Shilla
mengambil nafas berat. Duduk perlahan di kursi meja makan dengan tidak melepas
pandangannya pada sebuah kotak diatas meja. Sebuah hadiah.
Semalaman
dia menyiapkan hadiah itu. Tangan Shilla terulur, mengambil kotak berwarna biru
itu lalu membukanya, Ia mengembangkan senyum tipis sebagai rasa bangga karena
telah berhasil membuat kue sussen dengan kedua tangannya sendiri.
Ini
hadiah untuk seseorang, yang Shilla baru ketahui sebagai kue favorit seseorang
itu, untuk hadiah kelulusannya, untuk..
“
Shilla..”
Shilla
menoleh, mendapati ibunya tengah menghampirinya dengan sebuah senyum teduh
seperti biasa. “ Ada Cakka tuh..” kata Ina.
Kening
Shilla berkerut, meski begitu dia bangkit dari duduknya dan segera menuju ruang
depan rumahnya.
Shilla
diam saja, sampai akhirnya pemuda itu menyadari kehadirannya dan langsung
berdiri. “ Shill..” sapa Cakka canggung.
Shilla
masih diam, ketika dirinya mendudukkan disalah satu sofa ruang tamunya. “ Ada
apa?” tanyanya tidak basa-basi.
Cakka
nampak menunduk, lalu mendesah keras. “ Gue mau minta maaf shill sama lo..”
katanya sedikit bergetar.
Shilla
tidak menyahut, sebenarnya shilla tidak benar-benar ingin memusuhi Cakka selama
berminggu-minggu seperti ini. Soal Pengakuan Cinta pemuda itu, Shilla pun sudah tidak
mempermasalahkannya. Kerana Cinta tidak tau kapan dan dengan siapa akan hadir,
Cinta dating begitu saja bukan?. Tapi
Ia menghargai Agni, dan semisal Cakka belum berbaikan dengan Agni harusnya dia
tidak berbaikan juga.
Karena
Shilla tidak menyahut, Cakka sedikit panik. “ Ee.. gue sadar gue salah. Gue tau
harusnya Cinta ini gak pernah ada. Maaf, Please maafin gue..”
Shilla
masih diam, Ia ingin menjawab. Tapi...
“
Gue bener-bener sadar dan pengen minta maaf, untuk bukti kalo gue udah sadar, Gue
bakal bantu lo dapatin cinta lo yang semestinya, kata agni lo mau kesekolah
pacar lo, kalo lo gak keberatan gue bisa nganter lo, sekalian gue mau ngingetin
pacar lo Shilla punya sahabat yang siap murka kalo dia nyakitin lo..” kata
Cakka lagi, tersenyum canggung pada ujung kalimat.
Air
mata Shilla mengalir, begitu saja. Dia sudah terlanjur sakit. Shilla usap cepat
airmatanya, sebelum Cakka menyadarinya.
“
Lo udah baikan juga sama agni?” Tanya Shilla.
Cakka
mengangguk berkali-kali. Ia serius soal itu, pagi-pagi sekali dia sudah berada
di teras rumah agni untuk meminta maaf.
“Makasih
buat tumpangannya.” Kata Shilla, lalu mengembangkan senyum tipis yang tulus.
Cakka
membalas senyum itu. “ Makasih ya Shill.” Ujarnya, mengerti kalimat itu sebagai
penerimaan maaf darinya.
***
Rio
mengembangkan senyum puas, ketika mobil Alvin yang Ia tumpangi berhenti
dipelataran parkir sekolahnya. Ia menoleh ke arah kanan.“ Akhirnya Usaha kita
gak sia-sia. Padahal
gue udah pesimis pas bokap gue gak ngasih izin kemarin, syukur deh pagi tadi berubah pikiran, mungkin karena surat dari sekolah yang lo kasih. ” Ujar Rio terlihat senang dan lebih cerewet dari
Rio biasanya.
