Dan bila..
Rasa itu telah
hadir, tak usah di cari
Karena dia akan
menunjukkan diri dengan sendirinya
“Pasang oksigen!! CEPAT!!” perintah laki-laki paruh baya
berjas putih, ia sedang bersiap untuk menyuntikan cairan 1 cc ke kulit
pasiennya.
Mendapat perintah seperti itu, laki-laki lain berseragam
putih-putih segera berlari ke ruangan lain yang sudah sangat ia hapal sebagai
tempat-tempat alat kesehatan di letakan di rumah besar itu.
Tidak butuh waktu lama, laki-laki berseragam putih
itu sudah kembali dengan troli yang berisi berbagai alat steril untuk memasang
oksigen, di belakangnya orang berpakaian serba hitam membantunya membawakan
tabung oksigen.
Pemasangan oksigen telah selesai di lakukan. Setelah
beberapa menit, si pasien yang tadinya bernafas berat dan tersengal. Kini sudah
bisa bernafas lebih teratur dan tenang.
“Merasa lebih
baik mario? “
Rio mengangkat satu ujung bibirnya, mengangguk lemah
menjawab pertanyaan dokter pribadinya. Dokter putra.
“Sudah bisa menjelaskan kenapa bisa kambuh sampai
seperti ini?” tanya dokter putra lagi.
Dengan masih sangat lemah, rio tertawa. Ia
mengangkat bahu lemah.”Saya manusia biasa.” Ujarnya serak.
“EVERYTHING OKE?”
Semuanya menoleh ke arah sumber suara, termasuk
dokter putra yang sudah siap membuka mulutnya untuk mengomeli pasien
kehormatannya.
“Dok. Rio gak papa? Apa ada masalah serius?..”
rancau suara itu lagi tidak sabar dan terlihat sangat khawatir.
Dokter putra mengangguk beberapa kali, melirik rio
sekilas, “ Tanyakan sahabatmu ini, apa yang sudah dia lakukan sampai
menyebabkan masalah seperti ini?”
Rio menyeringai.”Tenang vin, semuanya sudah aman
terkendali.” Ujar rio, suaranya masih pelan dan serak. Tapi hal itu setidaknya membuat
alvin untuk saat ini bisa bernafas lega.
Dokter putra menggelengkan kepalanya. Mengenali
betul sikap pasiennya ini yang selalu berusaha membuat orang di sekitarnya tidak
khawatir. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu setelah hampir tercekik karena
kehabisan nafas.
“Ini..
silahkan untuk di habiskan!!” perintah dokter putra sedikit galak. “.. dan vin,
pastikan sahabatmu yang keras kepala ini benar-benar menghabiskan obatnya.”
Ujar dokter itu lagi.
Alvin mengangguk-ngangguk semangat dan Rio hanya
mengangkat satu ujung bibirnya sebagai respon.
“kalo begitu dokter permisi dulu, dokter
meninggalkan satu perawat untuk memantau kamu beberapa jam ke depan ya mario..”
“Ya.. makasih dok..” sahut rio singkat, lalu dokter,
perawat dan beberapa pengawal meninggalkan kamar besar miliknya, menyisakan dirinya
dan alvin yang saat ini sudah duduk di pinggir tempat tidurnya.
Rio memencet salah satu tombol merah di dekat tempat
tidurnya. Tidak lama dari itu, seorang wanita berseragam umur 30an masuk ke
kamar besar miliknya.
“Ada yang bisa saya bantu tuan?” ujar wanita itu
penuh hormat.
Rio menoleh ke arah Alvin.”Mau apa lo vin?”
“Ha?” alvin agak terkejut, dasar tuan muda ini.”Gak
usah repot-repot lah. Tapi.. juice jeruk sama burger boleh juga mbak.”
Sedikit menahan tawa, pelayan itu mengangguk.”Ada
yang di perlukan lagi tuan?..”
“Udah itu aja...” jawab alvin. Membuat Pelayan itu
mengangguk lagi, lalu meninggalkan ruangan itu dengan cepat.
