Akhir- akhir ini, Agni merasa Shilla kurang
bersemangat. Dia sering bengong kalau diajak bicara. Agni tidak tau pasti apa
yang bikin sahabatnya itu jadi kelewat pendiam gini. Yang agni tau, hal itu
bersamaan dengan keabsenan Rio nangkringin pos satpam buat nunggu Shilla pulang
sekolah.
“Shill.. “ panggil agni. Dan ya seperti biasa,
shilla tidak akan menyahut jika sekali panggil. “ SHILLA”
Shilla terlihat mengerjap beberapa kali. “ Ya..”
“ Ada Apa sih?” selalu begitu Agni bertanya.
“ Gak ada apa-apa. “ Agni menghela nafas, karena
diam-diam dia sudah menduga Shilla akan menjawab seperti itu.
Agni hanya mengangguk tanpa banyak komentar, meski rasanya
mulutnya sudah siap melontarkan berbagai praduga untuk menghakimi Shilla saat
itu juga.
Cukup lama diam, sampai Shilla menghela nafas berat.
Dia tidak bisa terus-terusan begini. Hidup tak bernyawa.
Shilla melirik agni yang tengah bergelagat canggung
di sampingnya, dia sadar, dia juga tidak bisa terus-terusan mengabaikan
sekelilingnya. “ Ag.. “
“ Ya.. “ tanggap Agni, kelewat semangat.
“ Lo tadi bisa gak ngerjain soal bahasa jerman nya?”
Agni terkekeh. “ Lo kayaknya gak perlu nanyain itu
deh Shill, lo udah tau jawabannya.”
Shilla tersenyum sekilas. “ Gak bisa yaa?”
“ Shill.. lo masih nganggep gue sahabat lo kan?”
Tiba-tiba ditanyai seperti itu, shilla tersentak. Dia
mengangguk dalam diam.
“ Gue tau lo lagi ada masalah yang lagi beban banget
di pikiran lo, dan gue gak akan maksa lo buat cerita sekarang. Tapi kapanpun lo
mau cerita lo taukan shill ada sahabat yang selalu siap dengerin cerita lo. Siap
ngebantuin lo.”
Shilla sudah menangis, ketika dengan lembut Agni
memeluknya. Dalam hati sangat bersyukur punya sahabat sebaik Agni.
*
“ Terus apa rencana lo sekarang shill?” Tanya Agni begitu
Shilla selesai menceritakan masalah yang membebani pikirannya lebih dari
seminggu ini. Akhirnya Shilla bersedia menceritakan semuanya pada Agni.
“ Pengennya gue sih, karena sekarang UAS udah
selesai gue mau fokus nyariin Rio. “ jawab Shilla, sebenarnya tidak terlalu
yakin.
“ Sorry ya shill, tapi lo mau nyari kemana? Bukannya
kata lo tadi, lo udah sempet ke sekolah kak Rio dan Kak Rio gak ada. Lo punya tujuan
tempat lain buat nyariin kak Rio?”
Shilla semakin murung, Ia menghela nafas berat. “
Gue gak tau. Gue baru mau nanya kak Alvin.”
Agni mengerutkan dahi, tidak mengerti.
“ Seminggu yang lalu, kak Alvin sempet nyampaiin
salam dari Rio buat gue.” kata shilla, Ia berhenti untuk mengambil nafas
dalam-dalam karena dadanya mulai sesak. “ mungkin kak Alvin tau keberadaan
Rio.”
Agni menepuk-nepuk bahu Shilla, menguatkan. “ Kamu
pasti bisa shill, kalian bakal bereng-bareng lagi kayak dulu. Bakal jadi couple
aneh yang selalu berhasil bikin iri.”
Shilla memaksakan sebuah senyum tipis. “ Tapi gue
takut Ag, gue takut yang dibilang dea ada benernya. “
“ Shill, dengerin gue. “ kata Agni, Ia memutar tubuh
Shilla untuk menghadapnya. Saat mereka sudah saling berhadapan, Agni menguatkan
rengkuhannya di bahu shilla. “ Kita sama-sama tau, Rio berjuang gila-gilaan
buat bikin lo jadi milik dia. Dan semisal yang lo takutin itu bener-bener
terjadi, apa lo gak cukup percaya sama Kak Rio, kalo dia juga bakal berjuang
gila-gilaan buat mempertahanin apa yang udah susah payah dia dapatin.”
Shilla menangis lagi. “Ah Agni, gue sayang sama lo.”
“ Iya gue tau, gue juga sayang sama sahabat gue yang
cengeng satu ini. “ Mereka berpelukan lagi . “ Semangat ya Shill, karena Keindahan
gak selamanya mudah buat diraih.” Tambah agni, tersenyum lega melihat Shilla
yang tampak lebih bersemangat.
***
“.. Yo buka! Alvin nih. “
Rio langsung bangkit dari sofa empuknya, berjalan
semangat menghampiri pintu kamarnya. Membuka pintu itu, melihat Alvin sedang
cengengesan di depan pintu, Ia langsung memeluk Alvin erat sekali.
“Yo lepasin deh. “ Alvin mulai pengap dengan pelukan
Rio yang kelewat Erat. “Malu kali, di dalem entar kalo mau yang lebih hot. “
Kata Alvin asal.
Rio melepas pelukannya. Tertawa sambil mendorong
pelan pundak Alvin. “ Gue Cuma lagi kangen melukin Shilla ” Sahut Rio, sambil
mengunci kembali pintunya.
“Oh man. Dan lo ngelampiasin ke gue. Parah lo, kalo
kebablasan gimana?”
“ Emang lo nolak kalo entar gue akhirnya keblabasan
sama lo?”
“ Enggak sih,” jawab Alvin, lalu terbahak. Di ikuti
Rio. Ia lempar Rio dengan bantal kecil di dekatnya.
Rio dapat menangkap lemparan itu dengan lincah. Ia
mengikuti Alvin yang sudah tiduran di bed kingsize miliknya. “ Lagian lo tega
ya vin, udah seminggu dan lo baru jengukin gue?” katanya protes.
Alvin berdecak. “ Yaelah! lo jangan asal tuduh yo,
hampir tiap hari gue kesini. Dan baru sekarang ini nih gue dapet izin bisa
nemuin lo?”
“Oya? Jadi selama ini lo gak boleh nemuin gue?”
“iyaa. “
“Keterlaluan emang. “ kata Rio kesal. “ terus,
sekarang kok bisa gimana ceritanya. “
Alvin bangkit untuk duduk, mengobrak-ngabrik tasnya.
“ Nih.. “ ia mengulurkan selembaran kertas kearah Rio. “ Formulir pendaftaran
Universitas.”
Rio menyeringai, mengerti dengan taktik yang Alvin
lakukan. Mendadak Rio dapet ide. “Vin gue punya ide..”
“Ide apa?” tanya Alvin tidak mengerti.
Rio tersenyum misterius. “ Ide buat gue bisa keluar
dari sini. “
***
Sudah 4 minggu dari kejadian yang membuat hidupnya
sedikit berantakan. Dan, yang Ia takutkan benar-benar terjadi.
Pricilla melirik jam berlapis emas kesayangannya,
tinggal 5 menit dari waktu janjian. Pantas saja dia merasa semakin gugup.
“Prissy..” Pricilla mendongak, membalas senyum
pemuda yang tadi memanggil namanya. “Udah nunggu lama?”
Pricilla menggeleng. “ Enggak kok gab. Lagian, ini
masih 5 menit dari waktu janjian kita.”
Gabriel tersenyum, mengusap kaku puncak kepala
prissy. “ Kamu cantik pake baju itu. “ katanya lembut.
Pricilla langsung menunduk, melirik sekilas dress
putih polkadot merah hati yang ia gunakan. Ia harus mengakui, Ia menghabiskan
hampir 1 jam untuk akhirnya memutuskan memakai dress ini, dan dia senang jika
gabriel suka. “ Thanks. “ ujarnya malu-malu.
“Pesen makan dulu deh ya. “
Pricilla mengangguk, lalu menunduk lagi.
Setelahnya, gabriel memanggil salah satu waiter
berkemeja putih. “Ada yang bisa saya bantu?” tanya waiter itu ramah.
Mereka memesan dengan waktu singkat.
“ Jadi apa yang pengen kamu omongin priss?” tanya
gabriel begitu saja begitu waiter yang ia panggil meninggalkan meja mereka.
Pricilla tersentak, lalu reflek mendongak. Tapi
bukannya mengungkapkan tujuannya mengajak gabriel bertemu, dia malah diam. lidahnya
terasa kelu. Lalu dia memilih menunduk lagi.
Gabriel tersenyum, menyadari kegelisahan pricilla.
Ia ulurkan tangannya untuk meraih tangan pricilla. Hal itu membuat Prcilla mau
tak mau mendongakkan kepala lagi, bertemu pandang dengan gabriel pada satu
titik yang sama.
“ Omongin aja priss, gak papa. “ kata gabriel
meyakinkan.
“ Aku mm.ma.u.” Pricilla diam sebentar, mencari
kemantapan. “ Aku mau, pernikahan kita dipercepat. “
Gabriel harus mengakui, dia tersentak mendengarnya. “Ke.na.pa?
“ tanyanya tak terkontrol.
Dada pricilla mulai sesak, airmatanya menetes begitu
ia mengedipkan mata. “ Aku positif hamil. “ katanya, suaranya bergetar.
Gabriel menegang, tangannya yang menggenggam
Pricilla menguat. Dia juga butuh disokong tenaga untuk tetap kuat.
Setelah cukup lama diam, gabriel menghela nafas
panjang, sebagai tanda Ia telah menyelesaikan perseteruan panjang hati dan
pikirannya. Genggaman tangannya pun sedikit mengendur, Ia tersenyum lembut
untuk pricilla yang menatapnya ragu. “Jika itu yang terbaik Priss.” Katanya,
diciptakan setegar mungkin.
Senyum Pricilla langsung berkembang. Matanya
berbinar lebih cerah. “ Makasih Gab..”
Gabriel tak menjawab, Ia menautkan kedua alisnya.
Pricilla tersneyum lagi. “ buat tanggung jawab kamu.
“
Gabriel tersentak. Sebesar itu kah hati pricilla,
hingga berterimakasih untuk kebejatan yang dia lakukan. Tiba-tiba, gabriel
merasa tidak pantas untuk gadis sebaik pricilla.
***
Zeth sedang membaca hasil laporan salah satu cabang
perusahaan minyak miliknya, ketika seseorang mengetuk ruang kerjanya tiga kali.
“ Tuan, saya mohon izin masuk.” terdengar suara
kiki, ketua pelayan yang sudah bekerja dirumah besar haling hampir seumur
hidupnya.
“Masuk. “ jawab Zeth. “ Ada apa?” tanyanya tak
membuang waktu begitu kiki memasuki ruang kerjanya.
Kiki menyempatkan membungkukkan sedikit badannya
untuk memberi hormat sebelum memulai bicara. “ Maaf tuan, Tuan muda ingin
bertemu dengan anda. “
Zeth mengangkat Satu alisnya, mencoba memikirkan apa
tujuan putra tunggalnya ingin menemuinya setelah lebih satu minggu ini dia
mengurungnya. Zeth tersenyum puas, mungkin anak itu sudah menyadari
kesalahannya. “Bawa dia kesini.” Katanya memerintahkan.
“Baik. “ Jawab Kiki, kembali menunduk hormat sebelum
pergi dari ruangan itu.
Zeth menutup map berisi laporan-laporan yang sudak
sejak 30 menit yang lalu ia tekuni. Bersiap menghadapi putranya yang
akhir-akhir ini tidak dapat lagi terkontrol olehnya.
Tidak sampai 5 menit Zeth menunggu, Ia mendengar
lagi ketukan dari pintu ruang kerjanya. “Masuk.” Katanya sebelum seseorang
memohon izin masuk seperti biasanya.
Detik berikutnya, kiki memasuki ruangannya, diikuti pemuda
jangkung yang dipegangi 2 pengawal dikanan-kirinya.
“Lepaskan dia. “ Perintah Zeth, membuat 2 pengawal
itu dengan patuh melepas pegangan kuat di masing-masing tangan tuan mudanya.
Hening sesaat. Sebelum Zeth membuka suaranya lagi. “
duduklah mario.”
Rio menuruti, berjalan dalam diam menghampiri kursi
di depan meja kerja ayahnya.
“Kalian keluar lah. “ perintah Zeth lagi, kiki dan 2
pengawal itu segera meninggalkan ruangan itu.
Hening sejenak, Zeth menyesap kopi hitam yang selalu
disiapkan dimejanya tanpa melepas tatapannya pada putranya. “Apa yang ingin
kamu sampaikan? ” begitu tanyanya, ketika sudah meletakkan cangkir kramik
kembali ke tataannya.
“ Saya ingin menghadiri acara kelulusan.” Jawab Rio
datar. Menatap berani lelaki paruh baya yang kini mengerutkan dahinya.
“ Bisa, jika kamu sudah mengakui kesalahanmu.”
“ Kesalahan?” Tanya Rio tenang. “ Anda pikir pemuda
umur 18 tahun yang jatuh cinta merupakan kesalahan?”
Zeth tersenyum merendahkan. “ Kamu pikir itu jatuh
cinta. Itu kebodohan.. YANG MERUGIKAN. MENGERTI!” Sahut Zeth, tidak bisa
menahan nada tinggi diakhir kalimatnya.
“ Meskipun cinta pemuda itu menjadikan satu-satunya
alasan pemuda itu untuk tetap hidup. Apa itu tetap saja kebodohan?” Jawab Rio
tetap tenang.
Zeth menatap mata Rio tajam, ternyata Putranya
benar-benar keluar jauh dari kontrolnya. “ Ternyata kamu masih saja tidak
mengerti. Kembalilah lagi ke kamarmu karena kamu tidak akan pernah mendapat
izin saya.”
Rio hanya diam di tempatnya sampai beberapa detik,
menatap lelaki paruh baya yang sialnya adalah ayahnya penuh kebencian. Setelah
18 tahun Ia berusaha setengah mati untuk membuat lelaki itu bangga, untuk
mendapatkan cintanya. Dan sekarang ini yang dia dapat. Ini cinta? Bukan! Hanya
gadis itu yang bisa memberinya cinta!
“ Apa lagi yang kamu tunggu?”
Rio bangkit, tanpa mengatakan apa-apa. Pergi dari
ruangan itu dengan langkah besar-besar. Meninggalkan Zeth yang mengusap
rambutnya frustasi ketika putranya menutup pintu ruang kerjanya itu dari luar.
Zeth menekan tombol telpon dengan tidak sabaran.
Begitu suara di sebrang menyahut “Ada
yang bisa sa..” zeth memotongnya cepat. “ Bawa gadis itu menemui saya!
Se.ce.pat.nya!”
Klik. Zeth memutuskan sambungan telpon sebelum lawan
bicaranya menyahut sekedar menjawab ‘ya’ untuk menyanggupi perintahnya. Ia
benar-benar sedang dalam puncak kemarahan.
***
Shilla setengah menyeret kakinya menyusuri jalan
trotoar perumahan elit yang shilla sendiri tidak tau didaerah mana.
“ Berhenti
menggoda anak saya.. Kamu sudah
menghancurkannya..”
Ia berhenti. Menekan dadanya yang terasa nyeri.
Tanpa terasa, pandangannya memburam, dan ia menutupi wajah dengan kedua telapak
tangan sambil terisak pelan.
“
Kamu tidak pantas, dan itu terlalu jelas..”
Shilla semakin menekan dadanya, nyerinya semakin
terasa hingga membuatnya sulit bernafas.
Suasana
hati Shilla benar-benar
buruk hari itu.
Kemarahan, rasa terhina, kehancuran bahkan
kesedihan karena dia
begitu tidak berdaya
campur aduk dalam hatinya.
Menggoda? Apa dia memang sehina itu? astaga. Apa yang harus shilla lakukan.
Bahkan cintanya masih begitu besar saat tembok tinggi sudah jelas menjulang
didepannya.
“.. Shil.la?”
*
Tadinya, Alvin akan menuju rumah Rio untuk mengantarkan
surat undangan yang susah payah Ia dapatkan dari pihak sekolah untuk membantu
kelancaran rencana sahabatnya. Namun, Ketika dilihatnya gadis berambut panjang
yang nampak tidak asing untuknya tengah sendirian dengan bahu mungil yang
berguncang oleh tangis. Alvin merasa hatinya terenyuh, Ia benar-benar mengenali
gadis itu. Dan Ia merasa ada hal yang tidak beres, mengingat apa yang dilakukan
gadis itu lakukan di sekitar sini, dan.. menangis.
Alvin mematikan mesin mobilnya, melangkah sepelan
mungkin untuk tidak mengagetkan gadis itu.
“Shil.la”
Shilla mengangkat kepala, menatapnya dengan air mata
masih mengaliri kedua sisi wajahnya, bibirnya bergetar dan matanya sembab. Shilla
nampak ternganga sebentar, karena detik selanjutnya dengan cepat Shilla menghapus
air mata yang membasahi pipinya.
“ kamu kenapa?..” tanya Alvin, khawatir.
Shilla diam saja, mendadak gelisah.
“ Lo gak papa kan?” Tanya Alvin lagi. karena Shilla
tak kunjung menjawab.
“ Aku.. gak papa kak..” Shilla mulai menahan
tangisnya. Dia tidak mungkin menceritakannya pada siapapun termasuk Alvin.
“ Kamu yakin?”
Shilla memaksakan sebuah senyum. “ Iya kak. beneran
aku gak papa.”
Alvin diam sesaat, menatap Shilla curiga. “ Tapi..
kenapa nangis?.”
“Ah ini... ini... “ Shilla bergerak gerik gelisah.
Seakan menyadari kegelisahan Shilla, Alvin menepuk
pundak shilla sekali. “ Yaudah kalo gak mau cerita, kakak anter pulang aja yuk.
“
Diam-diam Shilla menghela nafas lega. Mengangguk
pelan dan segera mengikuti Alvin memasuki mobil pemuda itu.
To be Continued....