Rabu, 10 Juli 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 14A)

Cinta itu akan selalu ada.
Hanya saja cinta tidak selalu di tunjukkan dengan cara yang sama.
Hanya caranya yang beda, bukan cintanya.....

Sore itu, salju turun di belahan bumi bagian barat, Canada. Manda dengan bersyal coklat tua duduk di  dekat jendela berkaca di apartment mewah miliknya. Mencoba sebisa mungkin menciptakan waktu santai untuk dirinya, Setelah seharian menemani suaminya kesana kemari mengurus proyek-proyek –yang entah kapan- akan ada ujungnya.

Manda memandang layar handphonenya lama. Memencet beberapa tombol untuk menemukan kontak seseorang. Sedikit ragu, ia tekan tombol hijau handphone tersebut, lalu menempelkan di telinga kanannya setelah nada menunggu mulai terdengar.

“hallo..” ucap manda segera, setelah suara tunggu tak lagi terdengar.

hallo tan, ada yang bisa lyssa bantu..”

“ah.. tidak tidak.. kamu apa kabar ssa?..”

“ kabar lyssa baik tan, tante apa kabar?”

“tante juga baik, emm.. kalo Mario bagaimana? Dia gak kambuh-kambuh lagi kan?”

Terdengar helaan nafas yang tertahan, sebelum suara lembut di balik telepon itu kembali bersuara. “Mario baik tan, dia juga gak kambuh lagi dari terakhir dia kambuh 1 minggu yang lalu.”

Manda menghela nafas, lega. “syukurlah...”

emm.. tan...”

“yaa..”

emm.. maaf tan kalo lyssa lancang... tapi emm Kenapa tante gak nanya sendiri ke mario nya?”

Manda tercekat, tanya itu tepat menyinggung perasaannya. Iya. Memang itu yang harusnya ia lakukan, bertanya sendiri. Ia pun ingin. Sungguh. “emm.. gak pa pa ssa...“ Manda diam sebentar, berniat memberi alasan yang kiranya tepat agar si anak gadis di seberang telepon tak lagi menanyainya sekritis itu. “emm.. tante Cuma takut kalo Mario tidak jujur soal keadaanya.”

tan.. Mario itu... gak pernah berani bohong sama tante. emm.. malah dia pasti bakal seneng kalo tante sendiri yang nanya kabarnya dia..”

Telak. Air mata manda luruh. ia tak bisa lagi mencari alasan untuk membohongi sahabat anaknya itu. ”Tante gak siap ssa...” manda diam sebentar, menarik nafas panjang untuk mencoba membenarkan suaranya yang makin bergetar.”tante gak siap setiap dia nanya mama kapan pulang, karena memang tante gak punya jawaban, Tante gak siap denger suara kecewanya dia... tante gak siap makin merasa bersalah sama dia. tante takut dia benci tante... “ manda tidak bisa meneruskan, ia tarik nafasnya panjang. Dadanya sangat sesak hingga rasanya ia sulit bernafas, sulit berkata-kata lagi.

Tan, tante mesti tau, Mario butuh tante manda, tan... Mario sayang banget sama tante, Mario kangen sama tante.... Dan ... rasa kecewa mario yang tante ungkapin tadi, gak pernah sakali pun di tunjukkin rio setiap dia cerita sama lyssa kalo dia abis di telepon sama tante, rio berusaha tegar tan, Tante harus tegar juga, tante harus siap. Tante ngerti kan maksud lyssa?”

Manda hanya bisa diam, mencerna kalimat panjang dari gadis di seberang telepon. Ia tidak menyangka, anak laki-lakinya bisa tumbuh sekuat itu, sebaik itu.

Diam lama, hingga akhirnya suara di seberang telepon kembali terdengar. “emm, tante maaf kalo lyssa udah bicara gak sopan. Tapi lyssa harap tante paham maksud lyssa.”

Manda menarik nafas panjang sebelum kembali membuka suara.” enggak lyssa, tante malah ingin berterimakasih sama kamu, kamu jauh lebih muda di banding tante, tapi kamu jauh lebih bisa mengerti perasaan sesorang di banding tante... sepertinya tante harus banyak belajar dari kamu..” manda sudah bisa terkikik pelan di akhir kalimatnya, perasaannya sudah jauh lebih tenang, pengungkapan nya tadi ternyata sangat ampuh mengurangi beban batin yang sudah bertahun-tahun ini dia pendam.

Si gadis di seberang telepon ikut terkikik pelan,”lyssa makasih juga ya tan, udah percaya sama lyssa, tante udah mau ngungkapin semuanya sama lyssa. Lysaa harap setelah ini, hubungan tante sama mario menjadi lebih baik.

“tante juga berharap seperti itu..”

“oya tan, besok senin kelas 3 ada Try Out, mungkin tante bisa sms mario buat ngasih semangat ke dia. pasti sangat berarti banget buat mario tan..”

“oya? Tante malah hampir lupa, kalo kalian ternyata sudah pada kelas 3.” Manda menghela nafas, dia ingin peduli padahal kenyataannya mengatakan dia sangat tidak peduli. “tante keterlaluan sekali yaa..” lanjutnya dengan suara lebih pelan.

tan, penyesalan memang selalu dateng terakhir. tapi, tuhan juga selalu ngasih kesempatan kedua buat memperbaikinya...”

“iya.. lyssa. Terima kasih sekali lagi.... kalo begitu tante pasti bakal nyemangatin mario, kamu juga yang semangat ya lyssa, supaya kamu dan mario di lancarkan ujiannya...”

hehe.. aminnn.. makasih tan..”

“yaudah, kamu sekarang ayo belajar.. gak boleh males-males.”

siap tante. Iya ini juga mau belajar kok.”

“dan oya.. kalo bisa tante minta tolong sama kamu, kalo ada apa-apa lagi sama rio kamu ceritain ke tante ya, kayak pas rio kambuh terus kabur dari rumah seminggu yang lalu itu, soal itu dia gak bilang ke tante.”

mungkin rio gak mau bikin tante khawatir, makanya dia gak cerita. Tapi lyssa siap kok untuk selalu cerita ke tante apapun yang terjadi sama rio.”

“makasih sekali lagi ya lyssa. yaudah kalo begitu tante matiin ya, bye lyssa.”

bye tante...”

Klik. Manda mengakhiri Sambungan telepon antar negara itu dengan senyuman. perasaannya jauh-jauh lebih ringan saat ini. iya, memang dia sangat merasa menyesal dengan kesalahan yang telah lakukan pada putranya, tapi seperti kata sahabat dari putranya, selain penyesalan tuhan juga memberikan kesempatan kedua. Dan manda mengikat janji pada dirinya sendiri, takkan sekali pun menyia-nyiakan kesempatan kedua ini, takkan salah jalan untuk kedua kalinya, karna dia juga tak ingin menyesal untuk kedua kali nya.

“nda...” manda terjingkat pelan. Panggilan dari suaminya itu terlalu tiba-tiba. “kok belum siap-siap kamu? Sebentar lagi kita akan menghadiri acara Mr. Jhon, kamu gak lupa kan?..” tambah zeth-suami manda-

Manda mendekati zeth, memeluk pinggang zeth lembut.”iya pa, ini juga baru mau siap-siap.”


***


Tak berbeda jauh dengan manda, ify juga tak henti-hentinya tersenyum setelah percakapan via telepon itu di akhiri. Besar harapan ify jika nantinya hubungan rio dan keluarganya akan membaik. Kalo keluarganya sendiri... entahlah... memikirkannya saja ify sudah ingin muntah.


Drrt..drrtt.. dreett..

Ify tersentak. Ia ambil handphone yang belum lama tadi ia letakkan di meja kecil dekat kamar tidurnya. Dengan gerak cepat ify membuka 1 pesan masuk di handphonenya itu.

From    : Alvin
Fy, kasih gue makan -______-

Ify mengerutkan dahi. Lalu dengan gerak lincah, kedua ibu jarinya mengetik beberapa kata balasan yang kiranya pas untuk membalas sms sahabatnya.

To        : Alvin 
Lo kira gue nyokap lo -.-

Ify tertawa sendiri setelah membalas sms dari sahabatnya itu.


From    : Alvin
Ayolah fy, ortu ke luar kota mendadak nih.
Di rumah gak ada mkanan sama sekali,
Dan gue udh lemes bgt, gak sarapan dari pagi.
Udh gabisa kemana-mana.


Ify menghela nafas, ia tau posisi Alvin. Alvin anak tunggal, anak tunggal yang hidup di lingkungan keluarga harmonis. Mungkin karena factor harmonis itu mama Alvin memutuskan untuk tidak menggunakan jasa pembantu rumah tangga. Huuh, itu terdengar menyenangkan, dan cukup untuk membuat iri.

To        : Alvin
Yaelah, melas amat idup lo vin.
Yaudah, OTW.


Ify mengambil tas slempangan warna hijau tosca kesayanganya, lalu memasukkan HP dan beberapa barang yang kiranya di perlukan. Lalu segera meninggalkan kamarnya setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal.

Tepat di undakan tangga terbawah, terlihat bi inah tengah sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kebetulan.

“bi, ntar kalo mama sama papa pulang terus nanyain ify kemana bilang aja ify ke rumah Alvin, ya tapi itu kalo mereka nanyain sih, palingan sih juga gak.”
Setelah memamerkan senyum hambarnya entah pada siapa dan memastikan bi inah mengangguk beberapa kali. Ify benar-benar melejit ke rumah Alvin. Yang hanya berjarak beberapa komplek dari rumahnya.


**


Gabriel menata buku-buku yang tadi ia gunakan untuk mengajar anak didik nya. Setelah merasa semua sudah masuk dengan rapi ke dalam tas hitamnya, ia melangkah gontai menuju terios silver yang selalu terparkir rapi di bawah pohon alkasia tidak jauh dari lokasi mengajar.

“kak Gabriel…” gabriel menutup kembali pintu mobil yang sudah ia buka , mencari-cari suara siapa yang baru saja meneriakkan namanya.

Setelah melihat gadis manis dengan ikat kuda yang tengah berlari kencang-kencang ke arahnya, ia menyangkal pikirannya bahwa yang memanggilnya tadi sesosok makhluk halus yang tengah mencari perhatiannya. “shilla ada apa kesini sore-sore?” tanya gabriel.

“kak..hh.. tolong hh,.. shilla..” Gabriel menautkan alis tidak mengerti, belum sempat membuka mulut. Shilla membuka suara seperti tak mengizinkan pria di hadapannya menanggapi ucapannya. “ ikut aku kak, SEKARANG!!”
 \

***


Tendang jauh. Oper. Lari. Oper lagi. shot. Tertangkap. Lemparan jauh. Di terima dengan baik. Oper. Tendang. Shot. Gagal. Heuuuh… KLIK!!

Sudah 82 menit pertandingan berjalan, tapi hasilnya tetap sama, tak menarik. hanya begitu saja.

“Niat maen gak sih. Sini gue gantiin kalo gak niat!!” Alvin mengatur nafasnya yang terasa ngos-ngosan, dia hanya seorang penonton yang tengah meluapkan rasa kecewanya pada sang team bola idola yang tak bermain sesuai keinginannya.

Boring nih. haus lagi. Hampir setengah hari alvin berada di rumah sendiri membuat pria itu terbiasa untuk bermonolog. 

Alvin berdiri dari posisinya yang tiduran di sofa empuk di ruang keluarga rumahnya. Rasanya berat meninggalkan sofa empuk yang hampir 3 jam tadi ia tiduri, bukan… ini bukan berat karena akan meninggalkan sofa nyaman nan mahal yang baru saja di beli, tapi ini berat yang Alvin rasakan, membuat Alvin hingga terfikir “apa tiduran hampir 3 jam mempercepat penambahan berat badan.” Rasanya badannya begitu berat.

Alvin berhasil berdiri……Putaran, dia di kelilingi putaran.Putaran yang terus berputar. Berputar, dan Terus berputar. Membentuk lingkaran-lingakaran hitam memusingkan.Putaran semakin cepat. Cepat, cepat sekali, lingkaran hitam semakin jelas, semakin menyempit, sempit ……… BRUUKK!

Alvin memegang lemah kepalanya yang seperti di timpa ribuan ton batu, berat, sakit, seperti akan meledak. Matanya di pejamkan, karena ia rasa pusingnya sedikit berkurang dengan memejamkan mata.

Alvin mencoba bangkit untuk kembali tiduran di sofa empuk nan lembut yang ia tempati tadi. Tapi gagal, ia terlalu lemah. Ia bahkan tak menyangka akan selemah ini, memang saat di sekolah tadi ia sudah merasa sedikit sakit kepala, tapi ia benar-benar tidak menyangka akan menjadi seberat ini.

“Alvin, lo ngapain tiduran di lantai…”

Alvin mengenali suara cempreng yang terdengar khawatir itu. Belum sempat Alvin mengerjapkan mata berusaha untuk membuka matanya. Ia merasa tubuhnya sudah di tarik sedikit di paksa untuk bangkit, lalu beberapa saat kemudian ia merasa empuknya sofa yang beberapa menit lalu menjadi teman setianya.

Setelah mengerjap beberapa kali, Alvin akhirnya berhasil membuka sedikit kedua matanya, pandangannya segera penuh dengan gadis manis yang terlihat grusak-grusuk meraba dahinya dengan raut gelisah.

“ternyata lo selain kelaparan juga sakit vin…”

Alvin tersenyum lemah. Tadi keadaannya belum separah ini. Mungkin pergerakan tiba-tiba saat ingin berdiri tadi membuatnya menjadi begitu drop.

“lo udah laper banget ya vin… atau gue kompres dulu kali ya… atau enaknya gue ngapain dulu vin??”

Alvin tertawa kali ini, tapi begitu lemah, bahkan lebih terdengar seperti merintih. Meski Alvin tidak bisa membuka kedua mata sepenuhnya, ia bisa tau bagaimana gelisahnya orang yang ia kenal 10 tahun terakhir ini, ia tahu bagaimana pedulinya gadis manis itu. Ia tau segalanya tentang gadis itu… Ify. “nyantai fy, terserah kamu deh, mau nolongin aku apa dulu?”


Ify mengangguk-ngangguk tanpa sadar, tidak menyadari ada yang berbeda dari tutur bahasa yang baru saja alvin gunakan.

**


Keduanya sama-sama membanting tubuhnya letih ke kursi bambu di teras rumah milik salah satu dari keduanya, sama-sama menselonjorkan kaki, lalu sama-sama menghela nafas keras-keras. Gabriel dan shilla.

“jadi, nenek maya kena gejala tipes kak, bisa sembuh kan?

Gabriel mengangguk dengan senyum.”tentu, kakak sendiri yang akan melakukan perawatan khusus buat nenek maya.”

“makasih banyak ya kak…”

Gabriel menoleh, setelah tersenyum dengan usaha terbaik ia mengacak rambut shilla penuh kelembutan.

“kakak udah jadi pahlawan buat nenek maya, buat aku, dan buat orang-orang yang sayang sama nenek maya..”

“terimakasih sama tuhan shilla,” shilla menoleh gabriel yang nampak tenang “….karena masih ngijinin kakak nyampe sini dengan selamat  dan bisa bantu nenek maya, gak jungker balik karena di bawa lari kamu yang super kenceng. Haha…”

tawa keduanya meledak, bersaing dengan jangkrik yang mulai bersahutan karena hari sudah malam.

“tapi maaf juga ya kak, pasti ini bener-bener ngerepotin kakak, harusnya kakak udah istirahat di rumah sekarang. Tapi malah harus dapat kerjaan ekstra yang cuma di bayar terimakasih.”

Gabriel tersenyum lembut, kembali mengelus penuh sayang puncak kepala shilla. “ini sudah menjadi tugas kakak, shilla. kamu tau, ucapan terimakasih itu kini terasa lebih berharga, lebih terasa indah karena kakak melakukan hal yang lebih penting dan berguna daripada kakak nonton berita korupsi yang gak ada habisnya.

Shilla tersenyum, di ikuti semu merah yang hadir begitu saja menghiasi pipinya. Hatinya berbunga, merasa sangat benar mengambil jalan untuk mengagumi bahkan menaruh hati pada pria di hadapannya. Pria dengan hati mulia dan segudang kelakuan baik lainnya.

“jalan yang kamu ambil ini sudah sangat tepat, kamu tangkas dan berfikir cermat. Kamu kapan-kapan bantuin kakak di klinik aja gimana? ” Gabriel berujar sungguh-sungguh.

“aku mau kak..” jawab shilla nampak bersemangat, dalam hati kalimat itu berlanjut “..aku mau melakukan apapun kak, asal itu selalu dekat dengan kak Gabriel, aku mau, mau banget….”

Gabriel diam sebentar dari tawanya, memandang shilla yang terlihat serius dengan ucapannya, lalu tertawa lagi setelah mengacak rambut gadis itu dengan gemas.


**


“vin, udah mendingan?..”

“eh. Udah selesai ngancurin dapur gue?

Ify melotot. Lalu membanting cukup kasar nampan berisi semangkuk bubur, semangkuk sup, dan segelas besar air putih. “gue masak vin… gak nyusun strategi perang!!!!”

Alvin sudah bisa tertawa keras kali ini, kompres yang di pasangkan ify tepat di dahinya sepertinya cukup berhasil mengurangi pusing di kepalanya.

“oh… udah bisa ketawa..” Alvin melotot gemas kearah ify, gantian ify yang kini terkikik geli.”makan nih, dengan segenap jiwa dan raga nih bikinnya.”

Alvin susah payah akan bangkit dari tidurnya, tidak… dia bukan rio yang biasa bermanja-manjaan dengan sahabat wanitanya. Dan belum tentu wanita di hadapannya ini cukup welcome apabila dia bermanja-manja ria. Sudah cukup gadis ini berbaik hati merawatnya yang sedang tidak bisa berbuat apa-apa. Dia takkan merepotkan lebih jauh lagi. Begini saja dia sudah bahagia, jauh bahagia dari yang gadis itu mungkin bayangkan.

“eh, lo mau ngapain?” tanya ify dengan raut khawatir bercampur bingung melihat Alvin dengan wajah pucat mencoba bangkit dari tidurnya.

“lho? Bukannya lo tadi nyuruh gue makan kan?”

“elah vin..” getokan sendok berhasil mendarat mulus di kepala Alvin yang sudah setengah duduk.”meski gue sadis begini gue gak jahat jahat juga kali, biarin lo makan sendiri dengan muka lo yang sepucet itu. Sini gue suapin …”

Alvin menghempaskan tubuhnya kembali, lega, dan kalo boleh… bahagia. lalu menerima suapan pertama dari ify setelah gadis itu memberi intruksi untuk membuka mulut dengan mengucap “aaaaa”

“buburnya enak gak vin?”

Alvin menautkan alis, “memang kenapa?”

“gue belum di ajarin bikin bubur di tempat les masak gue, jadi ini tadi cuma nasi gue masak dengan ekstra air.”


Alvin menghela nafas panjang. Di kepalanya penuh ide jahil untuk mengerjai gadis manis dengan segala tingkah baiknya.“Gue kira mulut gue lagi hambar, ternyata memang ini bubur rasa hambar..”

Ify menonyor kepala Alvin dengan cepat, membuat Alvin menggerutu hebat karena mengaku kepalanya masih pusing.

“tapi sop nya oke kok fy,…”

ify menghentikan aktifitasnya menyendok bubur dari mangkuk, lalu menatap Alvin dengan mata berbinar..” ah masa sih? Tapi kata ri….” Ify tercekat, kenapa harus bandingin sama omongannya rio. Harusnya kamu gak peduliin itu fy.


“emm, apa fy?”

ify mengerjap beberapa kali sebelum menjawab pertanyaan alvin.“eng.. enggak kok.. emm, tapi lo gak lagi ngerjain gue kan vin soal sop gue yang enak..”

Alvin diam, mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuk kanannya,”ya seenggaknya pujian itu buat balas kebaikan lo fy, makasih buat kompres dan makan gratisnya..”

Alvin tersenyum lucu, dengan memamerkan deretan rapi giginya yang putih, mau tak mau membuat ify turut dengan senyum itu. Dalam hati terjawab, Kata rio, sop gue keasinan karena gue ngebet kawin. Haha dasar gak nyambung, tapi gue kangen lo rio."

“fy.. gue gak di suapin lagi nih? Bengong gitu...”

Ify tersentak.”eh iya... sorry kebawa suasana.”

“ha? suasana apaan?”

“suasana.... belajar.. iya suasana belajar.. tadi kan sebelum kesini gue lagi belajar.. nah pas gue diem tadi gue lagi belajar.”

“are you kidding me?” ify Cuma nyengir. Alvin menggelengkan kepalanya pelan.”buat try out besok senin?”

Ify mengangguk semangat.”iya dong... pasti kalo lo belum belajar deh.”

“ya belum lah. Please deh ini kan masih hari jum’at.”

“issh pemalas dasar...... Eh tapi tunggu deh vin..... ntar kalo lo nyampe senin belum sembuh gimana? kalo gak, periksa ke rumah sakit aja deh lo.”

“ya mungkin udah sembuh. Tapi ya liat ntar deh, kalo masih belum enakan, ntar gue minta anterin rio ke rumah sakit.”

“ya semoga cepet sembuh deh ya vin..”




***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar