Shilla
menempelkan telapak tangannya di kaca jendela mobil, merasakan hangat yang
terbias dari sinar matahari pagi di luar. Di sebelahnya, Rio mengetuk-ngetukkan
jemarinya dengan tidak sabar di roda kemudi, menanti antrian kendaraan yang
seakan bersaing dengan siput.
“Macet banget sih…” cetus Rio kesal. shilla menoleh, lalu selanjutnya mengangkat bahu acuh.
”kayaknya gue salah pilih jalan deh, dan kemungkinan besar lo bakal telat.” Shilla kembali menoleh, kali ini dengan pandangan tidak percaya, “hello!! Mudah banget lo bilang kalo gue bakal telat. Merasa bersalah dong. Setidaknya, di embel-embeli kata maaf atau sorry gitu.”shilla mengumpat, yang tentunya hanya dalam hati.
15 menit, mobil rio hampir seperti berhenti di tempat. Sedangkan, lampu lalu lintas yang menyebabkan kemacetan belum juga terlihat.
shilla mendecak kentara. Lalu menatap sebal kearah rio. “males banget deh. Masa gue telat Cuma gara-gara lo!!!”
rio diam-diam memperhatikan jam digital mobilnya. 7.16. selama itukah ia terjebak macet menyebalkan ini. “apaan sih, belum juga telat!!!.”
shilla memutar bola sebal. “gak usah pura-pura bego deh, kita separuh jalan aja belum. Anggap aja gue telat!!!.”
rio melirik tajam shilla, gadis ini dari tadi mengacuhkan nya yang mungkin bahkan menganggapnya tidak ada, dan sekalinya menganggap dia ada ngapa mesti judes sih?. “gue gak bego, lo tuh bodoh!!!.”
“kruukk, kruuk...” shilla memegangi perutnya cepat mengurungkan niatnya yang baru saja akan membalas cercaan rio. Ia Tengah berusaha suara yang tiba-tiba muncul dari perutnya tidak begitu keras Hingga nantinya terdengar si pemuda di sampingnya. “bisa di ejek mati-matian dia.”
rio menghela nafas, menyesal. Dia menyesal. Tidak mengejek seperti yang di pikirkan shilla. Menyesal telah membuat perut gadis menyebalkan di sampingnya, berbunyi. Ya, Meski dia belum terima gadis itu masih belum bisa bersikap baik padanya, tapi gadis itu lapar juga karena siapa?. Karena dia kan? Karena dia yang pagi tadi membuat shilla terburu-buru untuk berangkat sampai tidak sempat sarapan. Dan kini, sialnya jalanan harus macet. Padahal rencananya ia akan menunggu bel masuk dengan menraktir shilla makan sepuasnya di kantin sekolah gadis itu.
Rio menoleh. Ditelusurinya wajah manis yang tengah tercenung menatap deretan panjang kendaraan dari balik jendela, Tidak melanjutkan perdebatan kecil yang mereka ciptakan, setelah insiden perut shilla berbunyi.
Percayalah, saat ini rio tengah berfikir keras. Ia butuh ide untuk tidak membuat shilla semakin menderita. Dan... rio dengan tiba-tiba membuka kap mobil di depan shilla, meski membuat shilla terlonjak kaget, rio tak peduli, masih sibuk dengan kegiatannya.
rio membuka kotak pink berukuran sedang yang ia ambil dari kap mobilnya,”makan nih..” setelah menyelesaikan ucapan nya yang kental dengan perintah. kotak itu di banting pelan di dasbor mobil tepat di depan shilla.
shilla melirik sekilas ke kotak merah muda itu. dengan menahan nafas, ia menggeleng keras. Menolak. lalu, berusaha mati-matian mengindahkan panggilan-panggilan coklat bulat menggiurkan yang ada di dalam kotak itu dengan kembali memalingkan wajah ke arah jendela. dia hanya tak ingin terlihat tunduk dengan perintah-perintah rio. Meski jujur saja, iman nya tak terlalu kuat terhadap godaan coklat. “Ayolah shilla, coklat seperti itu juga banyak di pasaran.” Tekadnya bulat.