Alvin
tersenyum kaku, tiba-tiba saja Ia teringat Shilla yang Ia temui kemarin Sore.
Entah mengapa, Ia yakin ada yang tidak beres. Dan dia benar-benar tidak bisa
menduga-duga apa yang sedang terjadi.
“
Lo beneran udah ngehubungi shilla kan Vin?..”
Alvin
tersentak. “ Ha?”
Rio
memutar bola matanya. “ Si Shilla beneran bisa dateng kesini kan?” tanyanya
lagi.
DOK!
DOK! DOK!.
Alvin
lagi-lagi harus tersentak kaget, menoleh ke kanannya dan mendapati Goldi tengah
dengan panik menggedor jendela mobilnya. Ia menurunkan kaca mobilnya dengan
kening berkerut.
“
VIN..” teriak Goldi Heboh. “ Eh YO, Kebetulan ada lo juga. “ katanya ketika
mendapati Rio juga berada dalam mobil Alvin. Ia mengambil nafas dalam. “ Itu
temen kalian mau bunuh diri.” Katanya masih dengan heboh.
Alvin
dan Rio menautkan Alis. “ Temen? Siapa Ya?” Celetuk Rio.
Goldi
menepuk dahi.
“
IFY!” teriak Rio dan Alvin serentak, Bahkan Sebelum Goldi menjawabnya.
Rio
dan Alvin keluar dari mobil dengan cepat. “dimana?” tanya Rio panik.
“
Di Sana!” Jawab Goldi sambil menunjukkan arah dengan jarinya, detik selanjutnya
dia berlari dengan diikuti Alvin dan Rio dibelakangnya menuju lokasi yang Ia
maksud.
*
Alvin,
Rio, dan Goldi berlari secepat mungkin, tidak sampai 1 menit mereka sudah
berada pada gerombolan orang yang tengah mendongakkan kepalanya.
Rio
ikut mendongak. Melihat gadis dengan swater biru berada di pinggiran atas
gedung yang Ia yakini Ify, Ia mengusap rambutnya dengan kedua tangan Frustasi.
“ Nak Ify tolong untuk tidak bertindak
gegabah, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.” Suara kepala sekolah terdengar jelas dengan
menggunakan toa. Membuat Rio semakin panik.
“
Dia ada masalah apa sih Vin?” tanya Rio,
lalu berlari tanpa menunggu Alvin yang ditanyai menjawab. berlari secepat
mungkin untuk mencapai atap gedung sesegera mungkin.
Awalnya
Alvin masih linglung, masih sibuk menerka-nerka masalah apa yang membebani Ify hingga memilih bunuh diri adalah jalan keluar
terakhir. Tapi ketika Rio bertanya sesuatu yang tak Alvin dengar dan pemuda itu
langsung berlari begitu saja, Ia sadar dari kelingungannya dan ikut berlari dibelakangnya.
***
Cakka
mematikan mesin mobil, menatap bingung orang-orang yang bersliweran diarea
sekolah tersebut dengan ekpresi panik. Kok
ada polisi sama wartawan
ya? Apa untuk pengamanan Kelulusan? “ Kok rame banget ya Shill, sekolah
kita kayaknya gak gini-gini banget deh kalo kelulusan.”
Shilla
tidak menyahut, Ia juga merasa bingung dengan apa yang dilihatnya. Ia membenahi
rok abu-abunya, lalu turun dari mobil Cakka masih dengan keheranan.
Dengan
nekad, dia menarik tangan salah satu siswa yang berjalan terburu-buru yang tidak sengaja lewat
didepannya.
“
Ee.. Sorry kak. mau tanya, ini ada apa ya kok kayaknya pada panik gitu?” tanya
Shilla santun.
Pemuda
didepannya itu mengangkat kedua bahunya. “ Gue juga baru dateng sih, tapi
katanya si Ify mau bunuh diri.” Jawab pemuda itu buru-buru, lalu segera pergi .
Ify?
If.. Astaga, Shilla menutup mulutnya yang ternganga dengan satu tangannya. Kak
Ify? Shilla berlari secepat mungkin, berharap tidak tertinggal pemuda yang Ia
tanyai tadi yang mungkin tau lokasinya.
Cakka
yang tidak tau apa-apa, hanya mengikuti Shilla.
Shilla
menoleh ke kanan kirinya, Ia sudah berada pada gerombolan yang sebagian besar
mendongakkan kepala, dengan perlahan Ia mengangkat kepala, mengikuti arah pandang gerombolan
itu. “ Kak Ify?” desisnya.
Dan Ia berlari lagi.
***
Ify
menutup mata, menikmati hembusan angin yang membelai pipinya dan memeluk
tubuhnya. Ify tersenyum pahit. Betapa hangatnya pelukan angin ini saat rasa
dingin seakan telah menjadi sahabat bagi hatinya.
Kaki
Ify sedikit gemetar ketika semakin mendekati tepi atap gedung sekolah berlantai
lima itu. Pandangannya tiba-tiba sedikit kabur. Tiba-tiba saja rasa sesak
menyeruak kembali di dadanya, berkejaran dengan isakan yang terus Ia tahan sambil
terus melangkah. Dan tiba-tiba saja, dia hanya berjarak dua langkah dari tepian
atap.
“ Nak Ify tolong untuk tidak bertindak
gegabah, semua masalah pasti ada jalan keluarnya.” Ify bisa mendengar suara galak yang khas itu, milik kepala sekolahnya.
Ify mematung. Pandangannya jatuh
jauh ke bawah sana. Deretan kendaraan yang terparkir di halaman sekolahnya.
Titik-titik manusia yang menggerombol untuk menyaksikannya diatas sini. Ah, mereka masih lebih beruntung, mereka
masih memiliki…apapun yang mereka miliki saat ini. Sementara dia? Apa yang masih tersisa untuk Ia genggam, untuk sekedar Ia jadikan miliknya?
Ify gerakkan kakinya, tak sampai
satu langkah. Tiba-tiba saja kedua kakinya terasa begitu berat, seakan tak
setuju dengan apa yang kini tengah berputar di benaknya. Ia tak lagi menatap
kebawah.
“ ALYSSA.. “
Tubuh Ify menegang. Bersamaan dengan
itu air matanya menetes satu persatu. Ia mengenali suara itu tanpa harus
melihat pemiliknya.
“ Kenapa?” Suara itu kembali
terdengar.
Ify diam saja, masih menangis dalam
diamnya.
“ Kenapa ssa?” Tanya suara itu lagi,
terdengar semakin dekat darinya.
Ify yakin dengan pelan-pelan pemuda
pemilik suara itu tengah mendekat kearahnya. Dengan cepat Ia membalikkan badan.
“ STOP MARIO!”
Rio nampak, terjingkat kaget. Dan
benar saja pemuda itu sudah berjarak tidak
sampai 1 meter darinya.
Ify menatap mata itu tajam dengan
matanya yang basah. “ Stop. “ desihnya lagi lebih pelan. “ Atau aku bakal
lompat sekarang juga.” lanjutnya mengancam.
“ No.. please.. kamu gak boleh
ngelakuin itu, Jangan pernah melompat ssa. Aku mohon.. atau kamu mau bikin aku
hancur..” kata Rio lembut.
Diam sesaat. Sampai Ify memalingkan
wajah.” Aku akan mati dalam kebahagiaan , jika ini memang buat kamu hancur.”
Katanya, kembali menatap Rio dengan tajam. Pemuda itu juga tengah menatapnya,
namun dengan kebingungan.” Karena aku ingin sekali membuatmu hancur seperti
halnya kamu yang berkali-kali membuatku hancur.”
Rio masih menautkan alis bingung.
“ Perceraian orang tuaku sudah membuat
ku hancur mario. Tidakkah kamu tersentuh untuk berhenti menyakitiku.” Tangis Ify pecah, bersamaan dengan itu otaknya memutar kejadian kemarin
sore ketika dia berkunjung ke Istana Haling, mendengar percakapan antara ayah
dan anak dari awal hingga akhir. Percakapan antar Zeth-Mario. Percakapan yang
membuatnya menangis semalaman, membuatnya menyerah pada kehidupan. Karena tujuan
hidupnya tak memiliki tujuan hidup yang sejalan dengannya, tujuan hidupnya
memiliki tujuan hidup lain.
Rio menegang, bukan karena gadis didepannya mengaku Ia selalu menyakiti gadis itu. Untuk
yang itu Rio masih tidak mengerti. Tapi itu karena perceraian
orang tua ify. Ia baru tau. Bukannya
Hampir dua minggu ini dia dikurung dan tidak bisa menjamah dunia luar melalui
media apapun itu? Ia melirik Alvin
sekilas, melihat Alvin mengangkat kedua bahunya, Ia yakin Alvin juga tidak tahu
tentang hal itu. Apakah benar seberat itu cobaan gadis yang terlihat semakin
kurus didepannya ini? dan Ia sama sekali tidak tahu?
“ Fy.. “ Ucap Rio, tak bisa berkata
apa-apa lagi. Ia langkahkan kakinya.
“STOP!” teriak Ify, bahkan Rio belum melangkah sampai satu langkah. “ Aku mending mati dari pada di sentuh kamu.”
Rio tersentak
kaget mendengar kata-kata ify. sebenarnya dimana letak
kesalahannya? Apa benar Ia sejahat yang Ify katakan?
“Karena aku gak butuh sentuhan yang
semakin buat aku sakit, sakit yang hanya dengan mati aku tidak lagi
merasakannya.”
“ Fy.. aku... gak.. “ Rio bingung
akan berkata apa, Ia terdiam beberapa detik, lalu Mendesah. “ Maafin kalo aku selalu
nyakitin kamu fy, jadi please, tetap hidup buat ngasih aku kesempatan untuk
menebus kesalahanku. Kesalahan apapun itu..”
“ Kamu gak membalas cintaku. Itu
salah kamu mario..”
Jawab Ify
telak. Dan dari berjuta-juta dugaan, Rio tidak
pernah menduga kalimat itu yang akan keluar dari mulut Ify. Kalimat yang juga
menjadi alasan gadis itu menyerah pada keadaan dan berniat bunuh diri? Rio
menatap gadis kurus di depannya dengan sungguh-sungguh, Ia bisa melihat tubuh
itu berguncang karena menangis.
Rio menghela nafas panjang, Ia tau
secara tidak langung Ia sedang diberi pilihan, pilihan yang membuatnya harus
memilih antara gadis yang jelas-jelas sedang
Ia perjuangkan atau gadis yang 10 tahun ini selalu ada disisinya, mengisi
kesepian yang menyerangnya hampir seumur hidupnya.
“ Kenapa kamu gak jujur dari dulu.”
Kata Rio, membuat Ify segera mendongak dan menatapnya dengan mulut terbuka.
“ Maksud kamu?”
“ Awalnya, kupikir itu
terlalu tidak mungkin.”
Ify diam, menatap Rio dengan curiga.
Orang seoptimis Rio merasa ragu? “ Kamu ingin menghancurkanku lagi dengan
kebohonganmu?”
Rio terperangah sekilas, dengan
cepat Ia menguasainya agar Ify yang sudah menatapnya curiga bisa kembali
percaya. “ Seorang Mario tidak pernah berbohong, Ssa. Kamu tau itu. Aku akan
membuktikannya..”
“Kiss me..” potong Ify cepat,
mancuri pandang sekilas pada seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu
besi.
“ Apa?” tanya Rio tak terkontrol.
Rio masih diam mematung, ketika Ify
dengan perlahan berjalan kearahnya.
Ketika Ify sudah dalam jarak tidak
sampai 1 langkah didepan Rio, gadis itu tersenyum miring. “ Buktikan. Atau kamu bener-bener mau liat gadis 10 tahunmu
ini mati didepanmu. Dan Mati karenamu. ”
Tanpa disangka dengan sangat tegang dan
kaku Rio mendekatkan wajahnya pada ify, meraih pundak gadis itu lalu mengecup
bibir mungil Ify lembut. Hanya sebatas itu. pikir Rio.
Rio sudah akan melepas bibirnya dari
bibir Ify, ketika dengan tiba-tiba tangan kadis itu melingkar dilehernya,
menarik tubuhnya kuat hingga dalam sekali tarikan tak ada lagi jarak antara
mereka berdua.
Rio terpana dengan yang dilakukan
Ify, Hal itu memberi kesempatan pada Ify untuk mencium semakin dalam, seluruh
tubuhnya menempel pada tubuh Rio. Ia cicipi seluruh rasa bibir merah pemuda itu.
Suara percakapan
yang sayup-sayup terdengar
membuat Rio terperanjat,dengan secepat
kilat didorongnya tubuh Ify yang semakin
mendesak tubuhnya sedikit kasar dan membuat gadis itu hampir terjungkal ke
belakang.
Rio tidak peduli, Ia yakin mendengar
suara seseorang yang sangat Ia kenali. Dan rasanya Rio memilih mati, ketika Ia
membalikkan badan dan melihat seseorang itu tengah menatapnya dengan mata basah
dan sangat terluka.
***
Shilla menatap pintu besi
didepannya, setelah mengangguk satu kali untuk memberi keyakinan dengan tenang
Ia membukanya, melakukan sepelan mungkin dengan harapan tidak ada yang
menyadari kehadirannya.
Ketika pintu itu baru terbuka sebagian
Ia menoleh kebelakang kearah cakka,
menempelkan jari telunjuk didepan bibirnya, untuk memberi kode pada Cakka untuk
tetap tenang.
Baru ketika Cakka mengangguk setuju,
Ia melewati pintu itu.
“ Kiss me..”
Tubuh Shilla menegang, usahanya
untuk membuat orang-orang yang ada diatap gedung itu tidak menyadarinya memang
berhasil. Tapi dia tidak pernah berharap
akan melihat pemandangan yang seperti ini.
Setengah mati Shilla menahan
tangisnya, hingga dadanya terasa sesak.
Ia menunduk, ketika Cakka merengkuh
bahunya, lalu mengelus bahunya pelan-pelan. Yang
sedang terjadi didepannya sekarang Ia tak tau dan tidak mau tau.
Cukup lama, sampai Cakka bertanya
dengan berbisik. “ Kamu gak papa?”
Membuat Shilla reflek mengangkat
kepala, melihat sekilas pemuda yang katanya mencintainya tengah berciuman
dengan begitu intim dengan gadis lain, dengan cepat Ia menoleh. Menatap Cakka
yang menatapnya khawatir. “ A..Ku. Mau.. pu.lang.” katanya berdecit karena
tangis, membuat suaranya terlalu nyata untuk mengundang perhatian. dan benar
saja Alvin yang juga berada di tempat itu menoleh belakang, dan tidak lama dari
itu Rio juga menatapnya dengan keterkejutan.
Shilla membalas tatapan itu dengan
penuh luka.
Tubuh Shilla melemah, dia sudah siap
merosot jika Cakka tidak merengkuh bahunya kuat-kuat. Ia berbalik cepat,
melangkah pergi sebelum Rio sadar dari keterpanaanya.
Ia pergi begitu saja, tanpa
berhenti, tanpa menoleh kebelakang, meski Ia mendengar
Rio meneriakkan namanya berkali-kali.
Semuanya cukup, hanya sampai disini. Bukannya sejak awal takdir pun tak
memihaknya? Ini benar-benar akan berakhir. Karena keinginannya, bukan karena seseorang telah memerintahnya.
To be Continued...