Tiba-tiba Alvin mengembangkan senyum, selalu merasa
makmur jika bertamu di rumah sahabatnya. Benar-benar bisa menginginkan apa
saja.
“Lo bolos?”
Alvin menoleh, menampilkan deratan giginya.”Apa
boleh buat. Gue khawatir banget sama lo..”
Rio menyeringai. “Modus lo.. ” Alvin semakin
nyengir. ”Lakuin apa mau lo vin, gue ngantuk..”
“Begadang lo?”
“Gue belum
tidur dari semalem malah..”
Alvin menautkan kedua alisnya.” Lagi mikirin apaan
lo? pantes drop gini..”
Rio mendesah. “Entahlah...” jawabnya singkat.
Memejamkan mata. Dan berharap saat bangun lagi, tak ada lagi yang mengganggu
pikirannya.
***
Suara petikan gitar mendominasi malam sunyi yang
dingin di blakon kamar cakka. Dengan di temani secangkir coffe hitam dan suara
jangkrik yang beberapa kali menyeruak, Cakka
tengah dengan asal memetik gitar yang di belikan
ayahnya saat ulang tahunnya ke 17.
Cakka berhenti memetik, jari –jarinya mulai terasa
perih akibat tak berhenti memetik gitar kesayangannya secara asal sejak 1 jam
yang lalu. Cakka menengadah, menghadap langit hitam yang bertaburan banyak
bintang .
Pikirannya melayang. Ada memori kecil yang selalu
siap untuk di ingat jika dirinya sedang sendiri seperti ini.
-
Cakka kecil lari
tunggang langgang membawa dua mangkuk kecil eskrim yang baru saja ia beli dari
mobil eskrim yang standby di taman kompleks dekat rumahnya.
“tuan putri, aku
bawakan eskrim cokelat kesukaan tuan putri..” si gadis kecil bermahkota yang di
buat dari daun-daunan tertawa riang menerima eskrim dari cakka.
“yeee!!! ayoo.
Kita makan sama-sama!!!!”
Keduanya
menghabiskan eskrim masing-masing dengan penuh semangat dan begitu menikmati.
Tak ada yang membuka suara sama sekali hingga mangkok eskrim keduanya kosong.
“makasih ya
cakka, eskrimnya enak banget...” si gadis kecil berucap dengan mata berbinar
penuh kebahagiaan.
“sama-sama tuan
putri...”
“aku seneng kalo
di beliin eskrim gini sama cakka. “
Cakka
mengembangkan senyum.” Aku seneng kalo tuan putri seneng.”
“okedeh. Aku
janji kalo terus-terusan sama cakka aku bakal selalu seneng. Janji
kelingking” Cakka menyambut tanpa beban
uluran kelingking mungil sang gadis, dan kelingking keduanya saling bertautan.
Membentuk janji mengikat dari salah satu kedua pembuat janji.
-
Dan sekarang, apa janji itu masih tetap sama.
“WOI!!...” cakka mengerjap. “BENGONG AJA!!!” agni
sudah muncul di blakon sebrang blakon kamar miliknya.
Cakka tersenyum sekilas, lalu berucap pelan. “sini
ag, temenin gue?” cakka menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya, bermaksud
memberi petunjuk untuk agni agar duduk di sana.
Sebelum agni menurut ia sempat menyerengitkan dahi
heran. “Tumben gak ngomel udah di
kagetin?”. Cukup melangkah panjang untuk mencapai blakon kamar cakka yang
kelewat mepet dari blakon kamarnya, dan kini agni sudah menapak di lantai
keramik biru gelap blakon cakka.
“lagi galau lo?” tanya agni cepat.
“ha? Gak kok. Apaan deh galau? Kayak cewek aja..”
“lho? Situ cowok to?”
Cakka menonyor kepala agni cepat. Agni tidak
merespon, hanya tertawa pelan sebentar.
“ngerasa gak sih ag, kalo sekarang si shilla beda?
“beda?” agni menautkan alisnya tengah berpikir
keras, “beda gimana ya? Perasaan masih kayak shilla yang biasa deh?”
“lo gak ngerti ag? “
“Gak ngerti apaan?”
“dia itu udah jarang kumpul sama kita lagi. Jarang
ngobrol juga, terus kelihatan sibuk banget gitu. Beda lah pokoknya!!”
“ah, masa sih? Lo nya yang terlalu sensitif kali
kka, atau mungkin memang shilla nya lagi sibuk beneran.”
“mungkin..”
Agni menipiskan bibir, membentuk senyum yang sangat
tipis. Dia bukannya tidak tahu, hanya sedang berpura-pura tidak tahu. Dia tahu
sekali maksud pemuda di sampingnya. Iya. Dia tahu.
***
AISSSHHH. Shilla membanting ponselnya pelan ke
tempat tidurnya. Ia kesal tidak pernah berhasil menunaikan level terakhir game angry birds Rio di ponselnya. Angry bird
RIO? oh ya tuhan.
Shilla melirik album foto merah muda di meja
belajarnya. Ia berdiri, melangkah menghampiri album foto itu. Langsung ia buka
pada lembar terakhir.
Benar kata agni. Waktu itu akan datang, dan
nyatanya... sudah datang. Waktu di mana
dia harus menentukan pilihan. Dan sampai sekarang shilla tidak punya jawaban.
Tidak ada yang lebih berat, mereka berdua imbang. Benar-benar Fifty fifty.
Shilla ambil dua foto di lembar terakhir album foto
itu. Foto pertama, foto gabriel yang ia ambil secara diam-diam. foto kedua,
foto Rio bersama dirinya yang di ambil saat rio baru membelikannya ponsel.
“Shilla..”
Whoa! Dua foto itu kini berterbangan. Suara yang
ternyata milik bundanya membuatnya sangat terkejut.
“eh, bunda bikin kaget ya?”
Shilla hanya tersenyum. ia pungut lagi kedua foto
yang jatuh tidak jauh dari dirinya, tanpa semangat.
Ina memiringkan kepala, merasa aneh dengan sikap
putri nya yang lebih pendiam malam ini.
“bunda?”
“ya?” sedikit tersentak, ina menyerengitkan dahinya.
“Apa yang bakal bunda lakuin? eemm. Kalo bunda di
hadapin 2 pilihan yang gak ada yang lebih dominan untuk di pilih?
Ina tersenyum, seakan mengerti masalah apa yang
sedang di hadapi putri tunggalnya. Ia hampiri
putrinya.” Bunda bakal cari jawabannya di hati bunda. Bukannya, Semua yang kita
rasakan selalu ada di hati kita.”
Shilla mendongak. Mengerutkan dahi.”tapi.. Gimana
kalo di hati kita isi nya juga dua-duanya?”
Ina menggeleng.” Satu hati tercipta untuk satu orang
shilla.”
Shilla tidak lagi membuka mulutnya. Merenungi
perkataan bundanya. Semakin bingung, karena belum menemukan siapa yang
benar-benar ada di hatinya.”Tapi gimana caranya biar tau ya bun? Yang
bener-bener di hati.”
“Itu gak bisa di ketahui shill, tapi di rasakan.”
Shilla menggelengkan kepal, masih saja tidak
mengerti.”aduh... jadi milih yang mana ya?”
“kamu tunggu sebentar..”
Tidak butuh waktu lama, 5 menit setelahnya Ina sudah
kembali dengan 2 piring di tangannya.”Tadi bunda dapet cake dari tante
maya....”
Shilla memiringkan kepala.
“ada cake coklat sama cake keju di sini.. kamu pilih
mana?” tanya ina.
Tanpa ragu, shilla mengambil piring berisi cake
cokelat dari tangan ina.”ya cake cokelat dong bun, bunda kan tau sendiri aku
suka cokelat.”
“Memang kalo udah di suka gitu, milihnya harus yang
di suka? Gak mau nyoba yang cake keju? Udah tau rasanya cake keju?”
Shilla menggeleng, menaruh piring berisi cake
cokelat di sampingnya. Mendadak ragu.
Ina tersenyum.”mau nyoba?”
Shilla mengangguk, ia terima cake keju dari
bundanya. Ia menggigit cake keju itu dalam ukuran besar. Ia mengangguk-angguk
beberapa kali, lalu menggigit cake keju untuk kedua kalinya.
“enak?”
Sedikit tersentak, shilla mendongak. Dengan
malu-malu mengangguk beberapa kali sebagai tanda setuju bahwa cake keju itu
enak.
“Begitulah pilihan shilla. pilihan gak selamanya jatuh
ke yang kita anggap kita sukai. Kenali terlebih dahulu keduanya. Kamu.. Jangan
terlalu fokus sama cokelat karena dari awal kamu suka cokelat. Rasakan keju
juga, jangan hanya di pandang sebelah mata. Kamu butuh tau, Bagaimana keduanya.
Dan nantinya, dengan sendirinya hatimu akan menggiringmu menuju jawabannya. “ ina
berhenti sebentar. Membelai rambut lembut shilla.
“ Apa yang
dari awal kita nobatkan menjadi sesuatu yang kita suka belum tentu yang
terbaik. Bisa aja setelah kamu juga makan cake yang coklat, kamu akan menilai
bahwa cake keju lebih enak.”
Shilla masih saja diam. Ina membelai penuh sayang
sekali lagi rambutnya.
“Kamu tidur ya, udah malem... ingat shilla, jangan
memilih sebelum tahu dua-duanya.” Ina tersenyum sekilas. Berdiri dari duduknya.
Membenarkan selimut shilla, yang sudah memposisikan diri senyaman mungkin di
single bad nya. “sleep well sweety”
Ina melangkah meninggalkan kamar shilla. Dan tepat
sesaat sebelum benar-benar meninggalkan kamar itu, Ina berhenti, membalik
badan. Mengembangkan senyum melihat putrinya, melihat gadis itu kini sudah
tumbuh dewasa. Kamu bisa menghadapi ini shilla, bahkan kamu akan menghadapi ini
dengan sangat baik.
***
Sepulang sekolah, shilla dan teman-temannya yang
juga menjadi peserta kemah mendapat pengarahan dari kepala sekolah. Mengingat
rombongan itu akan berangkat besok, minggu sore.
Setelah 30 menit harus berpanas-panasan berbaris di
halaman sekolah, akhirnya pengarahan itu selesai. Hal itu langsung di sambut 30
siswa yang turut dalam kemah itu bersorak gembira, karena dengan berakhirnya
pengarahan itu mereka juga terbebas dari polusi suara yang di sebabkan suara
melengking milik kepala sekolahnya.
“Shill.. gue duluan ya, bokap udah nunggu tuh..”
Shilla menoleh,”Oh oke ag, ati-ati ya..” agni
mengangguk, melambaikan tangan sebelum berlari menuju lapangan parkir, ke
tempat ayahnya menunggu dirinya.
HUFT. Shilla mendudukkan dirinya di bangku panjang
milik taman sekolahnya. Bermaksud istirahat sebentar sebelum berjuang bersama
sepedanya untuk sampai ke rumah.
Drrt drrtt.
Shilla merogoh saku seragamnya, mengambil ponselnya
yang baru saja bergetar menandakan ada sms yang baru saja masuk.
To : Kak
gabriel
Shilla, semoga
kemah kamu 1 minggu kedepan berjalan dengan baik yaa.
Kakak akan
merindukan kamu
Senyum shilla terkembang. Mengingat bagaimana
Gabriel selalu memperlakukannya dengan manis. Isshhh. Shilla mengetuk-ngetuk
dahinya, tiba-tiba saat pikirannya tengah melayang jauh memikirkan kisah
indahnya bersama gabriel nama Rio juga muncul di pikirannya. Lalu, tiba-tiba ia
jadi Bertanya-tanya mengapa pemuda itu tidak memberinya pesan singkat seperti
halnya yang gabriel lakukan. Bukankah 2 pemuda itu sangat bertolak belakang?
Shilla memiringkan kepala, berfikir keras tentang
sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di pikirannya. Dan.. hei.. bukannya shilla
tidak pernah memberi tahu Rio tentang kemahnya. Jadi jawaban atas pertanyaannya
kenapa pemuda itu tidak berkomentar tentang kepergiannya, karena pemuda itu
tidak tau bukan? . Astaga. Apakah itu artinya Shilla sudah memperlakukan
keduanya secara berbeda. Itu artinya dirinya tidak adil.
Shilla berkutat lagi dengan ponselnya, mencari
kontak dengan nama ‘Mario sayang’ . Klik
Tersambung. Dan... shilla mendesah. Tidak di angkat.
Shilla coba sekali lagi, dan .. tidak di angkat
lagi. Cepat-cepat shilla putuskan sambungan. Apa yang sudah dia lakukan?
Lagipula, Apa Rio akan peduli jika dia memberitahu tentang kemahnya. Bahkan ini
seperti menjatuhkan harga dirinya. Tapi, shilla hanya sedang mencoba berlaku
adil kok. IYA. Berlaku adil. Itu saja.
Akan shilla coba menelpon pemuda itu sekali lagi.
Oh, SIAL. Masih aja gak di angkat. Sebenarnya apa yang sedang di lakukan pemuda
itu. bisa-bisanya mengabaikan 3 telpon darinya.
Shilla membanting pelan ponsel itu di sampingnya. Akan
mencoba tak acuh tentang pengabaian itu. Ah, astaga. Shilla benar-benar tidak
bisa untuk berpura-pura tidak peduli. ia raih ponselnya lagi, mencari kontak
lain. Kak Alvin. Klik
“Hallo..”
Shilla diam. Tiba-tiba lidahnya kelu.
“Hallo..
Shilla..”
“eh. Hallo kak..”
Terdengar pemuda di seberang telpon terkikik
sebentar.”Ada yang bisa kakak bantu shill?..”
Shilla menggigiti bawah bibirnya, sedikit menyesal
karena terlalu terbaru-buru mengambil langkah menelpon Alvin untuk menanyakan
keberadaan Rio. Karena kenyataannya, sekarang dirinya merasa malu.
“ Eee..” shilla benar-benar tidak tahu harus mengawali
pertanyaannya.
“Soal rio?...”
suara alvin terdengar lagi, membuat shilla harus mengetuk-ngetuk kepalanya
berkali-kali karena benar-benar malu bisa semudah itu alvin menebak tujuannya
menelpon pemuda itu. “Mau tanya apa shill
soal Rio?” suara alvin terdengar lagi.
Ah sudahlah, sudah terlanjur basah ini. “ee.. orang
itu kemana ya kak. kok aku telpon gak di angkat?”
Terdengar alvin terkikik lagi. “Orang itu.. punya nama shill.”
Shilla tersentak. Aduh shilla, kamu benar-benar
membuat dirimu sendiri di timpa malu berlipat-lipat.”Ee~ maksud aku si Rio
kak..”
“dia masih di
sekolah shill..”
“Sekolah?”
“Iya. Beberapa
hari ini Rio setiap pulang sekolah, gak langsung pulang. Dia di sekolah,
katanya sih belajar..”
Shilla mengangguk-nganggukkan kepalanya. Seperti
tidak menyadari kalo lawan bicaranya tidak akan pernah bisa melihatnya.” Oh
gitu... Eee~ Yaudah ya kak, udah dulu, aku udah malu banget nih sama kakak.
Makasih infonya.”
Terdengar, alvin terbahak di seberang telepon. “Santai aja kali shill.. Oya..
ngomong-ngomong kelas Rio 12 IPS 1.. mungkin itu bisa ngemudahin kamu.”
“eh iya, sekali lagi makasih kak alvin. Bye.”
“bye shilla.”
Klik. OH SIALAN!!. Shilla menutup wajahnya dengan
kedua tangannya. Lain kali, Shilla benar-benar harus memikirkan setiap langkah
yang akan di ambil. Oh, kamu best stupid girl sedunia shilla. OK. Sekarang apa
yang bakal kamu lakuin selanjutnya Shilla?
***
Sekolah sudah sepi. Yah, tidak heran juga mengingat
sekarang sudah pukul lima sore. Shilla berjalan sambil terus waspada, karena
harus ia akui suasana di sini cukup menyeramkan. Berkali-kali dia juga harus
mendongak ke bagian atas pintu untuk mencari di mana kelas 12 IPS 1. Dan Hal
ini cukup membuat shilla jengkel. Karena sudah cukup jauh shilla melangkah
memasuki area sekolah, dia masih saja belum menemukan kelas itu.
Eh. Ini 12 IPS 5. Mungkin 12 IPS 1 gak jauh dari
sini. Shilla melangkah lagi, lebih semangat kali ini. Ia menghela nafas saat
papan bertuliskan 12 IPS 1 sudah terlihat dari tempatnya berdiri saat ini.
Shilla menarik nafas panjang, menyiapkan diri untuk
menghadapi kejadian yang akan terjadi selanjutnya. Sambil menyiapkan juga
kalimat apa yang akan pertama kali Ia ucapkan, agar tidak terlihat canggung. Dengan
perlahan Shilla membuka pintu berwarna hijau tua kelas itu.
“ hai Ri..” kata-kata Shilla terhenti saat melihat pemandangan
di depannya.
Hari memang sudah sore dan ruang kelas itu berbias
cahaya merah yang dihasilkan matahari senja. Namun Shilla yakin satu-satunya
sosok yang ia lihat di dalam ruangan itu adalah Rio. Namun Shilla sama sekali
tidak menyangka akan menemukan Rio sedang tidur -dengan sangat nyenyak dan
nyamannya di atas bangkunya. Beberapa buku bertebaran di atas meja itu.
Shilla menghela nafas melihat pemandangan ini.
Sudut-sudut bibirnya sedikit terangkat. Dengan sangat perlahan shilla melangkah
mendekati Rio.
"Jadi ini? yang bikin kamu gak angkat telpon
aku?” rancau shilla pelan, sambil membereskan buku-buku Rio.
Shilla sudah selesai membereskan semua buku Rio.
Kini yang Shilla lakukan hanya memperhatikan Rio dalam diam. Dan tiba-tiba
saja, detak jantung Shilla berdetak lebih cepat dari biasanya. Dengan cepat,
shilla berbalik memunggungi Rio.
Shilla menarik nafasnya lebih dalam, berusaha untuk
menenangkan dirinya. Kemudian setelah detak jantungnya kembali normal, perlahan
dia membalikan tubuhnya kembali menghadap Rio lagi. Dan detak jantungnya
kembali tidak wajar. Shilla menggeleng-gelengkan kepala, berusaha untuk melawan
kali ini. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak pingsan saat itu juga. ya tuhan,
tapi memang rio terlihat berjuta-juta kali lebih tampan jika sedang tertidur tenang
seperti itu.
Shilla mengulurkan tangannya untuk membangunkan Rio,
mengguncangkan tubuh pucat berbalut seragam sekolah yang acak-acakan itu
perlahan.
"R-rio.." suara shilla serak dan lemah. Shilla
berdeham dan mencoba lagi.
"Rio..” suara shilla lebih keras. Rio meresponnya,
walaupun cuma sebuah geraman rendah.
Shilla mengerucutkan bibirnya. Mencondongkan
tubuhnya, mendekatkan diri pada Rio. Awalnya dia memang berniat untuk berteriak
di telinga pemuda itu, namun saat dia sudah cukup dekat untuk bisa menghirup
aroma tubuh Rio, pikirannya jadi kosong. Karena diam-diam, shilla menyukai harum
tubuh itu. dan dia bertahan dalam posisi itu cukup lama.
"Udah puas liatin gue nya?..."
Whoa!! Shilla melonjak kaget saat mendengar suara
Rio. Pemuda itu saat ini sedang melihatnya dengan seringai menyebalkan di
bibirnya.
Rio menyangga dagunya dengan kedua tangannya.”udah
mau mengakui kalo ternyata gue ganteng?”
“eh? Apa?”
Rio menyeringai lagi. ”Ngapain kesini? Kangen?”
ujarnya menggoda.
"eh? Ee~ gue... gue..." ucap Shilla
tergagap.
Rio hanya memandangi Shilla dalam diam. Menikmati pemandangan
shilla yang sedang bergelagat salah tingkah di depannya. Baginya ini begitu
sayang jika untuk di lewatkan.
“E-lo ngapain senyum-senyum gitu liatin gue? Ha?”
kata shilla galak. Mencoba mengalihkan rasa malu yang –entah kenapa-
bertubi-tubi menyerangnya hari ini.
Rio mengangkat satu ujung bibir ini. Gadis ini.”
Diam di situ..” perintahnya, suaranya masih serak.
“Ha?” Detik selanjutnya, Rio bangkit dari duduknya.
Dengan langkah pelan, menghampiri shilla.
Shilla yang tidak tahu apa yang di pikirkan rio yang
tengah menghampirinya dengan terus menatapnya, diam-diam waspada. Dalam hati
menyesal karena menghampiri pemuda mesum itu sendirian. Ia melangkah mundur
perlahan, mengimbangi setiap langkah rio
yang semakin dekat dengan dirinya.
Dug. Aduh. Shilla menoleh sebentar belakangnya,
ternyata baru saja dia menabrak meja lain di kelas itu. ya tuhan. Apa yang
harus dia lakukan.
Shilla sama sekali tidak sadar kapan Rio memulainya.
Yang ia tahu, sekarang pemuda itu tengah memeluknya. Erat dan.... Hangat. Ia membrontak kecil, dia terlalu
terkejut dengan pelukan tiba-tiba ini.
“gak papa shill, sebentar aja..” kata rio, suaranya
pelan dan serak.
Mendengar itu, shilla tak lagi membrontak. Ia
membiarkan tubuh mungilnya di peluk rio yang kini semakin erat memeluknya,
bahkan shilla bisa merasakan dagu Rio menekan pelan puncak kepalanya.
Sudah 5 menit waktu berjalan, rio tak kunjung
melepaskan pelukannya. Malah semakin mengeratkan pelukan itu.
Rio mendesah. haah “selamanya, aku mau gini terus...”
Dua ujung bibir shilla sedikit terangkat, entah
kenapa merasa berbunga mendengar kata-kata itu.
“Apa ada yang pengen kamu sampaiin ke aku? Nyampe
bikin kamu jauh-jauh kesini..” tanya Rio, berubah drastis, jauh lebih manis.
“Eee.. itu... “ Tangan shilla meremas-remas rok
abu-abunya. Tiba-tiba tidak berkutik, lidahnya kelu untuk menyampaikan
alasannya yang setelah di pikir-pikir tidak cukup penting sampai membuatnya
nekat ke tempat ini.
Rio menautkan alis, merasa heran kenapa gadis yang
di peluknya tidak kunjung menjawab pertanyaannya.
Shilla agak tersentak, saat tau-tau pelukan rio
melonggar, lalu akhirnya lepas. Ia mendongak sekilas. Saat tau jarak mereka
masih sangat dekat. Ia menunduk lagi.” Aku ... sebenernya mau ngasih tau kamu
dari telepon, tapi aku udah 3 kali nelpon kamu gak kamu angkat.” Ujarnya sangat
gugup.
Rio melirik sekilas ke arah tasnya, ia benar-benar
tidak tahu tentang 3 panggilan yang di maksud shilla.” Aku gak tau ada telpon..
tapi Aku bersyukur kalo itu jadi bikin kamu kesini.”
Shilla melirik sebal rio, mendengus keras.
Rio tersenyum sekilas.”jadi, sebenernya mau ngasih
tau apa?”
Lagi-lagi shilla harus di buat tersentak. Bahkan
kini shilla sudah tidak yakin dengan alasannya yang membawanya kesini. ”itu...
ee.. Sebenernya.. Aku mau ngasih tau, ee.. Aku besok mau berangkat kemah 1 minggu.. jadi, Ya aku cuma mau pamit aja.”
Rio membulatkan mulut, mengangguk-ngangguk beberapa
kali.” Aku udah tau...”
Shilla melongo. Lalu buat apa dia berfikiran pemuda
ini tidak mengiriminya pesan singkat, karena pemuda itu tidak tahu tentang hal
itu. Padahal nyatanya.. pemuda ini sudah
tahu, dan tidak berkomentar apa-apa, jadi bisa saja alasan pemuda itu karena
tidak peduli. Dan kenekatannya datang kesini dengan bermodalkan sepeda,
sia-sia. Haha ini bagus sekali.
Shilla mendelik ke arah rio.”Kalo gitu urusan gue
udah selesai...” nada suara Shilla berubah menjadi tidak bersahabat. Rio sempat
menyerengitkan dahi akibat perubahan sikap gadis di depannya itu.
Rio menahan tangan Shilla yang dengan cepat membalik
badan dan akan segera pergi meninggalkan dirinya.” Tunggu sebentar..”
Rio menghampiri tasnya, dengan menyeret shilla. memasukkan
beberapa buku yang tadi sempat di bereskan oleh shilla ke dalam tasnya. Dengan
hanya menggunakan tangan kirinya
“yuuk...” shilla hanya bisa menurut, memang apa lagi
yang bisa dia lakukan kalo rio sudah menarik pergelangan tangannya seperti ini.
*
“Lho? Mau kemana?” baru saja, dengan sedikit di
paksa Rio, shilla memasuki mobil Rio.
“Ya pulang..”
“Sepeda gue gimana?”
Rio berdecak, menoleh shilla.” Yakin? Masih berani
pulang naik sepeda?” rio melirik jam tangannya.” Udah hampir jam 6 sih ini,
tapi .. kalo lo tetep mau pulang sendiri yaa.. apa boleh buat?”
Shilla menggigiti bawah bibirnya. Tidak lagi
berkomentar apapun.
“Nih...” Astaga. Shilla melirik sebal rio. Meski
setelahnya, Shilla lebih tertarik melihat isi paper bag yang entah darimana rio mengambilnya daripada mengomeli
pemuda itu karena sudah mengagetinya.
Shilla menoleh ke Rio. ”Ini maksudnya apa?”
“Gue beli itu, begitu gue tau lo mau kemah. Tapi ..
karena banyak kejadian-kejadian aneh akhir-akhir ini di hidup gue.” rio
mengangkat bahu.” Entahlah.. gue jadi lupa pernah beliin itu buat lo. untung lo
tadi ngingetin..”
Shilla mengerucutkan bibir. Meski sejujurnya dalam
hati sangat tersanjung dengan kenyataan –meski-sempat-lupa- rio sudah
berinisiatif membelikan hadiah itu untuknya.
“Makasih..” kata shilla pelan akhirnya.
“Udah gak marah lagi?” sahut Rio jahil.
Shilla menganga. Menoleh cepat ke arah Rio. Melihat pemuda
itu tengah menatapnya geli. Akhirnya dia tertawa, mendorong bahu Rio keras.
Sambil berseru ”Nyebelin...”
“tapi ganteng kan?”
Shilla ternganga –lagi. Menjulurkan lidah ke rio.
lalu melipat tangan di dada, pura-pura merajuk. Meski percayalah. Hatinya
bergejolak bahagia. Ya memang benar-benar merasa bahagia, entah apa maksudnya
ini. ah entah... entah...
To be
continued...