Rio menyerengit dengan senyum meremehkan, sampai kapan kau akan bertahan dengan makanan yang membuat kau gila ashilla.” Yakin? Gak mau?” ucapnya menggoda.
shilla menoleh pelan. Lalu ketika pandangan keduanya bertemu, shilla menatap tajam.”guee...gue gak doyan.. coklat.!” Ucap shilla suyah payah, terbata.
“ooo,, gitu?” rio mengangguk-ngangguk dramatis “Ck, jadi coklat ini sia-sia donk ya, di beli jauh-jauh dari swiss. Eh, ternyata lo gak suka... gue buang aja kali ya..”
Shilla tersentak. Kepalanya yang menunduk di tegakkan perlahan, di lihatnya rio yang sedang membuka jendela mobil perlahan. Coklat itu dari swiss? Benarkah? Shilla ini penggila coklat, sangat gila. meski ia tidak pernah tau rasa atau bentuk dari coklat swiss sebelumnya. Tapi shilla yakin satu, tidak mungkin tidak lezat coklat yang di beli langsung dari negara penghasil coklat terbaik di dunia. Coret, tentang pernyataan coklat itu banyak di pasaran.pasaran swiss mungkin banyak, tapi jika di indonesia, kalo pun ada ia yakin tak akan mampu membelinya. Ijinkan lah lidahnya merasakan kelezatan coklat itu.
“STOPP!!” shilla berteriak di luar kendali dengan kesadaran yang belum sepenuhnya kembali, ia terlalu reflek berteriak ketika melihat rio akan melepaskan kotak coklat itu dari genggaman tangannya.
rio menyerengit, dalam hati tertawa bangga melihat raut gugup gadisnya yang masih sama, terlihat lucu. “kenapa?”
baru kesadaran shilla pulih secara keseluruhan, ia baru menyadari betapa bodohnya dia. ia harus menjawab apa?. ” emm, kata bunda, kita tuh gak boleh buang-buang makanan. Itu namanya, mubajir. Lagian, kamu gak bersyukur banget, belum tentu semua orang tuh bisa makan coklat, kok kamu ada malah.. hemmpp.....
belum shilla menyelesaikan ucapannya. Ucapannya harus terhenti kerena 1 bulat coklat di sumpalkan paksa oleh rio. “tinggal bilang mau aja susah...” begitu pikir rio sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menyumpalkan coklat itu.
shilla menelan kunyahan terakhir coklat itu dengan hikmat.”enaaakkk!!” ucapnya dengan senyum mengembang, lalu dengan gesit ia masukkan 1 bulat lagi ke mulut mungilnya.
rio yang melihat itu, tak bisa untuk tidak tersenyum. Menurutnya, shilla terlalu bodoh dan terlalu mudah di sogok. “bodoh!!” rio menonyor pelan kepala shilla yang sedang asyik melahap coklat darinya.”gitu aja tadi bilangnya gak doyan.”
shilla melotot, terlalu terkejut dengan penuturan rio barusan. “emm, ya suka-suka gue donk!! Cuma orang bego tau yang gak doyan sama coklat yang sebegini enaknya.”
“ck-, gak pake nyolot deh. Lanjutin aja makannya deh. Daripada banyak omong!!” Rio menjawab kesal dengan pandangan kosentrasi penuh ke jalan yang mulai sedikit lenggang.
“lo gak makan?” shilla menyodorkan kotak coklat itu sedikit canggung.
rio menatap shilla sekilas.”gue gabisa makan coklat.”
“eh, kok kayak cakka sih?”
rio menautkan kedua alisnya. “cakka?” rapalnya bingung.
“iya, cakka. Sahabat gue, dia juga gak bisa makan coklat. Soalnya dia alergi gitu kalo makan coklat. Haha, kasian ya dia, gak bisa nikmati keindahan dunia. Yah, meski gue terkesan melebih-lebihkan sih. Tapi menurut gue. Hidup kalo tanpa coklat itu. kayak hidup tanpa air. Susah.”
“lebai lo! Gue gabisa makan coklat. tapi hidup gue fine-fine aja. Gak susah kayak yang lo bilang. Gue malah ‘kaya’ gak susah,..”
“ih apaan sih? Males banget...” shilla mendengus kesal di akhir kalimat.”em, tapi... memangnya lo kenapa gak bisa makan coklat?”
rio melirik shilla yang tengah menatapnya dengan penasaran.”bukan urusan lo..”
shilla manyun, lalu mengangkat bahu mencoba tak peduli. Lagipula, memang bukan urusannya, jadi tak masalah juga rio mau menjawab atau tidak.
“kok gak marah lagi lo?” rio bertanya dengan senyum meremehkan di akhir kalimatnya.
shilla mendengus kesal. Menurutnya pertanyaan itu terlalu terang-terangan menyindirnya. “males ah. Capek juga marah sama lo, abis gak ngefek. Yang ada malah gue yang kelimpungan sendiri karena lo malah ikut-ikutan marah. Lagian, coklat swissnya, ampuh banget buat memperbaiki mood buruk gue kalo lagi sama lo.”
rio terkikik, gadis ini tidak bisa lebih jujur lagi kah.”tapi, gue udah bikin lo telat lho. Bener gak mau marah??.”
shilla melirik jam, 7.35.”belum telat banget juga, ya semoga aja di kasih toleransi.”
“ciee.. yang jawabnya gak sambil nyolot.”
shilla menoleh cepat ke arah rio dengan mata melotot. Mau ni cowok apa sih, nyolot salah, gak nyolot salah juga yaa? ”tapi,.. ini bukan berarti kita baikan lho! Gue mah memang begini orangnya. bisa berubah kapan aja, tergantung keadaan, suasana, dan lo nya aja gimana? Jadi lo gak usah kegeeran dulu, Ngerti kan lo?” Shilla berucap galak.
rio malah tertawa, lalu secara reflek mengacak pelan rambut shilla yang cukup tersentak mendapat perlakuan seperti itu.
*
Sudah 10 menit, shilla dan rio berdiri di depan gerbang sekolah shilla yang sudah di tutup. Sedang sibuk bernegosiasi dengan satpam penjaga sekolah SMA harapan jaya. apalagi kalau bukan untuk meminta kelonggaran.
mereka mulai putus asa, karena yang mereka rasakan pak saptam yang bertugas pagi ini terlalu patuh dengan peraturan dan tak menerima negosiasi macam apapun.
“tin.. tin..” ketiganya serempak menoleh, melihat mobil sedan hitam yang baru saja datang dan tengah mengantri di belakang picanto silver milik rio.
rio belum beranjak untuk menyingkirkan mobilnya yang menghalangi jalan,. Malah sibuk memicing mata untuk mengetahui pengendara mobil di balik jendela kaca mobil yang memang gelap.
seakan membantu mengurangi kadar penasaran rio, si pengendara yang merupakan bapak-bapak separuh baya keluar dari mobil dan menghampiri rio dengan senyum yang tak biasa.
”mario kan?” rio yang di tunjuk hanya menyerengit bingung kenapa bapak paruh baya itu mengenalinya. “ini om azwar io, yang dulu sering main tennis sama papa kamu.”
“om azwar!” seperti baru menemukan ingatan yang sempat terlupakan, rio memeluk akrab tubuh tegap azwar yang meski sudah di makan usia.
“kok bisa di sini kamu?”
Rio menoleh kearah shilla yang masih memasang ekspresi andalannya. Mulut menganga dengan mata melebar. Shilla hanya Masih tidak percaya, kepala sekolahnya yang terkenal galak dengan wajah bringas bisa terlihat begitu ramah saat bercakap dengan rio. “ngenterin shilla om, tapi saya kesiangan jadi shilla malah jadi telat.”
azwar mengangguk-angguk mengerti, lalu terlibat percakapan dengan satpam yang menjaga, yang juga belum beranjak dari tempatnya tadi.”buka gerbangnya, biarkan mereka masuk.”setelah di jawab anggukan oleh si satpam, azwar mengalihkan pandang ke arah shilla.”lain kali jangan di ulangi ya shilla..”
shilla tersenyum riang. “siap pak!!” ucapnya di ikuti gerakan tangan di letakan di dahi, hormat.
rio turut tersenyum melihat shilla melewati gerbang dengan wajah sumringah.” Makasih ya om.”
“bukan apa-apa. Tapi, kamu harus mampir ke kantor om ya. Banyak yang ingin om ceritakan dengan kamu.” Rio mengangguk sopan.
*
rio memarkir mobilnya di antara beberapa mobil yang sudah terparkir rapi sebelumnya. Lalu menghampiri shilla yang ternyata masih menunggunya di bawah pohon alkasia besar.
setelah sampai, rio langsung membuka suara “kok belum masuk?”
“terimakasih atas bantuannya.” dengan kalem shilla berucap, lalu segera meninggalkan rio yang bahkan belum sempat membuka mulut untuk menjawab.
rio tersenyum, bahagia. memandangi sosok itu berlari menjauh. Mengamati dengan penuh penghayatan, Rambut shilla yang di kuncir kuda ikut berkibar seiring dengan gerakan kakinya yang membawa gadis itu semakin tak terjangkau. Rio baru sadar sangat menyenangkan bisa memperhatikan secara teliti seseorang yang kita sayang. Buktinya, gerakan rambut saja bisa nampak indah dan membuat hati senang.
***
“Ag..” agni menoleh, saat ada yang menepuk pundaknya pelan.
“wuihh, mbak bro. Dari mana aja mbak? Hebat bener, jam segini baru dateng!.” Shilla mengangkat bahu malas. “ada apa sih lemes banget?”
“duduk sana yuk ag.” shilla menunjuk salah satu bangku di pinggir lapangan. Pagi itu jadwal olahraga untuk kelas nya.
Shilla menghempaskan tubuhnya di bangku itu, keras. Di susul agni yang masih menampilkan raut bingung, melihat temannya begitu loyo di jam olahraga. Biasanya kan hiperaktif! .
agni memiringkan kepala menghadap shilla. “lo kenapa?”
shilla menghela nafas. “bete nih..”
“iya. Gue tau . tapi bete nya kenapa?”
“pagi-pagi udah ketemu kunyuk..” agni mengerutkan dahi, tidak mengerti.” Tu orangnya!.”
Agni miengikuti arah pandang shilla. lalu, menepuk pipinya keras. “aw..” Sakit. Berarti dia gak mimpi. Pemuda tampan dengan kemeja levis yang tengah berjalan melewati lapangan basket yang saat ini jadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana, benar nyata dan tengah menghampirinya. Menghampiri mereka mungkin lebih tepatnya.
shilla memasang tampang sinis menyambut kehadiran pemuda yang saat ini tengah tersenyum miring dengan tampang sok cool. Sedang agni, masih bertahan dengan ekspresi ternganga dengan mata terhipnotis.
“gue agni..” agni menjulurkan tangannya tanpa sadar saat pemuda itu sudah berhenti satu langkah dari dirinya. Shilla menolah cepat, melotot kepada agni yang tengah menatap tanpa berkedip pemuda di hadapan mereka, “dasar zombi!” shilla mengedarkan pandangan ke sekeliling. dan ternyata bukan agni saja yang menjadi zombi. Teman-teman lainnya entah sejak kapan sudah mengerubung membentuk lingkaran kecil di sekitar mereka, “gue berasa berada di gerombolan zombi.”
pemuda itu tersenyum. Lalu menyambut uluran tangan agni. “gue...”
“mario stevano aditya haling, putra tunggal zeth haling..” agni memotong cepat dengan senyum terkembang di akhir kalimat.
rio mengangkat satu alisnya. Bingung, kenapa gadis bernama agni ini sangat fasih menyebutkan namanya dan tahu dia itu siapa?
“gue fans berat bokap lo, dan juga.. lo, dari dulu” rio mengangguk paham. Shilla ternganga, tidak percaya. hatinya berteriak hebat. “harus berbohong begitukah untuk merebut perhatian cowok gila ini, baru juga beberapa hari lalu tau mario anaknya zeth haling. Males banget lo ag!!!”
“kalian ngapain di situ? Bubar!! Bayar kalo mau nonton.” Shilla berteriak tiba-tiba, sudah tidak tahan melihat tatapan terpesona teman-temannya melihat rio. Bukannya apa, itu tentu saja akan membuat pria gila itu besar kepala. Dan shilla tidak mau itu terjadi.
Rio tersenyum sekilas, menurut imajinasinya yang dilihatnya tadi seperti shilla yang marah pada teman-teman perempuannya karena menatap kekasihnya secara berlebihan. Mungkin, gadisnya itu cemburu. Rio tersenyum simpul, lalu segera duduk di samping kiri shilla.”kalo cemburu, gak perlu Nyampe ngamuk2 gitu deh..”
agni terkikik kecil. Sedang, shilla semakin melotot. “yee, sorry lah ya. Gue tuh Cuma menyelamatkan mereka, karena kasian mereka kalo mesti buta abis ngeliat lo.”
rio berdecak sebal. “ck. Ngaku aja deh.”
“apaan sih.. lo ngapain juga kesini!! Memang lo gak sekolah?”
“gak, sekolah gue libur. Besok ada pensi gitu, dalam rangka pergantain pengurus OSIS.”
“gue gak nanya!!”
“tapi lo perlu tau, soalnya lo harus ke pensi itu jadi pasangan gue.”
“gue gak mau...”
“tapi sayangnya, lo harus mau..”
shilla melirik rio tajam, tidak suka dengan pria pemaksa macam rio.”ayo ag, kita main basket.” Shilla sudah berdiri dari duduknya.
“lah? Tapi kasian kak rio shill, masa dia sendiri.”
“ck, gak asik lo.”shilla menonyor kepala agni yang tengah asyik menatap rio yang jika shilla tak salah lirik tengah memandanginya kini.”cakka mana?”
“di lapangan futsal belakang..” agni menjawab masih tidak melihat shilla, lalu setelahnya shilla meninggalkan tempat itu dengan lari kecil. Ingin menghampiri cakka saja.
*
shilla mengangkat satu alisnya. tidak menyangka agni sudah kembali ke kelas dan sudah mengganti baju olahraganya dengan baju seragam.
“hai. Shilla...” sapa agni riang menyambut teman sebangku nya yang baru datang dengan menenteng kaos olah raga kuning miliknya.
shilla sedikit memiringkan kepalanya, berusaha mengenali raut tak biasa yang terjadi pada sahabatnya. Ah, yaa.. shilla tau, ia rasa saat ia mulai masuk kelas dan melihat agni, senyum manis terus-terusan terkembang di bibir agni. Shilla melengos.”kayaknya lagi bahagia banget ag?”
agni menoleh ke arah shilla, senyumnya semakin terkembang. “akhirnya sadar juga lo? Gue seneng karena kak rio shill.”
shilla menyerengitkan dahi, sambil menyiapkan buku pelajaran yang akan di mulai 10 menit lagi. “kok?” tanya nya mencoba sebiasa mungkin.
setelah tersenyum lebar, untuk kesekian kalinya. Agni menceritakan percakapannya bersama rio di bangku pinggir lapangan basket. Pagi tadi.
-
setelah, kepergian shilla. agni dan rio hanya diam. Masih sibuk dengan pikiran masing-masing.
rio yang masih tidak mengerti dirinya, tidak mengerti kenapa dengan segala polah tingkah mengesalkan shilla dirinya tidak marah, tidak benci, melainkan dirinya di buat semakin gila. semakin gila dengan segala yang berbau shilla.
sedangkan, agni yang masih tidak percaya kini dirinya duduk dengan pemuda paling di incer seASIA tenggara, pemuda kaya dengan senyum memikatnya. Apa perasaan bahagianya ini sudah terlibat dalam cinta? Tapi...
“lo udah lama kenal shilla, ag?” rio membuka suara, dengan pandangan masih ke depan.
agni mengangguk, meski dia tau rio tidak melihatnya.”udah lama banget, sangking lamanya gue lupa umur berapa gue kenal dia. yang jelas dulu kami masih kecil. Dan malah bisa jadi gue dah temanan sama shilla sejak dalam kandungan kak.”
rio terkikik, lalu menoleh sekilas.”bisa jadi gitu ag.”
“kakak udah lama kenal sama om zeth haling?”
“ha?” rio menoleh dengan mengerutkan dahi.
“eh, kakak anaknya deng. Berarti dari lahir ya..” lalu keduanya tertawa.
“satu sekolah, shilla paling goblok ya ag?”
agni terkikik.”hahaha, shilla memang goblok sih kak, tapi ya gak satu sekolah juga. pak zeth haling, sekarang bener lagi di paris ya kak?”
Rio menghela nafas tidak kentara. Kenapa gadis ini tidak berhenti menanyakan ayahnya. Rio menjawabnya dengan anggukan pelan.
“pulangnya kira-kira kapan ya kak?”
Rio menoleh, dengan mata sendu. Hanya berharap agni mengerti, dirinya tak suka di tanyai seperti itu. karena dia juga tak tau harus menjawab apa, memang dia pernah di beritahu kapan orang tuanya akan kembali. Hei, bahkan mereka berkomunikasi untuk saling menanyakan kabar saja tidak pernah.
Setelah hening sesaat, rio menyahut.”beliau sedang sibuk ag.”
Agni membulatkan mulut dengan mengangguk kecil. Tak akan, bertanya-tanya lagi. Meski tidak tau karena apa, tapi yang ia rasa rio terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan2 nya. Lalu, percakapan selanjutnya, membicarakan shilla. benar-benar bertema : SHILLA. tidak ada yang lain.
-
Agni menghela nafas senang, sudah membagi cerita bahagia nya pada shilla. padahal shilla juga tak mendengar sepenuhnya, konsentrasi nya sedang terbagi dua, mendengarkan agni dan memperhatikan penjelasan guru fisikanya yang sudah masuk beberapa menit lalu.
titik. Shilla menoleh ke arah agni setelah menyelesaikan catatan yang di tuliskan pak teguh di papan tulis.”dari sisi mana nya deh ag, yang bikin lo nyampe sebegitu bahagianya?”
Agni berdecak keras.”ya dari segi mana-mana nya ah. Lagian lo tuh shill. Kak rio sebegitu baiknya kok lo judes banget sih. Kasian tau!!..”
Shilla memutar bola mata, sebal.”orang kayak gitu di kasiani.”
“ya harus, liat tuh dia sabar banget nungguin lo.” Shilla sedikit tersentak. Ia kira pria menyebalkan itu sudah tak ada di sekolahnya lagi. Sudah pulang.
Shilla mengikuti arah pandang agni, lalu melihat rio yang tengah asyik bermain dengan pspnya melalui jendala kaca kelasnya. Tanpa sadar shilla mengangkat salah satu ujung bibirnya.”psp itu bener-bener selalu di bawa kemana-kemana ya?”
“baik banget kan shill. Tadi juga pas gue ngobrol sama dia. Yang dia tanyain tu shill, gak pernah ganti topik. Dia Cuma nanyain tentang lo, lo dan lo. Bahkan walaupun gue udah berusaha ganti topik dia bakal balik lagi nanyain lo. Dia kan lagi ngobrol ma gue tuh, tanyain tentang gue kek sekali-kali. Tapi itu gak sama sekali.”
“ck, udahlah. Mungkin dia juga terpaksa, lagi gak ada yang lain buat di bahas.”
“alah. Lo mah. Kayaknya memang dia cinta mati samma lo deh. Ya, walaupun dia gak secara terang-terangan bilang kalo dia cinta sama lo. tapi Gue tau, gue liat dari cara antusias nya dia tiap kali gue nyeritain lo.”
Shilla menghentikan acara corat-coret bukunya, lalu menatap agni sebal.”lo udah di bayar berapa sih sama dia, buat ngebagus-bagusin dia di depan gue.”
“lo tuh ya, bisa gak sih gak berprasangka buruk terus sama kak rio.” Agni menonyor kepala shilla pelan.”bego deh lo! Cowok baik + keren di anggurin. Gak kerja bener otak lo.”
“yee, kata siapa? Rio itu nyebelin. Titik. Dia Cuma sok manis aja sama lo. Lagian, gue juga dah punya yang real baik, gak kayak dia. baiknya topeng.”
“kak gabriel maksud lo?”
“iyalah, kak gabriel tuh the best of the best deh.”
“tapi, coba di pikir. mana mau kak gabriel sama anak ingusan kayak lo?. Meski gue belum pernah ketemu langsung sama kak gabriel, melainkan Cuma denger dari cerita-cerita lo. Tapi Gue yakin, pasti kak gabriel gak ada apa-apanya deh di banding kak rio. Kak gabriel mah level tiarap kalo di banding kak rio.”
shilla menatap tajam mata agni, benar-benar sudah keterlaluan yang agni ucapkan barusan. Sekarang dia tidak main-main.”lo apaan deh. Gue, yang udah ngerasain kenal tu orang dua. Gue udah tau dua-duanya. Dan gue milih kak gabriel. Mana mau gue sama cowok sombong, angkuh, nyebelin kayak rio. Kalo lo suka, buat lo aja sana. Tapi lo tarik tuh kata-kata lo soal level nya kak gabriel.”
