Shilla mengangkat wajah dari buku fisika di hadapannya saat bunyi ketukan pintu mengusiknya.
“shilla?”
“Ya bun? Masuk aja…”
Detik selanjutnya, pintu sudah terbuka lebar, dan wajah bundanya muncul. Tak hanya berdiri di pintu, bundanya melangkah masuk, dan duduk di tepi tempat tidur.
Shilla sibuk kembali menekuni rentetan tulisan di buku fisikanya. Ina mengangkat alis. “kamu lagi apa?”
shilla nyengir. “ini bun, nyicil PR. Takut acaranya –ekhem- kak rio nyampe malem.” Shilla sedikit menghela nafas, berhasil mengucap kata ‘kak’ di depan nama rio dengan cukup fasih. Itu ia lakukan karena sedang berbicara dengan bundanya, bunda sempat memarahinya saat ia menceritakan rio, dengan tidak ada kata kata ‘kak’ nya.
ina tersenyum ganjil. “persiapan banget ya, buat lama-lama sama kak rio”
Shilla melotot tidak kentara. Apa? Persiapan? Buat lama-lama sama tu cowok autis? Itu benar-benar fitnah paling kejam yang pernah ada.”gak juga sih bun, Cuma jaga-jaga kok. Soalnya besok fisika jam pertama.”
“udah selesai kan?”
Shilla mengerutkan dahi, mendongak ibu nya yang masih saja tersenyum sedari tadi masuk tadi.”tinggal sedikit lagi sih bun.”
“lanjut nanti lagi ya, kak rio nya dah nunggu tuh.” Ina tersenyum. Lalu berucap sebelum menghilang di balik pintu. ”buruan ya..”
Shilla memutar bola matanya. “apa-apaan bunda. Biasanya juga ngamuk-ngamuk kalo gue mengenyampingkan tugas sekolah. Kenapa sekarang malah seolah-olah gue harus ninggalin tuh PR, buat ketemu si kunyuk. Pake pelet apa tu cowok, mempan banget sama bunda. ”
Sedikit tergesa, shilla membereskan buku fisikanya, tak ingin membuat pemuda kaya itu menunggu. Karena, shilla yakin akan berdampak tidak baik.
shilla bergerak cepat menuju pintu, tapi di depan meja rias, langkahnya terhenti. Dengan sedikit cemas, dipandanginya bayangan yang terpantul dari cermin besar disana. Shilla mengerucutkan bibirnya, lalu merubah arah langkahnya, dan duduk di depan meja rias itu.
Di rapikannya, rambut yang sudah di hias susah payah oleh suruhan rio, yang datang sore tadi khusus untuk mendandaninya habis-habisan untuk acara malam ini.
Shilla mengerucutkan bibir kembali, nampak prustasi. Karena ia yang bermaksud membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan bukan nya menjadi rapi malah semakin berantakan. "Biarin ah!!". Ujarnya kesal. Lagian, salah siapa tu tukang make up datengnya kecepetan! Baru juga berangkat jam 7, jam 4 udah dateng, jam 6 udah selesai. Jadi, kalo Sekarang dia udah berantakan bukan salah dia sepenuhnya kan?.
*
Rio mematikan mesin mobilnya, lalu menelungkupkan wajahnya di atas setir. Sedari tadi dia tidak bisa memfokuskan diri pada jalanan di depannya. Bahkan dia sendiri heran dia bisa sampai di sini dengan selamat, karena sepanjang jalan, ia merasa gugup. Entahlah, dia hanya masih terlalu ganjil membawa wanita lain, untuk mendampinginya menghadiri suatu acara.
“kok kita gak turun-turun sih?” shilla bertanya kesal, tidak bisa bertahan lebih lama lagi hanya berdiam di mobil saja. dan plus bersama orang sombong ini.
Rio menatap shilla dalam diam, lama. Lalu membuka suara.”shill lo denger kata-kata gue,” shilla bungkam. “di dalem sana banyak temen-temen gue, dan mereka kaya-kaya, dan lo ngerti lah orang kaya itu gimana. Jadii...”
Shilla masih bungkam, semakin serius mendengar ucap rio yang terhenti, dan mungkin akan di lanjutkan dengan “jadi... lo percaya gue. Gue bakal jagain lo di dalem sana! Gue janji, gak akan ada yang berani nyentuh lo apalagi menyakiti perasaan lo shill. Lo bakal jadi ratu, buat gue. Bakal berkuasa di dalam sana. Percayalah.” Shilla tersenyum samar. Benarkah?
Rio mendengus.”jadi, lo jangan bikin malu gue di dalem. Jangan jatuhin pamor gue, orang kaya suka ngeSOK kalo udah ngerasa oke. Dan gue gak akan ngijinin mereka ngerasa lebih oke dari gue, dan lo ancaman shilla!!! ngerti sama apa yang gue omongin?”
Shilla ternganga. Merutuki dirinya yang terlalu tinggi berangan dan kini terlalu cepat di hempaskan. Oh gosh, kenapa ada manusia macam rio? Cobaan hidup ini namanya.
Rio mengangkat satu alisnya, tidak mendapati jawaban dari shilla.”ngerti gak sih lo?”
Shilla tetap bungkam, dengan tatapan tajam yang ia arahkan pada rio.”sangking shocknya gue nyampe mual..” shilla keluar mobil dengan cepat. Lalu menutup keras-keras mobil itu.
Rio mengerutkan dahi.”cewek gila memang.”
*
Patton melihat-lihat hasil jepretannya sembari menunggu pasangan selanjutnya datang, yaitu pasangan-pasangan yang akan melewati lorong ini sebelum memasuki pintu masuk aula, memang sudah kewajiban dia sebagai photografer majalah UYEers untuk mengabadikan setiap dua sejoli yang datang pada pormnight tahunan ini.
Senyum patton seketika terkembang, seseorang yang secara tidak langsung menjadi alasan utama majalah yang di kerjakan olehnya laku keras telah datang, tentu photo pemuda itu akan di nanti-nanti oleh gadis-gadis SMAnya. “ini dia... Rio dan...if...."
“shilla buruan..” rio berujar sedikit keras, berbarengan dengan itu patton menghentikan ucapannya yang sepertinya meleset. lalu detik selanjutnya gadis cantik dengan baju batik yang sudah di modifikasi sedemikian indahnya muncul dari kegelapan.
“shilla..” ujar patton tidak sadar, dia terlalu tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Apa benar Si pangeran berkuasa di sekolahnya membawa gadis lain, selain ify.
Shilla merasa terpanggil, lalu secara reflek menoleh dan tersenyum. Patton membalas kikuk.
Rio turut senyum, ia cukup paham dengan ekspresi bingung patton.”hi patt, mau ngambil photo kita?” patton menjawab dengan anggukan sembari tersenyum. dia merasa lega, rio tak seangkuh biasanya ketika akan di abadikan gambarnya seperti ini.
“tapi, kenalin dulu deh patt..” rio menarik shilla untuk lebih mendekatinya, lalu merengkuh pundak gadis -yang setengah mati mempertahankan senyum di perlakukan seperti itu- kuat-kuat.”ini shilla, pacar gue. Jadi muka lo gak usah penuh tanda tanya gitu.”
Patton mengangguk mengerti dengan terkikik, lalu mengulurkan tangan ke arah shilla.”gue patton..”
Shilla tersenyum lebih manis, lalu menerima uluran tangan patton,”shilla..”
Patton melepas jabatannya.”lo cantik dan senyum lo manis banget, jadi wajar sih rio milih lo. Dan lo beruntung bisa di pilih dia.”
Shilla menanggapi hanya dengan senyuman, dalam hati “beruntung? Amit amit, amit amit.”
Rio tersenyum bangga, akhirnya ada juga yang mewakili dirinya mengutarakan pada gadis di sampingnya bahwa suatu keberuntungan bisa di pilih oleh seorang mario stevano.
“ok, kalian berdiri di situ deh. Photo dulu..”
*
Tidak beda jauh dengan patton, siswa-siswi SMA UYEers yang sudah terlebih dahulu berada di ruang aula menatap penuh tanda tanya dua sejoli yang baru saja memasuki pintu utama.
Rio berjalan santai, dengan tangan kanan di masukkan ke saku celana dan tangan kirinya menggenggam tangan shilla erat. Berbeda dengan rio yang sudah terbiasa menjadi pusat perhatian, shilla merasa kikuk sendiri. Ingin menyapa satu-satu rasanya tidak mungkin karena jumlahnya tidak bisa di bilang sedikit. Akhirnya dia hanya bisa senyum-senyum kikuk.
Rio dan shilla sudah duduk di salah satu tempat duduk yang di sediakan. Tapi pandangan yang memiliki arti bermacam-macam itu tak kunjung lepas menatap mereka. dan itu Membuat shilla tidak tahan,”eh, temen-temen lo zombi ya, kok ngeliatin gue nya, kayak mau makan gue. Ngeri nih gue.”
Rio terkikik, lalu menonyor kepala shilla pelan.”PD banget si lo, kalo pun mereka zombi. Males kali mereka makan lo. Yang ada mereka kabur duluan denger ocehan lo!”
Shilla mendumel.”apaan sih, tapi gue serius nih.”
“yaudah lah, setelah ini lo juga mesti biasa di liatin kayak gini.”
Shilla memiringkan kepala.“maksudnya?”
Rio memutar bola mata, kesal. ”Ck, tau ah. gausah di pikirin mereka mah. Mending lo nikmatin acaranya. Gue ma temen-temen lho yang nyusun.”
Shilla mengerucutkan bibir, meski akhirnya mengikuti saran rio untuk menikmati acara. Ia mengedarkan pandang ke seluruh ruangan.”itu panggungnya?..”
Rio mengikuti arah pandangan shilla, lalu mengangguk. Shilla tersenyum senang, ini benar-benar pensi termewah yang pernah ia datangi. “gede banget ya, lampu-lampunya keren lagi. Kayak konser di tv-tv..”
Rio mengerutkan dahi.”apaan sih lo!! Norak tau gak.”
Shilla melengos, tidak peduli dengan cacian rio kepadanya. Lalu berkomentar, masih dengan pandangan mengedar ke seluruh ruangan. “aula sekolah lo, juga gede banget, mana keren-keren lagi cowok-cowoknya!!.”
Rio kali ini melirik shilla tajam, lalu dengan spontan menutup mata gadis yang tengah mengedarkan pandang dengan kedua tangannya dari belakang. Shilla membrontak, sampai tangan rio yang menutupi matanya, terlepas.
Shilla menoleh, menatap rio dengan bibir yang sudah di manyunkan. Lalu dengan cepat rio membuka suara, kental dengan kekesalan.”lo tuh ya, anak kecil!!! mana ngerti soal cowok keren.. kalo lo ngerti gak mungkin lo bisa ngomong gitu, karena Cuma gue satu-satunya cowok keren di sini!!”
Shilla geleng-geleng dengan berdecak, dasar tukang ngambek. Shilla semakin tertarik untuk membuat sebal pemuda di hadapannya. ”ck, cowok cungkring kayak lo mah. Keren dari mananya?”
“gue ideal kali, gak cungkring..”
Shilla tidak membalas ocehan rio, malah sibuk membalas senyuman cowok-cowok yang tak sengaja melewati meja mereka. Rio yang melihatnya semakin di buat membara.”apaan sih lo senyum-senyum gitu!! Males tau ga liatnya!!”
Shilla melengos.”ya gak usah di liatin kalo males, lagian kan gue cewek ramah. Wajar donk kalo gue bales senyum mereka.”
“tapi gue gak suka! Senyum lo Cuma buat gue!!”
“issh, apaan deh. siapa lo juga?”
“shilla!! pokoknya gue gak mau tau, sekali lagi lo senyum ke mereka. Gue gak mau nganter lo pulang..”
tuhkan ngancem gini akhirnya. oke shilla cukup bersenang-senangnya. “yah jangan donk, ntar gue jadi bingung nih, mesti nerima ajakan pulang bareng dari siapa?”
Shilla tertawa puas. Berhasil membuat pemuda di hadapannya –mungkin- dongkol. Rio menghela nafas, gadis ini, SIAL!!
“kita gabung ya...” rio yang tadinya menatap shilla yang tengah terbahak dengan tatapan kesal, Segera menoleh ke sumber suara.
“eh, kalian. Telat banget..” rio membuka suara. Shilla sudah menghentikan tawa, merasakan atsmofer asing yang tercipta tiba-tiba.
“iya nih, si ify lama dandannya mentang-mentang mau jalan sama gue...”
“apaan deh kamu vin,.” Jawab ify, mencoba sebiasa mungkin.
Rio tersenyum. “tapi lo cantik kok fy malem ini..” ify hanya tersenyum menanggapinya, tidak seperti biasa, ia akan sibuk membanggakan diri setelah mendapat pujian dari rio atau alvin.” Oya, ini shilla..” ujar rio selanjutnya, tangannya sudah merengkuh kuat-kuat bahu si gadis pujaan.
“shilla kak, ..” shilla berucap benar-benar terbata, entahlah itu terjadi begitu saja.
Ify tersenyum, namun begitu hambar. Tidak ada rasa.” Ify..” keduanya berjabat dengan singkat.
“kita udah saling kenal kan shill...” alvin membuka suara, meyakini keadaan akan hening jika ia tidak unjuk suara.
Shilla mengangguk-ngangguk dengan senyuman lucu. Alvin reflek mengacak puncak kepala shilla, tidak lebih hanya gerakan hangat seperti kakak dan adiknya. “lucu banget sih lo!”
rio mendengus keras. Lalu berujar, “Cuma gue kali vin yang boleh gituin dia..”
dan ucapan rio mendapati reaksi berbeda-beda dari ketiga orang disana. shilla melirik rio tajam, please deh!!. alvin terbahak. Dan ify tersenyum........ getir.
“gue permisi duluan ya, sebentar lagi tampil.” Ify segera membalikan badan, tanpa menunggu jawaban atas ijinnya. Alvin, segera mencekal tangan ify yang hendak melangkah pergi.
“gue temenin ke backstage ya fy.” Ify mengangguk tanpa menoleh yang lalu segera melangkah saat alvin sudah melepaskan tangannya. alvin meminta izin rio dan shilla untuk pergi sebentar, lalu menyusul langkah ify dengan lari-lari kecil.
Setelah kepergian alvin dan ify, shilla segera menyerbu rio dengan tanya.” Kak ify pacarnya kak alvin ya?.”
“sok tau banget sih lo!!”
“yee! Gue nanya kali bukan sok tau...”
“gue, alvin sama ify. Sahabatan dari kecil. Ngerti?”
“gak pake nyolot kali!!! Gue nanya juga baik-baik..” rio hanya melirik shilla sekilas, tak bermaksud menanggapi shilla. “emm, padahal kalo kak ify pacarnya kak alvin, kak ify cewek paling beruntung deh sedunia. Abis kak alvin ganteng sih, baik lagi.”
Kali ini, rio tak hanya melirik. Ia melotot, menatap tajam shilla yang tengah menatap balik rio dengan tampang innocent. “lo juga cewek beruntung!! Gue ganteng dan baik kan?”
Shilla melengos, setengah mati menahan tawa dengan tingkah pemuda umur 18 tahun di hadapannya.
"lagian baik dari mananya coba? perasaan kerjaan sehari-hari ngerjain gue.."
*
Ify menghela nafas. Lalu membenarkan posisi duduknya di bangku yang di sediakan di belakang panggung, mencari posisi senyaman mungkin. Dengan harapan dengan dia menemukan posisi yang nyaman mungkin bisa merilekskan jantungnya yang berdegup di luar kendali, dan.... menyatukan hatinya yang tadi porak poranda. Faktanya, bermain piano membutuhkan hati. hati yang utuh, bukan hati yang berkeping-keping.
“lo baik-baik aja kan fy?” ify mengangguk, meski sedikit tidak mengerti mengapa alvin bertanya seperti itu padanya.
Alvin tersenyum lembut.”gue Cuma heran aja. Biasanya lo kan bisa pecicilan kesana-kemari kalo mau tampil.”
Ify tertawa kecil.”sialan lo vin, tapi do’ain gue ya.”
Alvin mengangguk mantap, dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. Tidak lama dari itu suara feby dan ray membahana di seluruh ruang aula, memanggil ify untuk menunjukkan kebolehan nya dalam berpiano.
“you can do it fy..” ucap alvin sekali lagi. Ify membalas dengan senyum tulus.
*
“deketin panggung yuuk, ify bentar lagi tampil nih..” tangan rio sudah menarik tangan shilla, tapi yang di tarik tidak turut beranjak, masih tetap duduk yang tidak tau kenapa dengan ekspresi yang terlihat...... gelisah.
“lo ngapa sih? Gugup amat mukanya?” rio memiringkan kepala, untuk mengamati lebih dalam ekspresi gadis di hadapannnya yang beberapa kali menggigit bagian bawah bibirnya.
“emm, gue kayaknya perlu ke toilet deh..”
Rio melirik panggung sekilas ada ify yang tengah bersiap dengan pianonya, lalu selanjutnya melihat shilla yang terlihat cemas. Ia bimbang. Dan memilih diam, untuk memikirkan jalan mana yang mesti di ambil.
Shilla turut melihat ke panggung, lalu bergantian melihat rio. Dan ia cukup paham dengan kebimbangan pemuda yanga masih menggenggam kuat-kuat tangannya. Dengan keyakinan secuil, shilla telah mengambil keputusan. “lo gak perlu ikut kali, lo tunjukin aja di mana toiletnya, gue bisa sendiri..”
Rio menoleh shilla cepat, lalu mendengus keras. Gadis ini masih bisa berbicara seperti itu dengan muka yang sudah pucat seperti itu.”ck, apaan sih. sok berani. Ayo gue anter..”
“tapi.... lo mesti nonton kak ify kan..”
“liat ify tampil mah bisa gue lakuin kapan aja, tapi jagain lo di kamar mandi sekolah gue yang horror kayak nya Cuma ini deh kesempatannya.” Rio tersenyum di akhir kalimat.
Shilla tidak bisa berucap apa-apa lagi. Dan juga tak mau memikirkan apa-apa. Takut-takut ia kembali salah berpikir seperti biasanya. “anggap kali ini, pemuda yang tengah menuntun jalannya ke kamar mandi ini, sedang SOK BAIK.”
*
Ify merapalkan doa sekilas. Itu sudah seperti menjadi ritualnya sebelum menggerakkan jari-jari lentiknya di tuts-tuts piano putih yang khusus di sediakan untuk nya. Lalu mengedarkan pandang ke sekeliling ruangan, bermaksud memberi senyuman penyapa untuk para penonton yang terlihat sudah menanti permainan pianonya. Tapi naas, maksud ify memberikan senyum manisnya untuk penonton harus gagal, karena ia lebih tertarik memandangi laki-laki yang merupakan sahabatnya yang –mungkin- ia cintai dan perempuan yang baru saja tadi berkenalan dengannya, keluar dari ruangan. Ify terpaku, Memandangi mereka –keduanya- dengan tatapan penuh luka.
Ify tidak peduli dengan gadis manis yang tak bersedia melihat penampilannya, tapi si laki laki yang bersama gadis itu. Apakah ify harus pura-pura tidak peduli jika laki-laki itu tak menyaksikan penampilannya? Memang selama ini ia berusaha bisa tampil memukau dengan penuh penghayatan , apa alasannya kalo bukan laki-laki itu? untuk membuat laki-laki itu bertepuk tangan paling keras dengan senyuman lebar kan?, lalu nantinya akan memeluknya hangat saat ia sudah turun dari panggung. Dan yang paling ia harapkan, untuk mendengarkan pujian-pujian menyenangkan yang berkali-kali laki-laki itu ucapkan untuknya kan?. Hanya itu alasannya, lalu sekarang.....
“fy..” ify mengerjap. Lalu tersadar ia sudah terlalu lama diam hingga ia mendengar suara yang seperti menegurnya di balik tirai belakang panggung.
Ify tersenyum sekilas. Lalu menggerakkan jari lentiknya di atas tuts membentuk melodi. Di atas tuts piano, yang selalu ia bawa kemana ia akan perfoma. Piano pemberian laki-laki itu juga.
Terry – harusnya memilih aku –
*
Rio memasukkan kedua tangannya ke saku celana, tubuh tegapnya di senderkan di dinding depan toilet wanita dengan kaki kanan di tekuk kebelakang bersangga ke dinding pula. Menunggu shilla yang baru saja memasuki salah satu bilik toilet.
“yaaaah tu kaaannn!!!!” rio mengerjap, ia kenal suara shock bernada tinggi itu. lalu detik selanjutnya ia berlari secepat mungkin ke depan pintu yang tadi di masuki gadisnya.
“shilla, lo kenapa? Kenapa teriak teriak..”
“.....”
“shilla kenapa sih?”
“.....”
“shill, jawab donk...!”
“.....”
“shilla keluar atau gue dobrak!!..”
*
Yang akhirnya di antar oleh rio. shilla akhirnya sampai di sini, di bilik kedua dari pintu masuk toilet SMS UYErs yang bersih dan mewah banget. itu menurut shilla.
shilla menarik nafas panjang sebelum memastikan apa yang sudah membuat nya gelisah beberapa menit lalu benar-benar terjadi atau lebih baiknya tidak.
oke satu... duaa... tigaa,... "yah tuh kaannnn..." teriak shilla , dan ini reflek. shilla menepuk-nepuk jidatnya merasa bodoh, baru ingat memang saat ini ia memasuki masa-masa menstrurasi. dan sekarang lihat, aliran hangat yang awalnya ia kira dirinya ngompol itu ternyata benar-benar darah.
“shilla, lo kenapa? Kenapa teriak teriak..”
"eh, suara si kunyuk tuh, ngapain dia masuk-masuk toilet cewek segala. aduh pasti gara-gara dia denger teriakan gue tadi, aahhh, lo bego kuadrat shilla.."
“shilla kenapa sih?”
"aaaa bunda shilla mau pulang aja, shilla gak kuat mwnanggung cobaan seberat ini bunda."
“shill, jawab donk...!”
"aduh.... gue mesti gimana sekarang, gue kan gak mungkin ngaku tuh sama cowok gak berperasaan, tapi kalo gak ngaku alasan gue minta pulang apa? ntar kalo gue malah di marah-marah kalo ngajak pulang tanpa alasan gimana... terus akhirnya keputusan akhirnya gimana... aduuuuhhh...."
“shilla keluar atau gue dobrak!!..”
shilla mendongak dengan mulut ternganga. "di dobrak? jangan dong... " shilla melihat kloset duduk di sampingnya dengan tatapan nanar. "telen gue sekarang set! telen!, gue rela. mungkin itu akan menjadi lebih baik untuk saat ini."
***
Rio terus menggugat, butuh kepastian “baik-baik saja” dari orang di dalam salah satu toilet yang beberapa kali ia gedor. Meski mendapat lirikan heran dari beberapa manusia berjenis kelamin wanita yang mondar-mandir di ruangan itu. rio tidak peduli, ia hanya ingin gadisnya baik-baik saja.
Rio sudah mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu toilet dengan cat biru itu, tapi urung ia lakukan karena pintu itu sudah di buka dengan orang di dalamnya. Rio menghela nafas lega, meski gadis pujaannya nampak kacau tapi setidaknya masih terlihat baik-baik saja, tidak pinsan atau bahkan kerasukan seperti yang ia bayangkan.
Rio menarik tangan shilla cepat, membawa ke tempat yang lebih aman dari jangkauan mata-mata yang tak berhenti menatap keduanya. Dan pilihan rio jatuh ke taman di tengah kawasan sekolahnya.
Rio mendudukkan dirinya dan shilla di salah satu bangku taman, lalu menatap lekat-lekat gadis yang masih saja menundukkan kepala.”lo kenapa sih? Ngomong donk, gue takut, kalo lo diem aja kayak gini..”
Shilla menoleh ke arah rio. mendapati pemuda itu tengah memperhatikannya, ia segera menundukkan kembali kepalanya.
Rio memiringkan kepala, lalu menautkan alis heran kenapa shilla terus-terusan menundukkan kepala dan pipi nya kenapa ... terlihat bersemu merah?.”kenapa deh lo nyet? Pipinya nyampe bersemu-semu gitu lagi.”
Shilla shock, mendongak sekilas. lalu cepat-cepat menutup pipinya dengan kedua tangannya. Lalu menunduk lagi.
Rio menghela nafas, di lepaskannya tangan shilla yang menutupi kedua pipinya, lalu dengan lembut di hadapankannya wajah gadis itu tepat menghadapnya. “shilla, ngomong aja sama gue. Lo kenapa? Janji deh gue gak marah-marah”
Shilla menggigit bagian bawah bibirnya. Ia bimbang, ia malu. “guee...”
Rio diam, tak bermaksud memotong atau memprotes gadis di hadapannya yang tak kunjung melanjutkan ucapannya.
“gue dapet..” shilla berucap cepat, lalu segera memalingkan wajah saat berhasil mengucapkannya.
“apa? ngomongin apaan sih?”
Shilla menatap rio sengit, gue udah susah payah ngucapinnya boy. Masa gak denger. “gue dapet mario, D-A-P-E-T, dapet!!!” berhasil mengucapkan secara keras dan jelas, shilla segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tak kuasa menahan malu.
Rio diam, tengah berpikir keras. Dapet apa ni anak? Nyampe malu nya gak ketulungan gitu. “memang lo dapet apa nyet?”
Shilla membuka kedua tangannya yang menutupi wajahnya, menatap rio dengan tatapan iblis yang siap menerkam kapan saja.”lo beneran gak tau..?” rio menggeleng.
“ck, itu lo yo, yang dapetnya tiap bulan..”
“apaan sih? lo sok berbelit-belit deh...”
“rio!, wanita, biasa wanita .. emm, yang..itu.. yang... dapet.. tiap bulan..”
Rio tak langsung menjawab kali ini. tengah berpikir sekeras-kerasnya, wanita, dapet, tiap bulan. Tiap bulan, wanita, dapet. Ini... “HA? LO MENSTRURASI??”
Shilla menarik nafas panjang, to the point ajalah. “iya.. dan ini mens hari pertama..”
“terus? Gimana?”
“ya anterin gue pulang lah? Lo mau darah gue kemana-mana??”
“gak. Gak boleh dan gak bisa....”
“ha?”
“gak boleh. Darah lo gak boleh kemana-kemana, takutnya sekolah gue besok pagi gempar di kira ada pembunuhan, padahal darah mens lo...”
Shilla menganga.
“dan GAK BISA. Kita gak bisa pulang. Karena band gue sebentar lagi tampil.”
“terus nasib gue gimana? Masa iya gue mesti duduk sendirian di sini nyampe acara selesai!!”
“memang lo gak bawa pembalut? Ify biasanya, sering bawa pembalut gitu kemana-kemana.”
“ya kan ini mens hari pertama!! Gue mana tau bakal dapet hari ini.”
“ya seenggaknya lo persiapan kek!!”
“lha terus gue tarok mana? Gue Cuma bawa dompet sekecil ini?” shilla menunjukkan dompet kecil yang telah di siapkan serasi dengan baju yang ia kenakan. “taro mana coba? Masa gue tenteng..”
“yaudah, beli aja sono..”
“tapi kan gue gak tau daerah sini. Mana tau gue dimana belinya.”
“terus? Masa gue yang beli.. gue kan cowok..”
“oh, jadi lo tega liat gue jalan-jalan sendiri di area yang gak gue kenal dengan perut melilit-lilit buat nyari pembalut.” sebenranya shilla tidak ingin manja seperti ini, tapi memang perutnya sangat melilit, ia juga tidak yakin berani berkeliaran di daerah yang gelap dan tidak ia kenali seperti sekolah rio ini.
“ya nggak sih, tapi...”
“perhatian untuk mario stevano, vokalis miracle band. Harap segera bersiap karena sebentar lagi harus tampil..” rio merasa terpanggil. Tentu panggilan dari aula itu di tujukan untuknya.
“gimana nih? Gue mau tampil..” shilla menggeleng lemah, lilitan di perutnya semakin terasa menyakitkan, ia juga tidak tau harus bagaimana? ia tidak mungkinmenuntut rio untuk mengantarkannya pulang yang padahal memiliki tanggungjawab dengan bandnya. sudah cukup untuk pemuda itu meninggalkan penampilan kak ify, untuk menemani nya ke toilet. ” Gue tampil dulu deh kalo gak? Ntar kita pikirin lagi gimana dapet pembalutnya. Ayo deh kita ke aula dulu...”
Shilla menggeleng, masih gelengan lemah. “gue di sini aja deh, takut tembus di aula ntar.”
Rio mengangguk paham, ia kerap melihat teman-teman wanita di kelasnya ijin pulang karena mengaku tembus.
Rio melepas jas hitamnya, lalu mengikatkan lengan jasnya di perut shilla. membuat bagian belakang shilla, secara tidak langsung tertutup jas. “tapi gue gak bisa kali ninggalin lo disini sendiri, dan sayangnya, gue gak bisa juga ninggalin tanggung jawab gue sebagai vokalis band gue. Kayak gini, ya meski jadi aneh tapi jadi gak keliatan kok kalo misal kamu tembus. Yuuk, ke aula..” ajak rio, penuh kelembutan.
Shilla mengangguk, menuruti saja kemauan pemuda yang mungkin saat ini sedang baik hati, tidak tau nanti, bisa saja pemuda ini berbuat semena-mena padanya.
*
Shilla duduk di salah satu tempat duduk yang letaknya cukup tinggi ketimbang yang lainnya, tentu saja itu ulah dari pangeran kaya yang songong itu, alasannya agar shilla tidak perlu capek-capek berdiri dengan berdesak-desakan untuk menyaksikannya perfome rio.
Rio dan bandnya mulai beraksi. Shilla tersenyum sedikit bangga mengetahui fakta rio rela tampil beda dari teman-temannya, yaitu tanpa jas karena dirinya. Setelah intro beberapa detik, suara rio mulai terdengar. Suara serak dengan bass yang menghanyutkan, suara rio memang benar-benar tak bisa di sepelekan, suaranya lebih dari bagus.” Andai suara bagus bisa menyembuhkan lilitan di perutnya, di jamin rasa menyakitkan ini akan sembuh dengan cepat.”
Bruno mars – marry you –
*
Ify menikmati dan selalu menikmati suara lembut milik rio. Bahkan untuk tak melewatkan sedikit pun, ia telah bersiap di barisan paling depan dengan menenteng handy cam. Lupakan soal laki-laki itu telah meninggalkan penampilannya. Yang mencintai di sini dirinya kan?.
Rio menyenandungkan marry you-bruno mars dengan begitu fasih, dan entahlah ify rasa kali ini lebih bersemangat dan penuh penghayatan. Tidak seperti biasa yang hanya sekedar bernyanyi bagus, tanpa jiwa. Benar-benar hanya menyenandungkan sebuah lagu.
Ify menyadari sesuatu, mata rio, nampak kerap memperhatikan satu titik, satu titik, yang tentu bukan dirinya. Tanpa sadar, ify turut mengamati satu titik itu, dan detik itu juga nafas ify seperti tertahan di tenggorokkan, dadanya seketika sesak. Shilla, satu titik itu.
*
Penampilan selesai. Dan ya rio punya ide. Yang ia rasa cukup cemerlang.
Rio menunduk dalam, mewakili ucapan terimakasih nya pada penonton yang telah bersedia menyaksikan penampilannya. Hal itu juga di lakukan dengan personil miracle band lain.
Alvin dan ray sudah hampir beranjak. Tetapi urung ketika mendengar suara deheman yang mereka yakini, itu kelakuan rio. “eheemm.. selamat malam teman-teman. Suka sama penampilan kita??”
Meski dengan alis bertaut, mereka yang sebagian banyak perempuan menjawab penuh semangat. “SUKAAAA...”
Tidak hanya mereka, alvin dan Ray yang merupakan personil miracle band, juga mengerutkan kening, hal seperti ini tidak terjadi pada saat latihan.
Shilla menautkan alis. “idih, cari perhatian!!!..”
“cewek-cewek sini memang baik-baik ya?..
“IYA DOOONG...”
Shilla melengos.”SOK manis banget sih. Please deh.”
“kalo beneran baik gue mau minta tolong dong...”
“MINTA TOLONG APA RIO!!”
“KYAAAA, AKU MAU. AKU MAU NOLONGIN...”
“MAU DONG SAYANG...”
Shilla memutar bola mata, sebal.”ini males banget!!”
Belum kegaduhan yang tercipta mereda, rio kembali melanjutkan ucapnya.” Ada yang bawa pembalut gak?”
Hening. Keadaan benar-benar hening, semua mata tertuju pada rio dengan ekspresi yang hampir sama, melongo. yang menjadi pusat perhatian malah menggaruk bagian kepalanya dengan cengiran tanpa dosa.
Shilla gundah gulana. Dia tentu mengerti dengan jalan pembicaraan rio kali ini. “jangan di lanjutin rio! Please. Lebih baik darah gue kemana-mana. Please rio. Please!!!
Suasana masih hening, rio jadi khawatir mereka tidak mengerti arah pembicaraanya.”emm. pacar gue menstrurasi hari pertama dan dia gak bawa pembalut. Jadi yang bawa sekarang, shilla boleh minta donk..”
Shilla prustasi. “bumi!! Telan aku sekarang bumi, telan!!”
“gue bawa..” dea si gadis dengan kaca mata besar yang berada di ujung kanan aula berteriak, dengan menjunjung tinggi-tinggi sebungkus pembalut. Rio, tersenyum. Shilla, hampir menangis.
Rio melompat dari panggung dengan sebelumnya meletakan gitar bass kesayangannya, menghampiri dea si gadis kutu buku yang letaknya sedikit terasing dengan langkah cepat, dan seperti di aba-aba orang-orang yang tadinya membentuk segerombolan, membelah dalam diam. Memberi jalan rio untuk menghampiri dea yang belum juga menurunkan pembalut yang ia junjung tinggi-tinggi.
Pembalut itu sudah di tangan rio, rio tersenyum manis.”makasih ya dea, kamu gadis yang baik.” Rio berbalik arah, dea mimisan. Detik selanjutnya, giliran gerombolan orang-orang yang menghalangi jalan rio menuju shilla, membelah. masih dalam diam, memberi celah untuk rio.
Shilla menatap kosong rio yang menghampirinya dengan senyum sumringah. Lalu setelah jarak di antara keduanya tinggal satu langkah. Rio mengayunkan pembalut itu tepat di depan wajah shilla, tanpa dosa.
Tangan shilla sudah berada di genggaman tangan rio, kalo sudah begitu. Percayalah shilla akan menuruti kemana saja pemuda itu melangkah, di tambah kali ini dia yang sudah lemas menanggung malu yang begitu besar. “kok malah bengong? Ayo gue anter ke toilet..”
Berakhirnya ucapan rio, keriuhan dengan cepat membahana.
“YA AMPUN, RIO SO SWEET BANGET!!”
“CIEEE CIIEEEE... FIUUIITT”
“RIO, GANTLE BANGET IH..”
“DI ANTERIN?? GAK SEKALIAN DI PAKEIN AJA YO.” Keadaan kembali hening. Suara debo yang baru saja membahana terdengar paling jelas di antara jeritan yang lain.
Pandangan tertuju pada debo kali ini. rio tersenyum, lalu membuka suara menanggapi dengan santai ucapan debo.”ntar deh, kalo dia udah jadi istri gue...”
Dan riuh kembali. Gelak tawa dan teriakan jahil kembali membahana. Hingga dua sejoli yang sepertinya akan menjadi the best couple sebentar lagi, hilang di pintu utama.
Alvin tersenyum geli, melihat kejadian itu. “kali ini lo bener-bener berwarna io dan hei.... alvin mengedarkan pandang. Lalu segera berlari mengejar gadis yang pada pensi ini sebagai pasangannya, gadis yang tengah berlari keluar aula melalui pintu darurat di sisi kiri aula.
*
“fy..”
Ify tersentak, lalu dengan gerak cepat menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi pipinya. Dan dengan harapan gerak-garik itu tidak tertangkap oleh alvin yang entah sejak kapan berada di sana.
“gue duduk sini ya..”
“eh.. iya..” ify menanggapi dengan gelagat gugup, takut-takut pemuda berwajah oriental di sampingnya mengenali jejak air mata di wajahnya.”ngapain ke sini vin?”
Alvin menoleh. Lalu tertawa hambar sebelum menanggapi tanya ify.” Harusnya gue kali fy, yang nanya lo ngapain kesini?”
“eh, hehe..”
“matanya kenapa? Airnya luber gitu?”
“ah, masa? Cuma kelilipan aja sih sebenernya.”
Alvin tertawa hambar lagi.”kelilipan apa? kelilipan bintang.”
“apaan deh vin, gak nyambung tau gak.”
Alvin tak membalas, malah sibuk memandangi mata ify dalam-dalam. Hingga ify tersadar dengan tatapan berlebihan alvin, dan bergelagat salah tingkah,” liatin apa sih vin? Gitu banget ngeliatinnya..”
“beneran ya? kamu kelilipan bintang? abis bersinar gitu sih matanya..”
Ify terbahak.”gombal kamu!!”
Mungkin jalan cinta. Jalan cinta yang akhir nya membenarkan jalan pelaku-pelakunya yang salah. Yang terlanjur tersesat, akan di beri arah.
*
Shilla membanting pintu mobil rio keras, saat mobil itu sudah berhenti di depan gang masuk rumahnya. Lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada pemuda yang mengemudikan mobil mengantarkan dirinya pulang, shilla berjalan begitu saja. Tidak peduli dengan gelap yang menyergap.
Rio kontan berjingkat, ketika gadis itu keluar tanpa menunggu rio membukakan pintunya, lalu menutup pintu mobil itu keras-keras. Rio menghela nafas, dia sendiri tidak tau mengapa gadis itu menjadi kelewat galak seperti itu, hal ini sudah terjadi sejak selesai manggung di pensi tadi. “marah kah? Tapi. Karena apa???”
Rio berlari kecil, hendak mensejajarkan langkahnya dengan shilla yang sudah hampir sampai. “shilla...” tangan rio mencekal shilla kuat, membuat gadis itu harus mengehentikan langkah.” Lo marah sama gue??..”
Shilla mendengus, lalu menggeleng lemah tanpa menoleh.
Rio semakin di buat bingung. Dengan perlahan, rio menghadapkan shilla ke arahnya.”emm tapi kayaknya gue pasti ada salah sama lo deh, maafin gue..” rio berucap lembut, dengan senyum di akhir kalimatnya.
Rio melepas pegangan tangannya, membuat shilla refleks mendongak pemuda itu sekilas. Pemuda yang saat ia lihat sekilas, tengah tersenyum –manis-.”have a nice dream shilla..”
Pucuk kepala shilla, di usap lembut.
Shilla masih belum beranjak saat rio mulai melangkah meninggalkannya. Ia menghela nafas, sebenarnya mengapa ia harus bersikap seperti ini. oke, mungkin ia malu karena tingkah rio di pensi tadi, tapi pemuda itu rela melakukan hal memalukan itu karena dia kan? Lalu, ia melakukan ini, apakah pantas? Seperti ini pada orang yang sudah terang-terangan menolongnya?
Shilla memijit pelan pelipis nya yang mulai terasa nyeri. Entahlah, shilla sedang tak ingin memusingkan hal yang kurang penting. Toh, pemuda itu belum tentu memikirkannya hingga sepusing ini. atau bahkan, pemuda itu sengaja mengatur kejadian yang ada di pensi tadi. Untuk membuatnya malu, apa lagi? Dan shilla pikir, kemungkinan itu lebih berpeluang terjadi dan di terima akal.