Cinta itu akan selalu ada.
Hanya saja cinta tidak selalu
di tunjukkan dengan cara yang sama.
Hanya caranya yang beda, bukan
cintanya.....
Sore itu, salju turun di belahan bumi bagian barat, Canada.
Manda dengan bersyal coklat tua duduk di dekat jendela berkaca di apartment mewah miliknya. Mencoba sebisa mungkin menciptakan waktu
santai untuk dirinya, Setelah seharian menemani suaminya kesana kemari mengurus
proyek-proyek –yang entah kapan- akan ada ujungnya.
Manda memandang layar handphonenya lama. Memencet beberapa
tombol untuk menemukan kontak seseorang. Sedikit ragu, ia tekan tombol hijau
handphone tersebut, lalu menempelkan di telinga kanannya setelah nada menunggu
mulai terdengar.
“hallo..” ucap manda segera, setelah suara tunggu tak
lagi terdengar.
“hallo tan, ada
yang bisa lyssa bantu..”
“ah.. tidak tidak.. kamu apa kabar ssa?..”
“ kabar lyssa baik tan, tante
apa kabar?”
“tante juga baik, emm.. kalo Mario bagaimana? Dia gak
kambuh-kambuh lagi kan?”
Terdengar helaan nafas yang tertahan, sebelum suara
lembut di balik telepon itu kembali bersuara. “Mario baik tan, dia juga gak kambuh lagi dari terakhir dia kambuh 1
minggu yang lalu.”
Manda menghela nafas, lega. “syukurlah...”
“emm.. tan...”
“yaa..”
“emm.. maaf tan
kalo lyssa lancang... tapi emm Kenapa tante gak nanya sendiri ke mario nya?”
Manda tercekat, tanya itu tepat menyinggung perasaannya.
Iya. Memang itu yang harusnya ia lakukan, bertanya sendiri. Ia pun ingin.
Sungguh. “emm.. gak pa pa ssa...“ Manda diam sebentar, berniat memberi alasan
yang kiranya tepat agar si anak gadis di seberang telepon tak lagi menanyainya
sekritis itu. “emm.. tante Cuma takut kalo Mario tidak jujur soal keadaanya.”
“tan.. Mario itu...
gak pernah berani bohong sama tante. emm.. malah dia pasti bakal seneng kalo
tante sendiri yang nanya kabarnya dia..”
Telak. Air mata manda luruh. ia tak bisa lagi mencari
alasan untuk membohongi sahabat anaknya itu. ”Tante gak siap ssa...” manda diam
sebentar, menarik nafas panjang untuk mencoba membenarkan suaranya yang makin
bergetar.”tante gak siap setiap dia nanya mama kapan pulang, karena memang
tante gak punya jawaban, Tante gak siap denger suara kecewanya dia... tante gak
siap makin merasa bersalah sama dia. tante takut dia benci tante... “ manda
tidak bisa meneruskan, ia tarik nafasnya panjang. Dadanya sangat sesak hingga
rasanya ia sulit bernafas, sulit berkata-kata lagi.
“Tan, tante mesti
tau, Mario butuh tante manda, tan... Mario sayang banget sama tante, Mario kangen
sama tante.... Dan ... rasa kecewa mario yang tante ungkapin tadi, gak pernah
sakali pun di tunjukkin rio setiap dia cerita sama lyssa kalo dia abis di
telepon sama tante, rio berusaha tegar tan, Tante harus tegar juga, tante harus
siap. Tante ngerti kan maksud lyssa?”
Manda hanya bisa diam, mencerna kalimat panjang dari
gadis di seberang telepon. Ia tidak menyangka, anak laki-lakinya bisa tumbuh
sekuat itu, sebaik itu.
Diam lama, hingga akhirnya suara di seberang telepon
kembali terdengar. “emm, tante maaf kalo
lyssa udah bicara gak sopan. Tapi lyssa harap tante paham maksud lyssa.”
Manda menarik nafas panjang sebelum kembali membuka
suara.” enggak lyssa, tante malah ingin berterimakasih sama kamu, kamu jauh
lebih muda di banding tante, tapi kamu jauh lebih bisa mengerti perasaan
sesorang di banding tante... sepertinya tante harus banyak belajar dari kamu..”
manda sudah bisa terkikik pelan di akhir kalimatnya, perasaannya sudah jauh
lebih tenang, pengungkapan nya tadi ternyata sangat ampuh mengurangi beban
batin yang sudah bertahun-tahun ini dia pendam.
Si gadis di seberang telepon ikut terkikik pelan,”lyssa makasih juga ya tan, udah percaya sama
lyssa, tante udah mau ngungkapin semuanya sama lyssa. Lysaa harap setelah ini,
hubungan tante sama mario menjadi lebih baik.”
“tante juga berharap seperti itu..”
“oya tan, besok senin kelas 3 ada
Try Out, mungkin tante bisa sms mario buat ngasih semangat ke dia. pasti sangat
berarti banget buat mario tan..”
“oya? Tante malah hampir lupa, kalo kalian ternyata sudah
pada kelas 3.” Manda menghela nafas, dia ingin peduli padahal kenyataannya
mengatakan dia sangat tidak peduli. “tante keterlaluan sekali yaa..” lanjutnya
dengan suara lebih pelan.
“tan, penyesalan
memang selalu dateng terakhir. tapi, tuhan juga selalu ngasih kesempatan kedua
buat memperbaikinya...”
“iya.. lyssa. Terima kasih sekali lagi.... kalo begitu
tante pasti bakal nyemangatin mario, kamu juga yang semangat ya lyssa, supaya
kamu dan mario di lancarkan ujiannya...”
“hehe.. aminnn.. makasih
tan..”
“yaudah, kamu sekarang ayo belajar.. gak boleh
males-males.”
“siap tante. Iya
ini juga mau belajar kok.”
“dan oya.. kalo bisa tante minta tolong sama kamu, kalo
ada apa-apa lagi sama rio kamu ceritain ke tante ya, kayak pas rio kambuh terus
kabur dari rumah seminggu yang lalu itu, soal itu dia gak bilang ke tante.”
“mungkin rio gak
mau bikin tante khawatir, makanya dia gak cerita. Tapi lyssa siap kok untuk
selalu cerita ke tante apapun yang terjadi sama rio.”
“makasih sekali lagi ya lyssa. yaudah kalo begitu tante
matiin ya, bye lyssa.”
“bye tante...”
Klik. Manda mengakhiri Sambungan telepon antar negara itu
dengan senyuman. perasaannya jauh-jauh lebih ringan saat ini. iya, memang dia
sangat merasa menyesal dengan kesalahan yang telah lakukan pada putranya, tapi
seperti kata sahabat dari putranya, selain penyesalan tuhan juga memberikan
kesempatan kedua. Dan manda mengikat janji pada dirinya sendiri, takkan sekali
pun menyia-nyiakan kesempatan kedua ini, takkan salah jalan untuk kedua
kalinya, karna dia juga tak ingin menyesal untuk kedua kali nya.
“nda...” manda terjingkat pelan. Panggilan dari suaminya
itu terlalu tiba-tiba. “kok belum siap-siap kamu? Sebentar lagi kita akan
menghadiri acara Mr. Jhon, kamu gak lupa kan?..” tambah zeth-suami manda-
Manda mendekati zeth, memeluk pinggang zeth lembut.”iya
pa, ini juga baru mau siap-siap.”
***
Tak berbeda jauh dengan manda, ify juga tak
henti-hentinya tersenyum setelah percakapan via telepon itu di akhiri. Besar harapan
ify jika nantinya hubungan rio dan keluarganya akan membaik. Kalo keluarganya
sendiri... entahlah... memikirkannya saja ify sudah ingin muntah.
Drrt..drrtt..
dreett..
Ify
tersentak. Ia ambil handphone yang belum lama tadi ia letakkan di
meja kecil dekat kamar tidurnya. Dengan
gerak cepat ify membuka 1 pesan masuk di handphonenya itu.
From : Alvin
Fy, kasih gue makan -______-
Ify
mengerutkan dahi. Lalu
dengan gerak lincah, kedua ibu
jarinya mengetik beberapa kata balasan yang kiranya pas untuk membalas sms
sahabatnya.
To : Alvin
Lo kira gue nyokap lo -.-
Ify tertawa sendiri setelah membalas sms dari sahabatnya
itu.
From : Alvin
Ayolah fy, ortu ke luar kota
mendadak nih.
Di rumah gak ada mkanan sama
sekali,
Dan gue udh lemes bgt, gak sarapan
dari pagi.
Udh gabisa kemana-mana.
Ify
menghela nafas, ia tau posisi Alvin. Alvin anak tunggal, anak tunggal yang
hidup di lingkungan keluarga harmonis. Mungkin karena factor harmonis
itu mama Alvin memutuskan untuk tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga. Huuh, itu terdengar
menyenangkan, dan cukup untuk membuat iri.
To : Alvin
Yaelah, melas amat idup lo vin.
Yaudah, OTW.
Ify
mengambil tas slempangan warna hijau tosca kesayanganya, lalu memasukkan HP dan beberapa
barang yang kiranya di perlukan.
Lalu segera meninggalkan kamarnya setelah memastikan tidak ada barang yang
tertinggal.
Tepat
di undakan tangga terbawah, terlihat bi inah tengah sibuk mengerjakan pekerjaan
rumah tangga. Kebetulan.
“bi,
ntar kalo mama sama papa pulang terus nanyain ify kemana bilang aja ify ke
rumah Alvin, ya tapi itu kalo mereka nanyain sih, palingan sih juga gak.”
Setelah
memamerkan senyum hambarnya entah pada siapa dan memastikan bi inah mengangguk beberapa kali. Ify benar-benar melejit
ke rumah Alvin. Yang
hanya berjarak beberapa komplek dari rumahnya.
**
Gabriel
menata buku-buku yang tadi ia gunakan untuk mengajar anak didik nya. Setelah
merasa semua sudah masuk dengan rapi ke dalam tas hitamnya, ia melangkah gontai
menuju terios silver yang selalu terparkir rapi di bawah pohon alkasia tidak
jauh dari lokasi mengajar.
“kak
Gabriel…” gabriel menutup kembali pintu mobil yang sudah ia buka , mencari-cari
suara siapa yang baru saja meneriakkan namanya.
Setelah
melihat gadis manis dengan ikat kuda yang tengah berlari kencang-kencang ke
arahnya, ia menyangkal pikirannya bahwa yang memanggilnya tadi sesosok makhluk
halus yang tengah mencari perhatiannya.
“shilla ada apa kesini sore-sore?” tanya
gabriel.
“kak..hh..
tolong hh,.. shilla..” Gabriel menautkan alis tidak mengerti, belum sempat
membuka mulut. Shilla membuka suara seperti tak mengizinkan pria di hadapannya
menanggapi ucapannya. “ ikut aku kak, SEKARANG!!”
\
***
Tendang
jauh. Oper. Lari. Oper lagi. shot. Tertangkap. Lemparan jauh. Di terima dengan
baik. Oper. Tendang. Shot. Gagal. Heuuuh… KLIK!!
Sudah
82 menit pertandingan berjalan, tapi hasilnya tetap sama, tak menarik. hanya
begitu saja.
“Niat
maen gak sih. Sini gue gantiin kalo gak niat!!” Alvin mengatur nafasnya yang
terasa ngos-ngosan, dia hanya seorang penonton yang tengah meluapkan rasa
kecewanya pada sang team bola idola yang tak bermain sesuai keinginannya.
Boring
nih. haus
lagi. Hampir setengah hari alvin berada di rumah sendiri membuat pria itu
terbiasa untuk bermonolog.
Alvin
berdiri dari posisinya yang tiduran di sofa empuk di ruang keluarga rumahnya.
Rasanya berat meninggalkan sofa empuk yang hampir 3 jam tadi ia tiduri, bukan…
ini bukan berat karena akan meninggalkan sofa nyaman nan mahal yang baru saja
di beli, tapi ini berat yang Alvin rasakan, membuat Alvin hingga terfikir “apa
tiduran hampir
3 jam mempercepat penambahan berat badan.” Rasanya badannya begitu berat.
Alvin
berhasil berdiri……Putaran, dia di kelilingi putaran.Putaran yang terus berputar. Berputar, dan Terus
berputar. Membentuk
lingkaran-lingakaran hitam memusingkan.Putaran semakin cepat. Cepat, cepat
sekali, lingkaran hitam semakin jelas, semakin menyempit, sempit ……… BRUUKK!
Alvin
memegang lemah kepalanya yang seperti di timpa ribuan ton batu, berat, sakit,
seperti akan meledak. Matanya di pejamkan, karena ia rasa pusingnya sedikit
berkurang dengan memejamkan mata.
Alvin
mencoba bangkit untuk kembali tiduran di sofa empuk nan lembut yang ia tempati
tadi. Tapi gagal, ia terlalu lemah. Ia bahkan tak menyangka akan selemah ini,
memang saat di sekolah tadi ia sudah merasa sedikit sakit kepala, tapi ia
benar-benar tidak menyangka akan menjadi seberat ini.