Agni tak menjawab, malah takut-takut menatap pak teguh yang geram karena pusat perhatian siswa-siswanya beralih menatap bangkunya.menatap ia dan shilla. ”kok berhenti shilla? silahkan lanjutkan orasinya. Tapi... di luar!!!” suara keras menggelegar itu berasal dari dapan kelas.
Shilla menoleh takut-takut ke arah depan, melihat siapa yang berucap kepadanya.”KELUAR!!!” shilla segera menunduk, dan segera lari keluar ketika di lihatnya pak teguh lah orang yang meneriakinya.
*
Shilla menghentak-hentakkan kakinya kesal. “dendam banget sih! nih guru sama gue!!”
“makanya jangan suka ngobrol.” Shilla menoleh. Ada rio yang sudah berdiri 1 meter darinya dengan tangan di masukkan saku celana.
shilla melirik takut-takut. “lo tau gue ngobrol apa?”
Hening sesaat. Rio menerawang, lalu menyahut.” Enggak..”
“tapi kok lo tau gue ngobrol.” Shilla memprotes, tidak puas dengan jawaban rio. “Kalo tau, bilang aja tau sih. Biar sekalian lo sadar kalo gue gak suka sama lo!!” batin shilla berteriak
“gue Cuma liat aja, gue liat bibir lo gerak-gerak gitu kayak bebek. Terus, lama-lama anak kelas pada ngeliatin. Guru lo, ngomong sesuatu. Lo noleh. Terus lo nunduk, terus lo lari keluar.”
Shilla menghela nafas. Tidak bermaksud ingin menjawab.”ayo ke kantin..” ajak rio penuh perintah.
Shilla ternganga.”tapi gue lagi di hukum!!”
“gurunya Cuma bilang ‘keluar’ kan? Gak bilang keluarnya hanya boleh di depan kelas?”
Shilla mengangguk dalam diam. Rio menggegam kuat tangan shilla, shilla membrontak, namun semakin ia membrontak, semakin kuat pula pegangan rio. Rio menghela nafas berat, tengah meneguhkan diri. Gadis yang tengah ia genggam tangannya hanya miliknya, dan harus menjadi miliknya. Bukan milik siapa-siapa, bahkan juga bukan milik pemuda bernama gabriel yang tadi di perdebatkan agni dan shilla. pemuda yang mungkin, shilla suka.
***
Alvin tersenyum menyambut rio yang baru datang, dengan cengiran. Rio membalasnya dengan senyuman biasa.”tumben, masih sore udah di sini?” rio bertanya, lalu menghampiri alvin yang duduk di bed covernya.
“boring nih, liburan di rumah aja. Kalo Lo darimana jam segini baru pulang?.”
“cari angin...”
Alvin mengangkat satu alisnya. “sendiri?”
“rio menoleh, dengan senyuman.”sama shilla.” alvin tersentak. Jangan-jangan...”gue udah jadian sama shilla dari seminggu yang lalu.”
Alvin menghela nafas tidak kentara.”dan lo baru cerita sekarang...”
Rio tertawa hambar.”lo kira seminggu ini kita gimana? Bahkan yang gue rasa. Buat tidur aja gak sempet. Dan gue gak akan kurang kerjaan, nyela-nyela waktu buat cerita beginian sama lo.”
Alvin mengangguk-ngangguk, terima dengan alasan rio. Tapi..”terus lo ke pensi, sama..”
“shilla lah. apa guna nya pacar? Kalo lo butuh pasangan pergi ke pensi terus malah pergi sama yang lain. hehe ”
Kepala rio di toyor alvin keras.”songong lo! Mentang-mentang punya pacar. Tapi ify sama siapa io? Dia kan biasanya pasangan paten lo?”
“ck-, si ify mah tinggal tunjuk dia mau sama siapa bisa kali vin...”
Alvin menerawang sendu, tengah membantin.”tapi, gimana kalo dia maunya Cuma sama lo yo?”. Alvin segera menyadarkan lamunannya.”sama gue aja deh ify, lumayan bareng cewek cantik.”
“nah, gitu juga bisa. Tapi gak tau deh ify nya mau apa gak.”
“sial lo!!” alvin memukulkan keras-keras bantal berukuran besar tepat di kepala rio. Rio mendumel, lalu melakukan serangan balasan. Dan sore itu, kedua sahabat itu menghabiskan waktu bersama. Dengan canda. dengan tawa. Dengan segala kelelahan yang ada.
***
From: Riko IPA3
Fy, ke pensi sama gue, mau gak? J
ify mendesah, meskipun helaan nafas yang terasa berat itu tidak sedikitpun mengangkat beban yang menyesakkan dan menghimpit dadanya. Sms semacam itu sudah untuk kesekian banyaknya masuk ke ponselnya. Tapi tak ada satu pun yang di terima. Dia sedang menunggu, menunggu ajakan seseorang . Menunggu ajakan, yang pasti akan di terimanya.
Ify gelisah, tidak biasanya pemuda yang sedang di tungguinya telat mengajak nya seperti ini, telat atau... memang takkan mengajaknya lagi. ify memainkan jari di keypad ponselnya, dan menemukan nomor yang dia cari. ify menempelkan ponsel itu di telinganya, menanti, hingga akhirnya nada sambung itu berganti dengan sebuah sapaan.
“halo..”
“Vin..”
“iya, ada apa fy? Kok lo belum tidur?. Dah jam 11 nih..”
“lo lagi di mana?”
“ha?” suara di sebrang telepon sedikit terkejut, mungkin karena tanya ify yang terlalu melenceng.”di rumah. Barusan aja baru pulang dari tempat rio.”
“gue mau nanya vin?”
“Tanya apa fy?”
“emm, kira-kira.. e.. si rio.. ke pensi ngajak..emm.. gue gak ya?” tanya ify terbata. Alvin terdengar menghela nafas. “emm. Ya gue nanya sama lo Cuma mau mastiin aja. Gue gak enak aja sama dianya, kalo ntar gue terima ajakan orang lain. Biasanya kan dia ngajak gue. Ntar kalo gue sama orang lain. Gak da pasangan lagi dia. Jadi gitu. Hehe.” Ify memejamkan mata, tengah bersiap mendengar jawaban alvin.
Hening sesaat. Lalu setelah terdengar helaan nafas, alvin berucap.”rio belum ngasih tau lo?”
“apa?” tanpa sadar ify meremas kuat bed kamarnya. Dia belum siap jika semua pikiran buruknya terjadi.
“rio ke pensi sama... shilla..”
Ify memejamkan mata, lalu menarik nafas dalam. Menghilangkan sesak nafasnya sejenak.”oh, gitu. Kalo jelas gini kan enak vin. Hehe, jadi gue udah bisa milih mau sama siapa gue pergi.” Ify tersenyum miris di ujung kalimat. memang siapa yang akan di pilih? teman-teman laki-laki yang tadi sudah di tolak ajakannya.”yaudah ya vin, gue tutup teleponnya. Sorry ganggu lo malem-malem.”
“fy..” ify mengurungkan niat nya menekan tombol merah untuk mengakhiri sambungan. “kalo lo gak usah milih, terus pergi ke pensi bareng gue aja gimana?”
Ify tersenyum ketir. Perasaannya saja atau memang iya, alvin ini terlalu mengertinya.” Emm, gimana ya? Memang lo lagi gak da cewek vin?”
“enggak kok, gue baru putus sama angel. Terus belum sempet cari yang baru. Jadi fy, lo sama gue aja deh? Kan ok banget fy bisa pasangan sama gue?”
Ify terkikik. Lalu mengangguk, tidak sadar bahwa toh alvin tak bisa melihatnya.”ok deh vin.”
“nah gitu kan, cantik. Yaudah tidur sana!! Biar besok bisa bangun pagi. Terus perawatan ke salon. Kan mau jadi pasangan cowok kece..” Alvin tertawa renyah. Mau tak mau ify turut dalam tawa alvin.
“PD. yaudah. bye vin, see you.”
“see you too. Night”
“klik....” sambungan terputus. Ify menghela nafas lagi. Sudah lah fy, memang seharusnya begini.
to be continued....
PART 12 : http://egaditya.blogspot.com/2013/01/cerbung-kamu-untuk-aku-part-12.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar