Shilla
mengendap-ngedap untuk keluar dari gang kecil kompleknya. Ia melirik jam tangan
lunsuran dari ibunya, 06:00 pagi. Tentu orang-orang pengganggu itu belum
datang. Shilla tersenyum picik, lalu menegakkan tubuhnya yang tadi
dibungkuk-bungukkan.
shilla mengangkat tangannya tinggi, lalu merentangkannya lebar-lebar. Seakan
baru saja mendapat kebebasan yang begitu di harapkan.”heuh, akhirnya gue
berhasil ju...”
“selamat
pagi nona shilla,..” shilla mengurungkan niatnya untuk melanjutkan kalimatnya, senyum merekah yang tadi menghiasi wajahnya sirna sudah. suara pria dewasa
umur 30an yang mengaku bernama sion yang akhir-akhir ini mewarnai suram paginya
terdengar shilla yang sudah berusaha mati-matian menghindarinya.
shilla membalik badan, menatap sion dan temannya deva dengan tatapan murka.
Kedua kubu saling tatap, shilla dengan tatapan tajam yang begitu sinis, sion
dan deva menatap shilla dengan tatapan ramah biasa dengan senyum berkembang tanpa
beban. “tumben nona shilla pagi, ayo silahkan masuk mobil nona...” ujar sion
terlalu tak menyadari suasana hati shilla.
Blamm..
pintu penumpang mobil terios hitam yang di kemudikan sion di tutup oleh deva
setelah gadis cantik yang sudah 1 minggu ini di antar jemput olehnya dan sion
sudah duduk manis meski dengan ekpresi muka kurang manis.
shilla masih bungkam dengan muka datar saat dirinya sudah berada dalam mobil
terios mewah milik keluarga haling, dia terlalu kesal dengan pagi ini. Sudah
mati-matian ia bangun pagi untuk menghindari jemputan dua pengawal suruhan
pemuda galak bernama rio itu, tapi berujung pahit. Pemuda itu. iya. Semua ini
gara-gara dia. 1 minggu sudah dunia nya menjadi penuh keanehan, masih kurang
puas kah dia.
“nona
shilla kok gak make sepatu yang di beliin tuan mario..” shilla menggeleng
malas, biar yang bertanya bingung dengan jawabannya.
Shilla
mengamati pemandangan jakarta melalui jendela mobil seperti biasa, tanpa sadar
ia melamunkan apa-apa saja keanehan yang di lakukan pemuda kaya sombong itu
pada hidupnya seminggu ini. Keanehan pertama, antar jemput sion dan deva yang
ternyata stand by sejak pagi. Kedua, barang-barang bermerk yang tiap pulang di
berikan oleh sion dan deva yang setiap shilla akan menolak sion dan deva akan
memohon-mohon hebat hingga mengundang perhatian tetangga. Ketiga, Chef handal yang menurut penuturan ibunya
datang tiap pagi untuk membantu membuat kue untuk di jual, dan saat shilla
pulang semua tugas yang biasa ia lakukan-mengedarkan kue-kue- sudah beres dan
shilla tak perlu melakukan apa-apa. Dan masih banyak keanehan yang secara tidak
langsung pelan-pelan mengubah hidup shilla yang dulu, hidup shilla yang
diam-diam shilla rindukan.
“oya,
nona. Mulai besok mungkin kami tidak akan mengantar jemput nona.” Suara sion
terdengar begitu renyah di telinga shilla, shilla yang tadi nya murung seketika
berubah sumringah. Dirinya seperti melayang tinggi, tinggi, tinggiiiiiiiii
sekali..... bebas oh bebas....
“iya, soalnya mulai besok tuan mario sudah tidak sibuk dan bisa mengantar
jemput nona.” Deva menyambung dengan nada bahagia.
“jeduuuuumm!!!” shilla serasa di
banting keras-keras dari ketinggian tertinggi. “Oh, god. Ini lebih buruk.”
“nona shilla baik-baik ya sama tuan mario, kami seneng deh kalo tuan mario
seneng,” shilla menyerengitkan dahi, kurang paham dengan penuturan sion
barusan.
“iya, nona. Kasian tuan mario yang gak pernah dapet ka...”
“dev gak usah di lanjutin..” sion memukul pundak deva mencoba menghentikan ucapan deva, namun malah membuat shilla sedikit penasaran apa yang sebenernya akan di ucapkan deva selanjutnya.
“memang tuan kalian kenapa ya?” shilla membuka suara untuk pertama kalinya, tak
bermaksud ikut campur. Hanya ingin tau saja kisah hidup pemuda kaya itu
bagaimana?
“gak papa kok non..” jawab sion kikuk, lalu tanpa terasa kecepatan mobil
berkurang hingga akhirnya benar-benar berhenti.”udah sampai ini non.” Ujar sion
dengan senyum ramah biasa.
shilla melihat dari balik jendela, memang mobil terios hitam yang ia naikin
sudah berada di depan gerbang sekolahnya. Shilla menghela nafas berat, nafas
nya tiba-tiba jadi terasa sesak. Entahlah, ia hanya berat harus mengetahui
fakta bahwa ini pelayanan antar jemput sion dan deva yang terakhir. Shilla
menatap dalam penuh kepiluan kedua pemuda dewasa itu bergantian,
mengingat-ngingat kisah 1 minggu ini dengan mereka berdua. Kisah itu, meski
menyebalkan namun shilla akui indah. Berat juga melepas kedua pria dewasa yang
begitu mengayominya satu minggu ini.
“om sion, om deva, maafin shilla kalo ada salah ya. Makasih antar jemputnya
selama ini, makasih udah jagain shilla seminggu ini.. shilla makasih banget deh”
tanpa sadar suara shilla mulai bergetar dan tak lama dari itu air matanya
luruh.
Dengan
reflek tangan deva mengelus puncak kepala gadis SMA yang sudah di anggap adik
olehnya. “jangan nangis nona shilla, kita pasti ketemu lagi. Maafin kita juga
kalo selama ini udah ganggu nona shilla ya.” sion yang angkat bicara untuk
menjawab, “udah! Nona shilla masuk sana, nanti telat lho!!”
Shilla
mengangguk beberapa kali, lalu segera keluar dari mobil yang di kemudikan sion.
Mobil itu mulai berjalan perlahan, Shilla
melambaikan tangan untuk mengiringi Mobil terios itu berlalu. Dan kenangan 1
minggu ini biarlah tersimpan rapi menjadi salah satu kenangan indah shilla.
“makasih om sion, makasih om deva,
makasih...... rio!!”
***
Para anggota OSIS yang merupakan panitia acara pensi dalam rangka pengabdian
terakhir OSIS angkatan alvin di SMA UYEers , sudah bisa tersenyum lega kini, faktanya
mereka sudah berhasil mempersiapkan segala keperluan untuk menunjang
keberhasilan si acara yang akan di laksanakan lusa. semoga karya mereka yang
sudah di pikirkan sejak 2 bulan yang lalu ini berbuah manis akhirnya. Itu harap
sederhana mereka.
Rio
mengelap keringat yang sudah membanjiri wajahnya dengan tissue yang tadi sempat
ia terima dari salah satu teman sekolahnya yang mengaku sebagai pengefansnya,
lalu selanjutnya meneguk air mineral yang juga di beri oleh seorang wanita yang
mengaku pengagumnya juga. “dia yang gak
modal, apa para gadis-gadis itu yang terlalu lewat mengerti.”
“hadduuuuhh. Akhirnya selesai juga..”alvin membanting keras tubuhnya yang lalu
segera punggungnya di sandarkan di tubuh rio yang menyandar di dinding ruang
aula. Rio tersenyum tipis menanggapi sahabatnya yang sedari gladi resik acara
di mulai hingga selesai dan hasilnya
berhasil dengan baik masih tersenyum sumringah dengan ekpresi menyenangkan.
“ngajak siapa ya ntar ke pensi?” alvin berucap sendiri sambil pandangan nya
menerawang, membuat rio mau tak mau turut memikirkan juga akan mengajak siapa?
Dan dia, tanpa butuh waktu lama sudah menentukan siapa yang akan di ajaknya di
acara pensi dengan tema cinta indonesia yang di wajibkan berpasangan dalam
menghadiri acara.
“boleh dari sekolah lain kan vin?” rio membuka suara dengan senyum sumringah
kali ini.
“rio..” ify berjalan santai menghampiri kedua pemuda bersahabat itu,
mengurungkan niat alvin yang baru akan membuka suara menanggapi tanya rio,
entahlah alvin hanya berfikir teman sebangkunya itu dalam pensi kali ini tidak
akan mengajak ify yang sudah menjadi pasangan patennya dalam setiap acara yang
membutuhkan pasangan. Yang alvin takutkan jika dugaan nya ini benar, keputusaan
rio ini akan .... mematahkan harapan ify yang terang-terangan terlihat bahagia
jika di pilih rio sebagai pasangan meski tak ada ikatan.
“apaan?” rio bertanya singkat,
“gue nebeng lo, tapi pulangnya sekarang!!. Yuk pulang!!”
alvin tersenyum lucu, gadis pujaan hatinya ini, selalu bisa saja membuat rio
memasang ekspresi menganga dengan mata melebar. “sana io!! Sebelum tanduknya
keluar.!”
rio terkikik, meski hatinya masih tercengang dengan permintaan ify . Dan segera
membuat ify memanyunkan mulut kentara,”doyan banget sih kalian ini bikin naik
emosi gue..”
rio berdiri dari duduknya, mengacak lembut rambut ify yang sore itu di biarkan
tergurai dan sedikit acak-acakan.”maaf ya yuuss!!!” ucap rio di manis-maniskan.
Dan membuat ify meski tidak kentara sedikit bergelagat salah tingkah.
lalu detik selanjutnya, ify terdiam, tampak berpikir keras, ada yang baru saja
telat ia sadari.”yuuuss? maksudnya?”
“ifyyy cuuyyuuuusss!!!”
rio dan alvin langsung terbahak. Ify dengan kesal memukul-mukul pelan tubuh
atletis kedua teman kentalnya secara bergantian karena doyan sekali
mentertawakannya
“udahh io!! Nangis ntaar!! Anter pulang sono!!” alvin terlebih dahulu dapat
mengontrol tawanya, membuat rio tersadar dan segera melangkah dengan tangan
yang sudah saling bertaut dengan ify.
Rio
dan ify sudah melewati pintu masuk utama, dan tak lagi terlihat dari tempat
alvin duduk kini. Dalam hati alvin berharap.”ambillah keputusan terbaik mario..”
***
dengan posisi setengah terbaring di tempat tidurnya, rio masih tak berkutik
sejak 30 menit yang lalu. Tatapannya pun masih sama. Menerawang kosong ke
langit-langit ruangan yang di design seperti suasana langit malam penuh
bintang. Bintang.. rio suka bintang, karena mama suka bintang. Setidaknya itu
alasan kuat rio saat akhirnya langit-langit
kamarnya menjadi seperti ini, alasan yang sebenarnya tak terlalu sulit untuk di
fikirkan di umur dia meminta keinginan itu. waktu itu, ia baru 8 tahun. namun kini,
ia baru sadar kenapa dulu-mungkin hingga sekarang- selalu ingin
melakukan-dan juga menyukai- hal yang orang
tuanya lakukan-dan juga sukai-. Mungkin, Karena ia terlalu sayang. Sayang
sekali dengan sepasang adam dan hawa yang telah membawanya ke dunia, merasakan
manis pahitnya kehidupan.
rio menghela nafas berat. Lalu jika sepasang sejoli itu sudah membawanya ke
dunia, apakah harusnya di lepas begitu saja. Bukannya mereka harus
bertanggungjawab, rio ini milik mereka kan? Kenapa rasa-rasanya rio tak di
perlakukan seperti halnya barang milik, tidak di jaga, tidak di rawat, dan tak
pernah di beri kasih?
“aahh!!!! Sial!! Gak harusnya gue cengeng gini.” rio menarik nafas panjang..
dan ia berharap tak akan ada lagi sesak semacam ini yang mengglayutinya.
Berpendarnya harapan itu dari pikiran rio, pandangannya dengan antusias
tertumbuk pada sekotak coklat yang di
beli dari negara terbaik penghasil coklat, swiss.
rio mengembangkan senyum. Ia tengah berharap gadis manis yang nantinya menerima
coklat berkotak merah jambu itu, mampu memberikan kehidupan yang lebih berwarna
untuknya. Kehidupan yang lebih baik. Kehidupan tanpa sesak misterius yang
begitu menyakitan karena kesepian. Kehidupan yang di akhiri dengan happy ending.
“come on shilla, make my life more
meaningful... ”
dan malam itu, di bawah bintang-bintang rekayasa tangan manusia, harapan itu
terbentuk, dan dalam sunyi malam tidak ada yang tahu angin berhembus
membawanya, semoga hingga ke tuhan dan terkabulkan.
***
Shilla
menatap gelisah gabriel yang baru saja mematikan mesin mobil, lalu dengan
ragu-ragu memandangi rumah bertingkat di hadapannya dari jendela mobil.
Pilar-pilar tinggi yang menyangga konstruksi utama rumah bergaya mediteranian
itu nampak menimbulkan kesan serupa dengan rumah-rumah lain di kompleks elit
ini. Anggun, nampak penuh kedamaian meski terasa sunyi.
Shilla
menghela nafas. Dia kelewat gelisah, Dia memang tidak begitu familiar dengan
lingkungan semacam ini. ia hanya takut ia tidak memberi kesan baik pada si tuan
rumah, selain gabriel. Sebelumnya, baru satu kali dia menginjakkan kaki di
rumah milik orang –ekhem- kaya. Dan satu kali itu, tentu ia tak meninggalkan
kesan yang baik. Lagi pula ia juga tak sudi berbaik hati pada si tuan rumah, baik
hati sama rio. Itu sia-sia.
“ayo shilla, turun!! Kayaknya kamu udah kedinginan banget. Nyampe pucet gitu”
Shilla tersentak, baru sadar gabriel sudah keluar dari mobil dan sudah membukakan
pintu mobil untuknya.
shilla tersenyum ketir, “gue pucet karena
gugup kali.” Pikirnya sakartis, lalu segera turun dari mobil rush silver
milik gabriel.
Shilla
semakin pucat ketika menginjakkan kaki di dinginnya lantai keramik dengan warna
coklat senada dengan warna cat ruang besar yang shilla tafsir itu adalah ruang
tamu. “sepi!!” itu yang shilla rasakan sepanjang mata memandang.
gabriel menepuk pundak shilla pelan. Dan secara tidak langsung sudah merusak
lamunan shilla untuk kedua kalinya. “kamu ganti baju dulu deh..”
“ha?”
“kakak
pinjamin baju adik kakak dulu.” Shilla mengangguk patuh, terlalu kikuk untuk
bawel seperti biasa.
Gabriel
tersenyum, merasakan aura kegelisahan yang shilla pancarkan. “itu kamar kakak, kamu
tunggu di sana aja..” gabriel menunjuk pintu jati coklat tua yang bisa di gapai
hanya dengan berjalan lurus saja dari tempat ia dan shilla berdiri sekarang.
shilla mengangguk -lagi-. Lalu, mulai melangkah pelan bersamaan dengan gabriel yang
juga melangkahkan kaki untuk kelantai 2, meminjam baju pada adik gadisnya.
Shilla
dengan ragu membuka pintu bertuliskan iel’s room J. Lalu, setelah merasa yakin, ia
membuka lebar-lebar pintu itu. dan mata shilla seketika terbelalak. Terlalu tak
percaya dengan ruangan serba hitam milik gabriel. Ini sungguh di luar dugaan,
gabriel yang berpawakan kalem dan tenang ternyata menyukai sesuatu yang berbau
rock. Kamar ini meski rapi, tapi lebih cocok untuk para musisi yang hobby
merusak telinga dengan suara melengking mereka, rock star.
shilla tersenyum kecil, baru saja ia membayangkan sesuatu yang konyol. Ia
membayangkan gabriel yang biasa berpakaian resmi seperti kemeja atau kaos-kaos
polo memakai pakaian ala-ala rock dengan rambut di jigrak-jigrakan. Itu terlalu
sulit untuk di terima akal. Hahaha.
Dengan rasa
ingin tau yang kelewat besar. Shilla melangkah pelan menghampiri satu-persatu
benda-benda unik di ruangan itu. tak ada yang terlewat dari jangkauan matanya.
dan kini yang menarik perhatian shilla adalah figura photo yang berukuran lebih
kecil dari poster-poster band rock papan atas atau photo-photo lain yang ada di
ruangan itu. namun, photo yang hanya berukuran 3R yang terletak di meja kecil
di sisi kiri tempat tidur gabriel begitu mencolok, dan rasanya tak boleh di
lewatkan untuk di lihat.
Figura itu
hanya figura biasa, figura warna hitam dengan sedikit ukiran. Tapi, Photo yang
di sajikan tak bisa di bilang biasa, begitu setidaknya bagi shilla. ada dua
anak manusia di photo itu, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Shilla kenal
si laki-laki, itu gabriel, gabriel yang tengah tersenyum lebar dengan mata
berbinar. Namun, si perempuan dalam photo itu rasanya tak ia kenal atau bahkan
tak pernah ia lihat. Bukan!, perempuan di dalam photo yang tengah tersenyum
manis dengan pipi bersemu ini bukan adik gabriel. Meski shilla belum pernah
bertemu adik gabriel, setidaknya shilla sudah pernah di perlihatkan photonya
oleh gabriel dan tentu ini bukan adik gabriel. Shilla masih ingat betul adik
gabriel tidak memiliki rambut panjang seperti ini. lalu, ini siapa???
“shilla...”
shilla tersentak, lalu dengan gelagat resah meletakkan terburu figura yang
sedari tadi ia pegangi ke tempatnya semula. Gabriel tersenyum penuh arti,”ini!!
ganti dulu baju nya..”
Shilla
berjalan kikuk menghampiri gabriel, lalu mengambil baju terusan ungu soft
dari tangan gabriel.
*
Shilla
tersenyum yang ia usahakan tercipta sebaik mungkin, senyum itu untuk ibu paruh
baya dan gadis putih berambut pendek yang sedang duduk di ruang yang masih di
dominasi warna coklat, mungkin ini ruang keluarga.
“ini shilla ma...” gabriel yang berdiri tepat di samping shilla, merengkuh
pundak shilla dan secara reflek menuntun shilla untuk lebih mendekati ibu dan
adiknya duduk.
shilla mengangguk sekali, hormat “malem tante..”
“sini shilla.. duduk sini...” rina-ibu gabriel- berucap lembut dengan senyum.
shilla menangguk dengan senyuman, lalu menuruti perintah rina yang terlihat
keibuan dan ramah. Lalu, di susul gabriel yang juga ikut duduk, tepat di sisi
kanan shilla.
“tadi
kehujanan ya.” Rina kembali membuka suara.
masih dengan kikuk, shilla menjawab.”iya tante.”
“kok bisa sih iel, tamunya di bikin hujan-hujanan?”
“hehe, maaf
deh ma. Jadi tadi itu mampir makan dulu, terus pas udah selesai makan, malah
hujan. Mana parkir nya jauh lagi, karena takut kemaleman jadi nerobos hujan
aja.” Gabriel menyeringai lucu di akhir ceritanya.
“kamu ini.. tapi kamu gak papa kan shilla.”
“gak papa kok tante, udah biasa kehujanan hehe.” Rina terkikik kecil, shilla
tampak polos sekali mengucapkan kalimatnya barusan. Dan itu terasa lucu bagi
rina, karena anak gadisnya yang cuek mana mungkin bisa berekspresi seperti itu.
“shilla lucu ya via..” rina menepuk pundak putrinya yang masih terdiam sedari
tadi. Bermaksud ingin mengajak komunikasi gadis manisnya itu.
sivia mengangkat bahu acuh. “iya kali..”
“ma, shilla
ini jago bikin kue loo. Mama mau belajar gratis gak. Hehe” gabriel berceletuk,
membuat rina memasang ekspresi kagum menatap shilla. yang di bicarakan hanya
bisa tersenyum malu dengan pipi bersemu.
“memang shilla mau ngajarin tante?.....”
“eh. Mau kok tante.. dengan senang hati malah.”
rina tertawa senang mendengar jawaban shilla “wah. Makasih sekali loh.
Kebetulan nih tante payah bikin kuenya..“
“pasti tante bakal bisa kok, shilla akan bantu tante sebisa shilla..” shilla
tersenyum bangga, setidaknya saat ini ia sedikit berguna dan mudah-mudahan
meninggalkan kesan baik pada si tuan rumah.
“yaudah, kalo kamu gak sibuk. kamu bisa main kesini.. “ shilla mengangguk
mantap dengan mata berbinar. Rina hanya tersenyum saja, sudah tidak kuat untuk
terbahak seperti tadi, terlalu ekstrim untuk jantung nya yang kini sudah mulai
terasa nyeri.
“ma, baik-baik aja?” gabriel yang mengerti kesehatan mamanya, yang pertama kali
menyadari perubahan ekspresi rina. seperti menahan sakit.
“gak papa, mungkin sekarang waktunya mama istirahat. “ gabriel ataupun yang ada
di ruangan itu tak ada yang merespon. Lalu setelah menarik nafas panjang rina
kembali berucap. “Shilla, maaf ini tante gak bisa nemenin kamu lama-lama. Tante
mau istirahat dulu.”
shilla
mengangguk mengerti.”iya tante, gak papa. Tante selamat istirahat ya.”
Setelah
tersenyum sekilas pada shilla, rina meninggalkan ruangan dengan bantuan
gabriel. Kini, di ruang itu tinggal shilla dan via.
“kita belum
kenalan kan, gue via.” Sivia membuka suara dengan tangan sudah terulur ke arah
shilla.
shilla tersenyum, secara tidak sadar merupakan senyum kelegaan.“gue shilla.”
“lo gak perlu tegang gitu deh.”shilla hanya tersenyum. Dan mulai mencoba untuk
tidak tegang seperti yang di ucapkan sivia. “gue kayaknya manggil lo nya shilla
aja deh. Ya meski lo udah kelas 2 SMA dan gue kelas 1 SMA. Tapi umur kita
sama-sama 16 tahun. Gimana? Lo mau gak di panggil nama aja?
“emm, mau-mau aja kok..”
“heran gue ma lo, dulu kecilnya, ngebet sekolah ya. 16 tahun udah kelas 2 SMA.”
shilla terkikik kecil, menurutnya sivia terlihat lucu dengan bicaranya yang
jutek.” Iya nih, gue punya sahabat gitu, mereka lebih tua 1 tahun dari gue, pas
mereka mau masuk sekolah gue nya maksa ibu buat nyekolahin gue juga.”
sivia mengangguk paham “pantes! Emm, Lo udah punya pacar?”
Shilla sedikit
terkejut. selain tanya semacam itu terlalu tiba-tiba, tanya itu juga terlalu
melenceng dari pembicaraan awal mereka. Dan kini shilla bingung harus menjawab
apa, ingatannya secara sendirinya tertuju pada kejadian beberapa hari lalu di
rumah rio. Ah pria itu.
cukup lama tak mendapat jawaban, sivia berucap masih acuh. “kalo gak bisa
jawab, gak usah di jawab!!”
“emm, gue belum punya pacar kok..” shilla tersenyum kikuk, ada yang mengganjal.
Sudah lah shilla, peduli setan dengan rio!!
“lo itu
cewek kedua setelah kak prissy yang di ajak kakak gue ke rumah.”
“kak prissy??” shilla tanpa sadar menggumamkan nama yang baru saja di sebut
sivia.
“lo tadi ganti baju di kamar kakak gue kan?” shilla mengangguk. Sedikit
bingung, karena sedari tadi sivia selalu berucap tidak sesuai dengan ucapannya,
ya meski akhirnya nanti akan berkesinambungan. Tapi itu cukup membingungkan. ”dan
gue yakin lo liat photo kakak gue sama cewek di meja kecil deket tempat tidur kak
gabriel.”
shilla tertawa hambar.”gue berasa lagi ngomong sama peramal deh, dari tadi lo
selalu nebak. Dan itu bener. Dan tebakan lo barusan, gue jadi malu. “
sivia mengangkat bahu.” Cewek yang di photo itu kak prissy, Kak gabriel kenal
kak prissy dari kampus.”
shilla merasakan kegelisahan, harusnya tak perlu begini. “kak prissy
pacarnya...
“bukan” sivia memotong cepat.”meski mereka kelewat akrab, bahkan beberapa kali
kesempatan keliat mesra. Tapi mereka Cuma sahabatan. Tapi, Gue gak yakin salah
satu di antaranya gak ngeharapin lebih dari sahabat. Kak prissy selalu natap
mata kakak gue dengan tatapan yang gue rasa beda. Tapi mungkin kakak gue, gak
peka. Dan... malah yang gue liat tatapan mata kak gabriel beda kalo natap
...lo”
mata shilla melotot lebar dengan mulut menganga, terlalu tidak percaya sivia
bisa berbicara seperti itu padanya. Meski hatinya tengah bersenandung bahagia,
tapi ia tak boleh tergiur. Peramal tak selalu benar kan. “gue jadi bener-bener
yakin kalo lo itu peramal.” Shilla berhenti berbicara untuk terkikik,”tapi
sepertinya tebakan lo kali ini salah. Pikiran Lo terlalu jauh, kak gabriel mana
mungkin menginginkan gadis ingusan kayak gue. Kak prissy, meski gue belum
pernah ketemu, gue rasa dia jauh lebih baik dari anak lahir kemarin sore kayak
gue. Dan, gue rasa segala bentuk perhatian kak gabriel selama ini, hanya
seperti kakak ke adiknya.
“PD banget lo! Kak gabriel udah punya gue sebagai adik, jadi buat apa dia cari
adik lain buat dia perhatiin. Memang kak prissy baik, sangat baik malah. Tapi
harus gimana lagi kalo perjalanan cinta kakak gue berjalannya kayak gini.”
shilla diam, ia sudah merasa kalah telak dengan penuturan sivia barusan. Dan ia
bingung pula, harus sikap bagaimana yang tunjukkan.
sivia tersenyum, lebih ramah kali ini.” dan yang harus lo tau, gue bukan
peramal. Gue bisa bener nebak lo liat foto di kamar kakak gue atau soal tatapan
kakak gue, itu hanya berdasarkan pemikiran logis aja. Jadi lo gak usah
khawatir, gue gak tau apa yang sebenernya lo rasain sekarang, yang lo rasain ke
kakak gue. karena sejujurnya lo terlalu sulit di tebak. Semoga kita bisa
berteman baik.” Sivia berdiri dari duduknya, lalu detik selanjutnya turut
meninggalkan shilla di ruangan yan penuh dengan benda antik itu.
tak lama, dari kepergian sivia. Gabriel muncul dari pintu yang tadi di lewati
juga oleh sivia dengan senyum ramah biasanya.gabriel nampak melirik jam di
alorjinya. 21.15. ”pulang sekarang?”
Shilla
tersenyum tipis, lalu mengangguk mantap menerima tawaran gabriel.