“Alvin,
lo ngapain tiduran di lantai…”
Alvin
mengenali suara cempreng yang terdengar khawatir itu. Belum sempat Alvin
mengerjapkan mata berusaha untuk membuka matanya. Ia merasa tubuhnya sudah di tarik sedikit di
paksa untuk bangkit, lalu beberapa saat kemudian ia merasa empuknya sofa yang
beberapa menit lalu menjadi teman setianya.
Setelah
mengerjap beberapa kali, Alvin akhirnya berhasil
membuka sedikit kedua matanya, pandangannya segera penuh dengan gadis manis
yang terlihat grusak-grusuk meraba dahinya dengan raut gelisah.
“ternyata
lo selain kelaparan juga sakit vin…”
Alvin
tersenyum lemah. Tadi
keadaannya belum separah ini. Mungkin
pergerakan tiba-tiba saat ingin berdiri tadi membuatnya menjadi begitu drop.
“lo
udah laper banget ya vin… atau gue kompres dulu kali ya… atau enaknya gue
ngapain dulu vin??”
Alvin
tertawa kali ini, tapi begitu lemah, bahkan lebih terdengar seperti merintih.
Meski Alvin tidak bisa membuka kedua mata sepenuhnya, ia bisa tau bagaimana
gelisahnya orang yang ia kenal 10 tahun terakhir ini, ia tahu bagaimana
pedulinya gadis manis itu. Ia tau segalanya tentang gadis itu… Ify. “nyantai
fy, terserah kamu deh, mau nolongin aku apa dulu?”
Ify
mengangguk-ngangguk tanpa sadar, tidak menyadari ada yang berbeda dari tutur
bahasa yang baru saja alvin gunakan.
**
Keduanya
sama-sama membanting tubuhnya letih ke kursi bambu di teras rumah milik salah satu
dari keduanya, sama-sama menselonjorkan kaki, lalu sama-sama menghela nafas
keras-keras. Gabriel
dan shilla.
“jadi,
nenek maya kena gejala tipes kak, bisa sembuh kan?”
Gabriel
mengangguk dengan senyum.”tentu, kakak sendiri yang akan melakukan perawatan
khusus buat nenek maya.”
“makasih
banyak ya kak…”
Gabriel
menoleh, setelah tersenyum dengan usaha terbaik ia mengacak rambut shilla penuh
kelembutan.
“kakak
udah jadi pahlawan buat nenek maya, buat aku, dan buat orang-orang yang sayang
sama nenek maya..”
“terimakasih
sama tuhan shilla,” shilla menoleh gabriel yang nampak tenang “….karena masih
ngijinin kakak nyampe sini dengan selamat
dan bisa bantu nenek maya, gak jungker balik karena di bawa lari kamu
yang super kenceng. Haha…”
tawa
keduanya meledak, bersaing dengan jangkrik yang mulai bersahutan karena hari
sudah malam.
“tapi
maaf juga ya kak, pasti ini bener-bener ngerepotin kakak, harusnya kakak udah
istirahat di rumah sekarang. Tapi malah harus dapat kerjaan ekstra yang cuma di
bayar terimakasih.”
Gabriel
tersenyum lembut, kembali mengelus penuh sayang puncak kepala shilla. “ini
sudah menjadi tugas kakak, shilla. kamu tau, ucapan terimakasih itu kini terasa
lebih berharga, lebih terasa indah karena kakak melakukan hal yang lebih
penting dan berguna daripada kakak nonton berita korupsi yang gak ada habisnya.”
Shilla
tersenyum, di ikuti semu merah yang hadir begitu saja menghiasi pipinya. Hatinya berbunga,
merasa sangat benar mengambil jalan untuk mengagumi bahkan menaruh hati pada
pria di hadapannya. Pria
dengan hati mulia dan segudang kelakuan baik lainnya.
“jalan
yang kamu ambil ini sudah sangat tepat, kamu tangkas dan berfikir cermat. Kamu kapan-kapan
bantuin kakak di klinik aja gimana? ” Gabriel berujar sungguh-sungguh.
“aku
mau kak..” jawab shilla
nampak
bersemangat, dalam hati kalimat itu berlanjut “..aku mau melakukan apapun kak,
asal itu selalu dekat dengan kak Gabriel, aku mau, mau banget….”
Gabriel
diam sebentar dari tawanya, memandang shilla yang terlihat serius dengan ucapannya, lalu tertawa lagi
setelah mengacak rambut gadis itu dengan gemas.
**
“vin,
udah mendingan?..”
“eh. Udah selesai
ngancurin dapur gue?”
Ify
melotot. Lalu membanting cukup kasar nampan berisi semangkuk bubur, semangkuk sup, dan segelas besar
air putih. “gue masak vin… gak nyusun strategi perang!!!!”
Alvin
sudah bisa tertawa keras kali ini, kompres yang di pasangkan ify tepat di
dahinya sepertinya cukup berhasil mengurangi pusing di kepalanya.
“oh…
udah bisa ketawa..” Alvin melotot gemas kearah ify, gantian ify yang kini
terkikik geli.”makan nih, dengan segenap jiwa dan raga nih bikinnya.”
Alvin
susah payah akan bangkit dari tidurnya, tidak… dia bukan rio yang biasa bermanja-manjaan dengan sahabat
wanitanya. Dan belum tentu wanita di hadapannya ini cukup welcome apabila dia
bermanja-manja ria. Sudah
cukup gadis ini berbaik hati merawatnya
yang sedang tidak bisa berbuat apa-apa. Dia takkan merepotkan
lebih jauh lagi. Begini
saja dia sudah bahagia, jauh bahagia dari yang gadis itu mungkin bayangkan.
“eh,
lo mau ngapain?” tanya ify
dengan raut khawatir bercampur bingung melihat Alvin dengan wajah pucat mencoba
bangkit dari tidurnya.
“lho?
Bukannya lo tadi nyuruh gue makan kan?”
“elah
vin..” getokan sendok berhasil mendarat mulus di kepala Alvin yang sudah
setengah duduk.”meski gue sadis begini gue gak jahat jahat juga kali, biarin lo
makan sendiri dengan muka lo yang sepucet itu. Sini gue suapin …”
Alvin
menghempaskan tubuhnya kembali, lega, dan kalo boleh… bahagia. lalu menerima suapan
pertama dari ify setelah gadis itu memberi intruksi untuk membuka mulut dengan
mengucap “aaaaa”
“buburnya
enak gak vin?”
Alvin
menautkan alis, “memang kenapa?”
“gue
belum di ajarin bikin bubur di tempat les masak gue, jadi ini tadi cuma nasi
gue masak dengan ekstra air.”
Alvin
menghela nafas panjang. Di kepalanya penuh ide jahil untuk mengerjai gadis
manis dengan segala tingkah baiknya.“Gue kira mulut gue lagi hambar, ternyata
memang ini bubur rasa hambar..”
Ify
menonyor kepala Alvin dengan cepat, membuat Alvin menggerutu hebat karena
mengaku kepalanya masih pusing.
“tapi
sop nya oke kok fy,…”
ify
menghentikan aktifitasnya menyendok bubur dari mangkuk, lalu menatap Alvin
dengan mata berbinar..” ah masa sih? Tapi kata ri….” Ify tercekat, kenapa harus
bandingin sama omongannya rio. Harusnya kamu gak peduliin itu fy.
“emm,
apa fy?”
ify
mengerjap beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan alvin.“eng.. enggak kok..
emm, tapi lo gak lagi ngerjain gue kan vin soal sop gue yang enak..”
Alvin
diam, mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk kanannya,”ya seenggaknya
pujian itu buat balas kebaikan lo fy, makasih buat kompres dan makan
gratisnya..”
Alvin
tersenyum lucu, dengan memamerkan deretan rapi giginya yang putih, mau tak mau
membuat ify turut dengan senyum itu. Dalam hati terjawab, “Kata
rio, sop gue keasinan karena gue ngebet kawin. Haha dasar gak nyambung, tapi
gue kangen lo rio."
“fy.. gue gak di suapin lagi nih? Bengong gitu...”
Ify tersentak.”eh iya... sorry kebawa suasana.”
“ha? suasana apaan?”
“suasana.... belajar.. iya suasana belajar.. tadi kan
sebelum kesini gue lagi belajar.. nah pas gue diem tadi gue lagi belajar.”
“are you kidding me?” ify Cuma nyengir. Alvin
menggelengkan kepalanya pelan.”buat try out besok senin?”
Ify mengangguk semangat.”iya dong... pasti kalo lo belum
belajar deh.”
“ya belum lah. Please deh ini kan masih hari jum’at.”
“issh pemalas dasar...... Eh tapi tunggu deh vin.....
ntar kalo lo nyampe senin belum sembuh gimana? kalo gak, periksa ke rumah sakit
aja deh lo.”
“ya mungkin udah sembuh. Tapi ya liat ntar deh, kalo
masih belum enakan, ntar gue minta anterin rio ke rumah sakit.”
“ya semoga cepet sembuh deh ya vin..”
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar