubuh gadis itu erat-erat.”itu...
karena... aku cinta kamu shilla, benar-benar cinta kamu. Dan tolong.. kamu
percaya. Percaya sama aku yang mencintai kamu dengan begini.”
Air
mata shilla menetes. Tapi, bibirnya tersenyum, hatinya tersenyum. Ia balas
pelukan pemuda yang saat ini masih memeluknya dengan erat. Memang dia benci
untuk selalu patuh pada pemuda angkuh yang memeluknya saat ini, tapi ia tak
pernah menyesal jika dengan begitu dia bisa mencintai pemuda ini. IYA, shilla
tidak akan menyangkal lagi. Shilla mencintai mario, sangat cinta.
*
Keduanya
memilih untuk diam, membiarkan suara rintik-rintik hujan di atas genting
menjadi satu-satunya suara yang terdengar. membiarkan kecanggungan menguasai
keduanya.
Sudah
cukup lama, hingga rio menoleh ke gadis di samping kanannya.”apa aku yang
pertama?”
Shilla
tersentak.”ha?”
Rio
menampilkan senyum jahil dengan tatapan mata sedikit menggoda. Ia menunjuk
bibirnya dengan jari telunjuk. Dan membuat shilla kembali menunduk setelah
melihatnya, sepertinya gadis itu sudah mengerti maksud dari pertanyaannya.
Masih
dengan menunduk, dan pasti dengan pipi bersemu, shilla menjawab nya dengan
mengangguk pelan.
“kalo
begitu.. kamu juga yang pertama.” Shilla tidak menjawab, hanya melirik rio
sekilas.”Cuma mau njelasin, kalo aku bukan cowok brengsek yang hobby berciuman
dengan para gadis-gadis, only with a
special women, yaitu kamu, shilla..”
Shilla
merasa pipinya semakin panas, ia semakin menundukkan kepalanya. Berusaha
menyembunyikan senyum tersipunya. Ia perempuan spesial di hati rio. Ia merasa
tersanjung dengan pengakuan pemuda itu.
Rio
nampak bahagia dengan Bibir tipis yang melengkung membentuk sebuah senyuman,
meski sebenarnya hatinya kalut, hatinya takut, takut kehilangan seseorang yang
pada waktu yang sama memberinya kebahagian. Ia takut kehilangan shilla. karena
jujur saja, ia masih merasa sangat ragu,
ragu akan apa yang sebenarnya di rasakan gadis cantik yang yang masih saja
menunduk dalam itu. dan jika, akhirnya cintanya bertepuk sebelah tangan, rasa
nya rio tak sanggup untuk menerima kenyataan sepahit itu. ia akan lebih
memilih terus untuk berada di keadaan
seperti, tidak mendapat kepastian dari orang yang dicintai. Benar-benar seperti
ini.. gantung.
”aku
cinta kamu shill. Cinta banget. Dan... Suatu hari nanti.... aku janji.. aku
pasti bakal miliki kamu, seutuhnya.. karena aku percaya... kamu untuk aku.”
ujar rio pelan. Pandangannya kosong menatap hujan yang mulai deras dari jendela
kaca di depannya.
Shilla
mengangkat kepala. Mungkin saat ini waktunya, mengatakan kejujuran, kejujuran
yang mungkin akan membuat mereka bahagia... selamanya.”apa kamu ingin tahu
perasaanku? Ke kamu? Aku bisa menjawabnya sekarang“
Tidak.
Rio belum siap, rio belum siap mendengar secara langsung penolakan dari gadis pujaannya.
Biarkan ia tetap bertahan pada posisi yang seperti ini. “nggak, kamu gak boleh
jawab apapun” Ujar rio. Gelisah.
Shilla
mengatupkan kedua bibirnya, terkejut. ingin membenarkan yang perlu di
benarkan.”m- apa ka.mu m- bener-bener gak mau tau?”
Rio
menghela nafas, sekuat hati untuk bisa menerima, tapi ia tetap tidak bisa. Dia
memang tidak siap. Ia tidak siap harus mundur perlahan, jika shilla menolaknya.
”tolong. jangan beritahu aku sekarang... biarkan.. aku tetap mencintaimu..”
Shilla
menggigit bawah bibirnya, tidak tahu lagi harus berbuat apa? Seperti tinggal
berteriak, tapi mulutnya terkunci.
Rio
menyeringai, tidak suka melihat shilla terus-terusan menggigiti bawah bibirnya.“berhenti
gigitin bibir bawah kamu shill, atau.. aku bakal ngambil ciuman kedua kamu
sekarang juga.”
Shilla
langsung melotot.” RIOO.. omes banget sih!!!”
***
Musik
keras beritme cepat di ruangan itu, memang sepertinya membuat suasana semakin
panas.
Di
tuangnya lagi wine dengan kandungan alcohol tingkat tinggi di gelas kristalnya.
Di tegak dengan cepat. Seolah-olah ia sudah tidak minum bertahun-tahun lamanya.
Tiba-tiba
dia tertawa. Tertawa sendiri selayaknya orang gila. tapi ia tidak gila, hanya
saja alcohol sudah mempengaruhi sebagian besar kesadarannya.
“kamu
bego gab.. bego..” ia merancau tidak jelas, lalu tertawa lagi.
Pikirannya
siap melayang, melayang pada kejadian yang akhirnya membuat ia harus kembali ke
dunia yang seperti ini. Dunia yang dulu pernah mencandunya, menjeratnya ke
dunia malam yang mengerikan.
*
“Aku
mencintai kakak..”
Kedua
ujung bibir gabriel kembali terangkat, membentuk senyum terindah karena hatinya
sepertinya tengah merasakan hal yang paling indah.
“
apa itu artinya...”
“kak..
shilla belum selesai bicara..” potong shilla cepat. Shilla diam sebentar,
menarik nafas panjang. Dan setelahnya mengangkat kedua ujung bibirnya. “ aku
memang mencintai kakak. Tapi aku tidak bisa jika harus menjaga hati kakak.
Menjadi satu-satunya orang yang memilikinya. Aku gak bisa. Shilla gak bisa
menerima hati itu... cinta ini tak sama.. bukan cinta yang seperti itu..“
Gabriel
tau, hatinya saat ini sudah hancur sehancur-hancurnya. Tapi ia tau jika
senyumnya saat ini tak muncul, hal itu mungkin akan membuat satu-satunya gadis
yang mengisi hatinya berfikir dia bukan lelaki yang baik karena tidak bisa
menerima segala jawaban gadis itu. Lalu mungkin dengan cepat gadis itu akan
meninggalkannya. bukankah dengan gadis itu meninggalkannya akan membuat hatinya semakin terluka.
Senyumnya
masih bertahan –meski- hampa di bibirnya. “ apa kemahnya menyenangkan?”
tanyanya tanpa arti.
Shilla
diam. menatap mata gabriel yang tak secerah biasanya. Tampak pilu. Tampak
jahat. Ya tuhan. “ Shilla benar-benar minta maaf kak..”
“
kamu gak di marahin kan kalo lama-lama sama kakak di sini?”
Shilla
tidak lagi menyahut, masih menatap gabriel dengan rasa bersalah yang semakin
menghantui, mendapati gabriel menjadi seperti ini. tanpa sadar, air mata sudah
deras mengaliri pipi lembutnya. Percayalah, dia benar-benar takut dengan
gabriel yang seperti ini.
Gabriel
tak lagi mengeluarkan kalimat-kalimat tak bermakna dari mulutnya. Menatap
shilla dengan tatapan penuh luka. Dia memang sudah terluka, sangat terluka.
Tangis
shilla tak kunjung berhenti, malah rasanya semakin terdengar nyaring di telinga
gabriel. Membuat hatinya semakin tersayat-sayat mendengarnya.
Gabriel
mengulurkan kedua tangannya, menarik shilla kedalam pelukannya, merengkuhnya
erat-erat, seolah-olah memang hanya dia si pemilik tubuh mungil itu. gabriel
benar-benar menginginkan shilla, sungguh tak bisa terwujud kah?
*
“
Astaga!! Gabriel...”
Gabriel
dengan kesadaran yang sudah sangat minim, mendongak. Remang-remang melihat
gadis berambut panjang di hadapannya.
Tiba-tiba,
gabriel terkekeh. “ shilla? kamu kesini untukku.. sini .. sini..” gabriel
menarik-narik lemah tangan pemilik suara itu. setelah tubuh itu mendekat, ia
memeluknya. “ iya? Apa?” rancaunya tidak jelas. “ apa kamu sudah berubah
pikiran? Kini kamu ingin jadi milikku? Iya? Begitu? “ rancaunya lagi.
“
kamu udah terlalu banyak minum, gab “
Dan
... hoek. Gabriel memuntahkan semua isi lambungnya. Lalu selanjutnya, ia
terkulai lemah di pelukan gadis yang tadi di peluknya.
Gadis
itu melepaskan pelukan gabriel. Menjatuhkan tubuh itu pelan ke sofa empuk milik
club itu.
Ia
menghela nafas, tidak menyangka kembali melihat gabriel yang seperti ini. lalu,
Ia ambil ponsel miliknya di tas putih tulang yang ia bawa. Berniat mengabari
seseorang yang membuatnya mencari gabriel hingga kesini.
To
: sivia
Via,
kamu tenang ya sekarang. ini kak prissy udah nemuin kak gabriel.
Kak
gabriel baik-baik aja vi. Kamu sekarang istirahat ya.
Setelah
memastikan pesan itu sudah terkirim, pricilla memasukkan lagi ponselnya ke
dalam tas.
Pricilla
tatap gabriel dalam diam. tiba-tiba air matanya luruh. brengsek kamu yang
bernama shilla! tega-teganya membuat gabriel menjadi seperti ini.
Pricilla
bangkit dari duduknya, mencari-cari seseorang yang kiranya bisa
membantunya membawa gabriel ke mobilnya.
Akan
ia bawa gabriel ke suatu tempat. Kemana saja asalkan tidak di sini. Tidak di
tempat yang membawa kenangan beberapa tahun lalu kembali terkuak. Kembali
menyayat hati.
*
Akhirnya,
pricilla membawa gabriel ke hotel yang tidak jauh dari club –tempat di mana ia
menemukan gabriel. Karena dengan keadaan yang seperti ini, rasanya hampir tidak
mungkin jika dia membawa gabriel ke rumah pemuda itu ataupun ke rumahnya.
Dengan
di bantu pegawai hotel. Tubuh gabriel sudah terbaring di atas
tempat tidur berukuran kingsize milik hotel tersebut.
Pricilla
menatap gabriel sebentar. Baru benar-benar menyadari betapa kacaunya pemuda itu
malam ini. bahkan ini jauh lebih kacau ketimbang.. ah sudah lah.
Takut
pikirannya semakin melayang jauh ke masa lalu yang terlampau suram. Pricilla
sudah menyibukkan diri dengan melepas sepatu gabriel satu-persatu.
Setelah
selesai dengan sepatu gabriel. Pricilla berniat untuk mengganti baju gabriel
dengan piyama yang sudah di sediakan hotel.
Pricilla
membuka kancing kemeja gabriel. Membuka satu persatu, sambil dalam diam menarik
nafas sedalam mungkin untuk sekalian dapat menghirup aroma tubuh gabriel yang
sudah sangat ia hapal.
Sudah
pada kancing terakhir. pricilla kini sedang berusaha melepas kemeja itu dari
masing-masing tangan gabriel/
“shilla..”
pricilla tersentak.
Gabriel
membuka matanya kembali. Masih melihat remang-remang seseorang yang saat ini sedang
membantunya membuka kemeja miliknya.
Tiba-tiba
senyum di bibir gabriel mengembang. “ Shilla..” ucapnya pelan. “ Kamu masih di
sampingku?”
“gab..”
Pricilla
tak sempat menyelesaikan ucapnya. Karena dengan tiba-tiba gabriel menariknya
kuat. Yang membuatnya langsung ambruk menimpa tubuh pemuda itu dalam sekali
tarik.
Belum
sempat pricilla membuka suara lagi. Gabriel sudah memutar tubuhnya. Membuatnya
berada dalam posisi di bawah gabriel.
“gab.
Hentikan! Apa-apaan kamu!..”
“kenapa?
aku akan membuatmu berada di sisiku selamanya shilla..”
“gab..
hentikan.. aku bukan...”
Pricilla
tak bisa lagi melanjutkan ucapannya, karena entah sejak kapan bibir gabriel
sudah menyentuh bibirnya. Tidak sampai hanya menyentuh, bibir gabriel melumat
habis bibirnya.
Di
rengkuhnya kasar tubuh ramping pricilla, membuat tubuh itu sedikit terangkat
dari tempat tidur. Sedangkan tangan lainnya sudah berada di pipi lembut pricilla,
menahan kepala pricilla dengan dengan sedikit kasar.
Gabriel
yang 100 persen di bawah pengaruh alcohol memang sepertinya serius dengan
rencana menjadikan gadis yang belum ia yakini siapa itu menjadi miliknya
selamanya. Menuntaskan nafsunya yang sudah membara, melampiaskan gejolak emosi
yang melandanya. Biarkan nafsu ini menang, biar terapresiasikan.
Pricilla
sudah tak bisa memikirkan apa-apa, saat tau-tau gabriel menarik-narik paksa
dress violetnya. Memaksa dress berbahan sifon itu meninggalkan pemiliknya. Dia
bingung, merasa ini salah. Tapi juga seperti di beri harapan pada waktu yang
sama.
Dan
malam itu... kedua nya menyatu. Bercampur. Indah. Namun... entah akankah tetap
indah?
***
Pagi
itu memang cerah. Pagi yang biasanya membuat gadis itu tersenyum senang saat
bisa menikmatinya. Tapi itu biasanya. Dan pagi ini... di luar biasa.
Dan
karena di luar biasa. Pagi ini.. ia menangis. Menangis sambil memeluk lutut di
sudut kamar besar yang bukan miliknya. Bahkan dia tidak tidur dari semalam
untuk terus melakukan hal yang sama.. menangis. Merutuki diri.
Apa
yang kamu lakukan prissy!! Apa!! kamu memang bodoh!! Kamu sudah mengecewakan
semua orang!! Kamu sudah kalah! kalah dengan egomu! Kalah dengan nafsumu! Kamu
sudah.. berakhir.
“
ya tuhan prissy.. maafin aku.” Dan tubuh prissy kini sudah berada di pelukan
pemuda yang sama. Pemuda yang semalam sudah menghancurknya.. pemuda yang
harusnya saat ini Ia caci maki.
*
Gabriel
harus mengerjap beberapa kali agar bisa membuka mata sepenuhnya. Lalu, dahinya
langsung berkerut karena merasa asing dengan tempat di mana ia berada saat ini.
Baru
gabriel akan bangkit, dan saat itu juga kepalanya seperti di timpa beban ribuan
ton. Kepalanya sangat pusing, entah apa yang sudah ia lakukan semalam?. Emm ..
memang apa? apa yang sudah ia lakukan?
Seperti
baru mendapatkan ingatannya kembali. Gabriel melihat di balik selimut. Astagaa....
Gabriel
mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. dan .. hatinya seperti di
cabik-cabik. Melihat gadis yang sangat ia kenali duduk memeluk lutut dengan
baju yang sudah.. tidak layak pakai. Karena dress berwarna violet yang gabriel tau,
biasanya sangat terlihat cantik di gunakan gadis itu. kini sudah sobek-sobek di
beberapa bagian.
Dengan
hanya menggunakan selimut untuk menutupi tubuhnya, gabriel menghampiri gadis
itu. ingin meminta maaf, meminta ampun.
“ya
tuhan, prissy.. maafin aku..” gabriel peluk tubuh mungil pricilla. Ia ingat
betul kelakuan bejat yang sudah dia lakukan semalam.
“
aku.. aku akan bertanggung jawab.. aku akan segera melamarmu, kita akan
menikah. Kamu percaya ya? Ya? “ iya. Gabriel takut. Takut untuk menghadapinya.
Takut untuk segala hal yang akan terjadi selanjutnya. Bukannya ia mencintai
gadis lain? Bisa-bisanya ia menjanjikan hal yang semacam itu. lalu memangnya
dia bisa apa?
Dia
hanya sedang takut. Ya, sedang takut. “ kamu percaya aku kan?” ia mengulang
pertanyaaanya.
Prissy
mengangguk. Masih membiarkan tubuhnya di balut hangat kulit gabriel yang
langsung menyentuh kulit lembutnya.
Airmata
pricilla kembali menetes. Masih merasa gamang. Dia memang mau tak mau harus
percaya. Karena saat ini, jika tidak percaya dengan gabriel memang dia harus
percaya dengan siapa lagi?
Lalu,
apa sebenarnya memang pantas dia percaya. Percaya dengan pemuda yang
jelas-jelas mencintai wanita lain.
Apa-apaan ini.
To
be continued....
hai girls and -maybe- boys. sorry banget untuk kelamaan posting part ini -.- salahin blognya error dan baru sembuh. sekalian di posting hari ini . ya perlu kalian tau hari ini -jeng jeng- my day. aissshhh iklan. ya semoga part ini gak ngecewain kalian yang udah nunggu lama -buannnnggeeett :') dan makasih banget untuk kesetiaannya ya. ok. bye. see you next part . laff u machooooo <3