Rabu, 02 Oktober 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 19 )


Akan terjadi,
Di saat keinginan sudah tak lagi menjadi keinginan.
Yang di abaikan menjadi yang di harapkan....


Dengan lembut Ify mengusap sisa saos yang bandel menempel di sudut bibir rio. Saat ini mereka berdua sedang berada di kantin sekolah. Sudah tentu hal itu menarik parhatian orang-orang yang berada di sekitar keduanya. Tak hanya sampai disitu, bahkan beberapa ada yang nekat menyuarakan kata-kata jahil untuk mereka.

Seolah tidak memperdulikan ejekan-ejakan itu, rio malah dengan terpana membalas tatapan Ify yang melakukan perlakuan manis itu dengan tak berhenti menatapnya. Tiba-tiba.. Senyum Ify berkembang, membuat rio sadar, ada yang salah. Entah pada dirinya, entah pada gadis di depannya.

Rio menurunkan tangan Ify perlahan, lalu memberi senyum aneh yang pasti terlihat canggung.”thanks ssa..”

Ify mendesah tak kentara, merasa aura kurang nyaman yang mulai terpancar dari pemuda tampan yang saat ini pura-pura menyibukan diri dengan juice mangga kesukaan pemuda itu. Memang tidak ada yang aneh membersihkan noda yang bandel di sudut bibir seseorang. Iya. Tidak aneh. jika di lakukan oleh sepasang kekasih. Sedangkan dia hanya seorang sahabat, apa pantas melakukan hal itu dengan tatapan sedalam itu. Malah hal itu mungkin membuat pemuda di depannya ini... risih.

“Hai yo..” Rio mendongak, merasa terselamatkan dengan siapa pun itu yang menyapanya. Dan senyumnya berkembang saat tau orang itu adalah Alvin.

“Hai fy..” sapa Alvin lagi, tatapannya jatuh pada Ify yang segera menampilkan gelagat gelisahnya.

Susah payah Ify mengangkat kedua ujung bibirnya, meski yang tercipta malah segaris bibir tipis yang kaku dan tidak bersahabat.

Membuat Alvin harus menarik nafas panjang perlahan, mencoba menghilangkan sesak yang membuat dadanya nyeri.

Drrt drrt drrt..

Dengan gelisah Ify merogoh saku seragamnya, menyadari getaran yang masih berlangsung hingga sekarang berasal dari ponselnya. “eee, gue angkat telpon dulu yaa..” ujarnya. Lalu tanpa menunggu persetujuan dua pemuda di hadapannya, Ify segera pergi setengah berlari meninggalkan kantin, mencari tempat yang lebih sepi untuk melakukan percakapan dengan seseorang yang meneleponnya.

Alvin hanya dapat memandangi sosok itu berlari menjauh. Rambut Ify yang tergerai halus melewati bahunya nampak ikut berkibar seiring dengan gerakan kakinya yang membawa gadis itu semakin tak terjangkau.

“Mau sampai kapan?”

“Ha?”

Rio menyeringai. Menatap dalam mata Alvin.”Cinta diam-diam. friendzone. Atau apapun itu.. mau sampai kapan lo nyembunyiinnya vin?”

Untuk beberapa saat Alvin mematung. Apa itu artinya yang susah payah Ia sembunyikan selama ini terbongkar. “Oke, kayaknya kartu gue udah kebongkar.”

Rio kembali menyeringai, mengangkat bahu.”Jadi..?”

Gantian Alvin yang mengangkat bahu.”Gue gak tau...”

“Oh.. jadi playboy kita gak berkutik kalo di depan orang yang di cintai, kok bisa gitu yaa? Biasanya kalo sama cewek lain.. garang..”

Alvin mengangkat satu ujung bibirnya.”Sialan lo!! tapi... kayaknya memang diem jalan yang paling baik.. ”

Rio mendengus keras.”Kalo saran gue sih vin, lo gakbisa terus-terusan diem gini..."

Alvin mengangkat satu alisnya.

“.. Ya bisa aja kan.. si Ify keburu punya orang lain di hatinya.. takutnya ntar nasib lo bakal berakhir kayak gue, cinta bertepuk sebelah tangan. You know? Itu puitis, tapi nyakitin banget bro..”

Alvin terbelalak, lalu dengan mata yang masih melotot Ia menoleh ke arah Rio. Temannya ini, peka terhadap yang terjadi pada orang lain, tapi tidak yang terjadi pada dirinya.

“kenapa vin? Shock yee lo. tapi ini gue serius vin. Apalagi di sekitar Ify ada gue, gue khawatir Iman Ify semakin menipis, terus ntar akhirnya terjerumus pesona gue. ”

ASTAGA RIO! temannya ini benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya bicara seperti itu setelah semuanya sudah terjadi.”Mending lo ngurusin masalah lo deh yo, daripada sok-sok nyaranin gue.” sahut Alvin kesal.

Rio menautkan alis.” Lho kenapa? ada yang salah?”

Alvin memutar bola kesal. “ Tau deh, laper gue.”


*


“... Kamu yakin?.... Oke, kalo gitu, pesenin meja juga buat saya?.... Tepat di sampingnya...... Ya, saya tunggu info selanjutnya.....”  Klik.

Ify mematikan sambungan teleponnya, lalu menoleh ke kanan dan kiri, setalah memastikan keadaan aman, Ia memasukkan ponselnya lagi ke saku seragam. Meninggalkan tempat itu dengan berlari kecil dan waspada.

***


“kalo lo suruh milih, lo bakal milih siapa shill?”

Shilla menoleh, lalu mendengus keras. Saat ini dirinya dengan Agni tengah menghabiskan istirahat kedua di taman belakang sekolah mereka. ” Perlu banget gitu di tanyain? Ya jelas kak Gabriel lah.”

Agni memutar bola matanya, sebal. ” Yakin lo?”

Shilla agak tersentak, pertanyaan itu? apa dirinya sudah yakin, sebenarnya Shilla juga tidak tahu.

“ Yakin?” Agni mengulang pertanyaannya.

Shilla masih diam. melirik kesal pada Agni yang mempertanyakan hal itu. “ Tau deh ag, gue lagi males mikirin itu..”

Agni berdecak, “ Ah lo mah kebiasaan deh! selalu bilang males tiap ngomongin ini. Padahal kan harusnya lo jangan terus-terusan ngehindar gini shill! Karena, pada akhirnya waktu itu bakal dateng juga... waktu dimana lo harus milih salah satu dari mereka..”

Lalu diam. karena diam-diam Shilla memikirkan ucapan Agni.

Agni tersenyum lembut. Menepuk dua kali pundak kanan Shilla.” Dan.. meski gue pendukung Rio. Gue gak akan nyoba mempengaruhi lo buat milih Rio kok. Karena untuk kebahagiaan lo, ini harus bener-bener pilihan lo..”

Shilla mendongak, melihat Agni tersenyum Ia membalas senyuman itu.

“ Tapi gue cuma mau ngingetin nih.. Pilihlah, yang gak harus bisa selalu di terima nalar, tapi itu dari hati..”


***


Rio masih terduduk di tempat tidurnya. Masih betah memandangi foto berfigura seseorang yang saat ini begitu Ia inginkan, Ia rindukan.

Rio menarik nafas panjang. Terasa berat. Bahkan dadanya terasa masih sesak saat Ia menghela nafas. Diraihnya ponselnya dengan tangan kanan. Untuk beberapa saat, Rio hanya menatap layar ponsel itu, masih dicekam keraguan.

Rio menyandarkan tubuhnya dengan mata terpejam. Berusaha menenangkan diri. Betapa Ia gelisah karena sangat merindukan gadis manis yang padahal baru kemarin sore Ia temui setelah sekian lama tidak bertemu.

Ia tatap lagi ponselnya, rasanya tidak tahan ingin mengetik pesan singkat, yang setidaknya mewakili dirinya untuk menanyakan apakah gadisnya itu baik-baik saja. oh tuhan.. rindu ini begitu menyiksa.

..tok tok..

Rio tersentak, sedikit kesal Ia memerintah.” Masuk..”

Pintu kamar Rio terbuka, menampilkan Ify dengan gaun baby pink selutut dengan payet-payet berwarna biru di bagian pinggangnya. Tubuh langsing Ify terbentuk indah dalam balutan gaun itu. Cantik.

Rio memiringkan kepala, merasa takjub sekaligus heran. Ia taruh kembali photo cantik Shilla di meja kecil samping tempat tidurnya.

“ Belum mandi?”

Rio menoleh ke arah Ify yang menanyainya, lalu menggeleng. Ia melihat dirinya, bahkan dia belum mengganti baju seragamnya.

Ify berkacak pinggang, membuat gelang warna-warni yang Ia kenakan berkerincing karena saling bersentuhan.” Jorok banget.. mandi dulu deh.. terus dandan yang ganteng.”

Tidak beranjak dari duduknya, Rio memilih terus-terusan menatap Ify dalam kebingungan. ”Memang mau kemana sih?”

“mandi dulu sana! Ntar baru aku kasih tau..”


***


Shilla tidak henti-hentinya berdecak kagum melihat keindahan restaurant tempat Gabriel mengajaknya –ekhem- date. Menurutnya, meski tidak terlihat glamour tapi restaurant itu sangat unik. Ruangannya sangat besar, dan dalam ukuran tertentu di batasi pagar kayu setinggi pinggang. Dan di beberapa bagian, tergantung lampu kristal besar yang begitu menawan.

“Suka tempatnya?” sedikit terkejut, Shilla menoleh. Mengangguk semangat untuk menjawabi pertanyaan Gabriel sambil tersenyum bermaksud membalas senyuman pemuda itu.

“Ayo. Silahkan duduk..” ujar Gabriel lagi, kursi kayu berpita merah besar di bagian belakang kursi sudah Ia tarik sedikit menjauhi meja.

Shilla kembali mengangguk, menduduki kursi itu dengan perlahan, hanya sedang berusaha menciptakan kesan anggun. 

Di susul Gabriel, menduduki kursi lain di meja itu, tepat di depan Shilla.

“Malam ini.. kamu -ekhem- cantik banget Shilla.” ujar Gabriel tulus, matanya tak lepas menatap Shilla yang saat ini tengah tersipu. Gabriel harus mengakui, gaun yang Ia pesankan khusus untuk di kenakan Shilla malam ini terpasang pas di tubuh langsing gadis itu, membuat Shilla terlihat semakin cantik, semakin terlihat dewasa.

Setelah cukup lama menunduk dan diam. Shilla dengan gugup mengangkat sedikit kepalanya, curi-curi pandang. Dan saat tau Gabriel juga sedang curi-curi pandang kearahnya, Ia menunduk lagi dengan pipi yang sudah pasti merona.

Gabriel hanya tersenyum melihatnya, tak mampu memberi respon lebih karena sejujurnya ada yang berdegup tidak wajar dalam dadanya. Biarlah kesan tenang dan ramah ini menutupi segala kegugupannya.

“Kamu pesen makan aja dulu, ee.. kakak mau ke toilet dulu..” Gabriel segera berdiri dari duduknya, memberi senyum sekilas pada Shilla sebelum meninggalkan gadis itu.

FIUUUHH... Shilla menarik nafas dalam-dalam, lalu di hembuskan perlahan. Ia lakukan itu berulang-ulang, dengan ritme teratur. Jantungnya berdegup tidak karuan, panas di pipinya pun menjalar tidak wajar, sensasi ini benar-benar keterlaluan, ini terlalu menyenangkan.

“Hai Shilla..”

Meski sedikit tersentak. Dengan cepat Shilla mengangkat kepalanya. Lalu harus di buat ternganga melihat gadis cantik yang sekarang sudah berdiri di sekitar meja yang berada tepat di sampingnya. Meski baru beberapa kali bertemu dengan gadis itu, Shilla sudah sangat mengenalinya.

Baru Shilla membuka mulutnya untuk setidaknya mengucapkan “hai juga” untuk membalas sapaan itu, harus tertunda karena pemuda berjas hitam tiba-tiba muncul di belakang gadis itu.

“Meja kita mana? Yang i..... ” seperti baru menyadari kehadiran Shilla, pemuda itu menghentikan kalimatnya. Memilih untuk melanjutkannya dengan keterpanaan pada kebetulan yang aneh ini.

Dan seperti film yang sudah di setting, Gabriel muncul dan masuk dalam lingkup kecanggungan yang sebelumnya di ciptakan 3 orang yang saat ini masih saling pandang. Gabriel mengangkat kedua ujung bibirnya, menciptakan senyum yang di upayakan terbentuk seramah mungkin.”Mario, Alyssa, kalian makan malam di sini juga? bukankah ini kebetulan yang aneh?”

Tidak ada yang menjawab. Karena faktanya, mereka yang tidak tahu benar-benar merutuki kebetulan sialan macam ini.

“Semoga kehadiran kami tidak mengganggu kalian ya?” ucap Gabriel, sambil kembali menduduki kursi yang beberapa menit lalu Ia tinggalkan.

“Gak usah khawatir kak, kami akan sangat menikmatinya..” ujar Ify lembut, lalu sebelum Ia mendudukkan diri di kursinya. Ia menyempatkan diri untuk memberi Shilla sebuah senyum singkat yang hanya salah satu ujung bibirnya saja yang terangkat , senyum dengan frekuensi keangkuhan tingkat tinggi.

Shilla langsung menunduk, melihat dengan jelas senyum angkuh itu. Ia posisikan dirinya kembali menghadap Gabriel. Sekilas melihat ke meja sebelahnya. Dan.. Astaga.. Ia merasakan jantungnya berdegup sepuluh kali lipat dari biasanya. Bagaimana bisa pemuda itu saat ini duduk di kursi yang bersampingan dengan Gabriel, bukannya itu akan membuatnya tampak lebih jelas. Ya Tuhan.. apa lagi ini...

Gabriel melihat kearah Shilla. Melihat gadis itu menunduk dengan menggigit bawah bibirnya, Ia jadi khawatir.”Apa kamu ngerasa gak nyaman dengan ini?”

Shilla mengangkat kepalanya. Setelah tau Gabriel beraut khawatir seperti itu, Ia jadi tidak tega untuk mengatakan seujujurnya.”Enggak kak. Aku baik-baik aja..” jawab Shilla, Ia beri pemuda di depannya sebuah senyum sebagai bukti bahwa dirinya baik-baik saja.

Gabriel meraih tangan kiri Shilla, membawanya ke tengah meja, Menggenggam tangan itu lembut, setelah pandangannya bertemu pandang dengan Shilla, Gabriel memberi gadis itu senyuman terbaiknya.”Iya Shilla, kamu memang akan baik-baik saja. Ada kakak di sini.”

Ya tuhan.. ini benar-benar seperti mimpi. Tapi mimpi yang harus berhadapan langsung dengan kenyataan. Karena.. mimpi indah yang sudah siap membuat Shilla melambung, tapi kenyataannya pemuda lain yang juga ada di ruangan itu seperti menjeratnya. Seperti tidak mengizinkan Ia terjerumus ke sensasi kebahagiaan yang luar biasa.

Shilla lagi-lagi hanya bisa memberi Gabriel sebuah senyum. Lalu entah atas perintah siapa, matanya mencuri pandang ke serong kanan nya. Benar-benar sekilas. Karena setelah tau  pemuda di serong kanannya saat ini tengah menatapnya dengan intens, Ia menunduk lagi.

“..Kamu mau makan apa prince?” karena reflek, Shilla menoleh ke sumber suara, ternyata itu suara gadis cantik di samping kanannya yang sedang menanyai prince-nya. Eh.. Apa? Prince? Oh jadi mereka sudah punya panggilan khusus. Prince.. dan princess gitu? Issshhh. Itu gak cocok buat mereka. Mungkin akan lebih bagus kakek dan nenek sihir. Ck~

“Kamu udah nentuin mau makan apa Shilla?”

“....”

“Shill?”

“....”

“Shilla!”

“Ha? Ya kak? Kakak ngomong apa tadi?”

Gabriel tersenyum, lalu seolah tidak ingin membuat gadis itu merasa bersalah. Ia harus berpura-pura menganggap itu ‘bukan apa-apa’ dengan menyibukkan diri dengan melihat-lihat buku menu restaurant tersebut.

Shilla menggigiti bibir bawahnya, sudah terlanjur merasa bersalah kepada Gabriel karena seperti mengacuhkan pemuda itu. mengacuhkan? Memang benar-benar ada yang salah dengan otaknya. Shilla mengetuk-ngetuk dahinya beberapa kali, semacam ritual untuk membuat otaknya kembali bekerja sebagaimana mestinya.

“Maafin aku ya kak..” ujar Shilla akhirnya, penuh sesal.

Gabriel berpaling dari buku menu, menghadap ke Shilla. Memberi lagi Shilla sebuah senyuman.”Kamu belum laper?”

Meski dengan alis yang saling bertautan. Shilla menggeleng.

Gabriel lebih mencondongkan badannya kearah Shilla. Berkata dengan berbisik. “want to dance with me?”

Shilla lagi-lagi harus di buat tersipu. Lalu dengan malu-malu, Shilla menganggukkan kepala beberapa kali sebagai tanda setuju.

Gabriel berdiri dari duduknya, menghampiri Shilla. Setelah sampai tepat selangkah di depan Shilla, Ia berlutut. Mengulurkan tangannya, dengan harapan Shilla akan meraihnya.

Mau tidak mau, hal itu membuat Shilla tertawa renyah. Gabriel bertingkah bak pengaren yang hendak mengajak berdansa si tuan putri. Tanpa berpikir panjang, Ia terima tangan Gabriel. Lalu berjalan beriringan dengan pemuda itu menuju lantai dansa - yang saat ini sudah di isi beberapa pasang kekasih yang sedang berdansa.


***


Di balik buku menunya, Rio memperhatikan secara intens setiap gerak-gerik Shilla. Ia mendengus keras, baru menyadari betapa minimnya baju gadis itu malam ini. Dress bunga-bunga yang panjangnya Rio perkirakan tidak sampai selutut, apalagi tali dress itu hanya selebar jari kelingking. Membuat bahu mulus Shilla terlihat jelas dan.. itu memuakkan.

Rio menguatkan pegangannya pada buku menu yang di peganginya. Merasa sangat panas melihat adegan sok romantis yang di suguhkan oleh pasangan di sebelahnya. Cihh. Berlutut untuk meminta dansa bersama. Itu kuno tau!!

BRAAK. Rio menjatuhkan dengan keras buku menu tersebut ke atas meja. Begitu pasangan di sebelahnya saat ini -meski sangat kaku- sedang saling merangkul untuk berdansa bersama mengikuti iringan lagu di lantai dansa.

“Aku gak nafsu makan!” ujar Rio, matanya sampai merah karena terus-terusan menatap tajam  pemuda yang berani-beraninya mengajak gadisnya berdansa.

“Kenapa?” Ify menoleh, mengikuti arah pandang Rio. ”Gara-gara mereka?” tanyanya lagi, satu ujung bibirnya sudah terangkat untuk meremehkan pemuda di depannya.

Masih di penuhi amarah. Rio menoleh, menatap curiga gadis di hadapannya. ”Apa.. ini udah kamu atur fy?”

Ify lagi-lagi mengangkat satu ujung bibirnya.”Apa kamu ingin berterima kasih? “

Rio menajamkan tatapannya. Tidak mengerti apa yang telah meracuni pikiran Ify, hingga mengatur rencana sialan seperti ini.

“.. Mungkin.. karena aku udah repot-repot ngatur ini buat kamu?” ujar Ify lagi, matanya membalas tatapan Rio dengan tatapan tak kalah tajam.

Rio melengos,”Kamu gak perlu ngelakuin ini?”

Ify memiringkan kepalanya.” Kenapa? Bukannya ini harusnya buat kamu sadar?”

“Maksud kamu..?”

Salah satu ujung bibir Ify terangkat –lagi-, “Apa kamu bener-bener gak ngerti? Atau pura-pura gak ngerti?” Dengan perlahan, Ify menarik nafas sedalam mungkin, menghilangkan sesak yang mulai membuat dadanya nyeri. Ini sudah kamu persiapkan Ify, kamu bisa lebih kuat dari ini.

Di depannya Rio memilih diam, alisnya sudah saling bertautan. Jauh di dalam hatinya ada gejolak amarah yang sedari tadi coba Ia redam.

“Dia ninggalin kamu buat cowok lain, and see.. dia bahagia dengan itu. Dengan ninggalin kamu..” Rio menegang. Ucapan Ify tepat menancap di hatinya.

“Apa yang kamu lihat sendiri dari tadi kurang jelas? Atau apa ini sangat sulit buat di cerna otak kamu! APA KAMU GAK NGERTI JUGA!!! HA?” Ify tidak bisa mencegah nada tinggi yang tiba-tiba muncul dalam suaranya.

“fy..” Rio tidak bisa berkata apa-apa, hanya itu yang bisa keluar dari bibirnya. Ia terlalu terkejut dengan Ify yang ada di hadapannya saat ini.

Ify memejamkan mata, menarik nafas sedalam-dalamnya. Mengontrol emosinya yang menurutnya sudah berlebihan.

Ify berusaha sekuat tenaga menahan titik bening yang mulai menyeruak di sudut matanya. Suaranya kini jauh lebih pelan dan serak. “Kenapa? kenapa yo? Kenapa kamu mencintai orang yang gak mau kamu cintai? kenapa gak mencoba mencintai orang yang mencintai kamu.”

“fy..” Ya. Hanya sebatas itu yang bisa Rio lakukan. Ini memang benar-benar terlalu sulit di terima nalarnya.

Ify melengos, setitik air mata akhirnya menetes dari matanya.”Aku mau pulang..” Rio yang masih tidak mengerti apa-apa, reflek berdiri. Ify kesini bersamanya, sudah seharusnya pulang juga bersamanya, hanya itu yang terlintas di fikiran Rio.

“Gak usah, aku naik taxi aja.”

Rio mematung. Tidak terbiasa menerima penolakan dari Ify.  Ia biarkan Ify meninggalkannya. Melangkah ke babak baru yang untuk memikirkannya saja Ia tidak sanggup. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. ENTAH!!!

Rio terduduk lemas di kursi restaurant itu. Memijit kedua pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut kencang dan menyakitkan. Rio tahu, ada banyak mata yang kini tengah menatap ke arahnya.

Dan.. entah ini sudah di atur takdir atau bagaimana. Tepat di saat Rio mengangkat kepala, Shilla yang sepertinya akan kembali ke meja di sampingnya sedang melihat ke arahnya. Membuatnya harus berperang melawan godaan mata itu untuk selalu menatapnya.

Rio memalingkan wajah, Ia benar-benar belum siap untuk segalanya. Lalu sesaat sebelum Shilla dan Gabriel sampai ke meja yang tepat di sampingnya, Rio berdiri dari duduknya . Ia meninggalkan tempat itu. Dengan harapan, juga ikut meninggalkan kejadian beberapa menit lalu yang begitu membebani pikirannya. Begitu pahit.


**


Akhirnya, Shilla memutuskan untuk menyudahi dansa romantisnya dengan Gabriel ketika secara tidak sengaja Ia melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang duduk tepat di sampingnya seperti tengah terlibat percakapan sengit, lalu setelahnya tiba-tiba si gadis meninggalkan tempat itu dengan raut yang sepertinya sangat terluka. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Shilla juga tidak tau. Saat ini dirinya sedang berjalan beriringan dengan Gabriel menuju kembali ke mejanya.

Shilla sedikit tersentak, ketika secara tiba-tiba Rio mengangkat kepala dan bertemu pandang dengannya. Cukup lama, setidaknya cukup bagi Shilla untuk memikirkan bagaimana menyikapi saling pandang ini. Baru Shilla akan mengangkat kedua ujung bibirnya, bermaksud memberi pemuda itu sebuah senyuman manis. Pemuda itu sudah memalingkan wajah, dan detik selanjutnya dengan langkah cepat pemuda itu juga meninggalkan tempat itu.

"Well, sepertinya kita bisa melanjutkan makan malam kita sesuai dengan yang sudah di rencanakan?" Ujar Gabriel tidak bisa menutupi rasa senangnya.

Shilla tersenyum sekilas, lalu dengan penasaran Ia melirik ke arah kanannya, di mana meja yang tadinya sempat menjadi pusat perhatian para pengunjung restaurant.

"Ayo Shilla, kamu boleh pesen apapun yang kamu mau."

Seolah ingin melupakan pemikiran rumitnya itu sebentar, Shilla tertawa renyah."Yaya.. Aku suka tawaran yang kayak gitu.."

Gantian Gabriel yang sekarang tertawa. Lalu mengusap rambut Shilla penuh sayang.


*


Tidak butuh lama, keduanya sudah menghabiskan hidangan makanan yang sudah di pesan.

"Enak gak?"

Shilla meneguk air putihnya sekali lagi, mengangguk-angguk beberapa kali."Banget! Semua makanan di sini favorit deh pokoknya."

"Oya?" Tanggap Gabriel singkat, karena entah kenapa hatinya tiba-tiba berdegup begitu cepat. Dan mungkin itu juga yang menyebabkan keringat dingin mengalir deras di pelipisnya.

"Kak Gabriel kepanasan ya?" karena reflek, Shilla mengusap lembut keringat Gabriel dengan sapu tangan merah muda miliknya.

Gabriel semakin tidak berkutik. Apa yang sudah di latihnya 3 malam terakhir ini seperti tidak berguna di saat-saat yang seperti ini.

Shilla sudah menurunkan tangannya, membuat Gabriel sadar Ia benar-benar harus segera melakukannya, atau kesempatan ini tak lagi berguna.

Gabriel mengangkat dua ujung bibirnya, tangannya terulur untuk membelai wajah Shilla, menatapnya lekat. Meneliti setiap jengkal lekuk wajah Shilla, berharap menemukan alasan mengapa dia bisa begitu nyaman bersama gadis itu. Hampir 10 menit Ia hanya memperhatikan Shilla yang saat ini dengan malu-malu sedang menatapnya.

"Shilla.." Panggil Gabriel pelan.

"Ya?" jawab shilla cepat, degup jantungnya sudah tidak karuan.

"Aku mencintaimu...

Setengah mati Shilla menahan mulutnya agar tidak ternganga, entah apa lagi yang sedang terjadi saat ini.

Gabriel tersenyum lembut, Memahami ekspresi keterpanaan shilla. Tangannya terulur untuk menarik kedua tangan Shilla dan membawanya dalam genggaman kedua tangannya. Menatap mata bening gadis itu semakin dalam. "Ya aku mencintaimu.. Sangat mencintaimu.."

Ya tuhan.. Shilla harus mengakui Ia sudah tenggelam dalam tatapan hangat Gabriel. Dan mungkin itu juga yang akhirnya membuat otaknya tidak bisa berfikir harus memberi respon yang seperti apa.

"Apa kamu mau menerimanya? Mau menjaganya? Rasa tulusku ini... yang hanya untukmu?”

Sekujur tubuh Shilla menegang. Ya tuhan.. meski Ia selalu memimpikan hal yang seperti ini tapi percaya lah saat mimpi itu benar-benar terjadi, Ia tidak tahu harus melakukan apa. Otaknya seperti berhenti bekerja, bahkan rasanya Ia tidak bisa menjawab jika saat ini ada yang tiba-tiba menanyainya 1 + 1 hasilnya berapa?

Drrt drrt drrtt..

Astaga. Shilla sedikit terjingkat mendengar getaran ponsel -yang ternyata milik Gabriel, yang membuat pemiliknya sekarang berdiri dan permisi meninggalkan tempat itu untuk mengangkat telepon.

Shilla menghela nafas panjang. Diam-diam berterima kasih dengan siapapun itu yang baru saja menelpon Gabriel. Setidaknya itu memberinya waktu untuk mengetuk-ngetuk dahinya, agar otaknya bisa kembali bekerja.

“Shilla....” Astaga. Untuk kedua kalinya Shilla harus di buat terjingkat karena tiba-tiba Gabriel muncul di depannya dengan raut yang seperti penuh sesal. “ .. Sumpah! kakak nyesel atas ini.. Tapi kakak harus ke rumah sakit sekarang. Pasien kakak dalam keadaan emergency. Demi tuhan.. kakak mohon pengertian kamu shill..”

APA??? Akhirnya tuhan menunjukkan keadilannya pada shilla. Susah payah Shilla menahan sebuah senyum tidak berkembang di bibirnya. “iya kak. aku ngerti.. kakak fighting ya!!” ujarnya mencoba memberi semangat.

Gabriel tersenyum. “ Kakak benar-benar enggak salah mencintai kamu Shilla, dan ingatlah.. kakak masih menunggu jawaban kamu.“ Ia usap rambut Shilla sekali lagi. Shilla hanya membalasnya dengan sebuah senyuman.

Dengan buru-buru Gabriel menghampiri mobil silvernya yang terparkir rapi di halaman restaurant, dan Shilla mengekori di belakang. Gabriel menghentikan langkah, membalik badan menghadap ke Shilla.”Kakak udah mesen taxi buat kamu. Kabari kakak kalo kamu udah nyampe rumah. Dan... sekali lagi, kakak bener-bener minta maaf soal ini.”

“Udahlah kak, Aku gak papa kok, kakak hati-hati ya. Kakak pasti bisa..” ujar Shilla, memberi gabriel sebuah senyum dengan arti ‘shilla baik-baik saja’.

Gabriel mengangguk, memasuki mobilnya. Lalu benar-benar meninggalkan Shilla yang tiba-tiba merasa sekujur tubuhnya menjadi lemas. Berbagai gejolak emosi hari ini memang benar-benar menguras habis tenaganya. Dan benar saja! Sangking lemasnya, Saat Shilla akan melangkahkah kakinya, tubuhnya hampir jatuh. Untung saja ada tangan yang dengan sigap menangkap tubuhnya.

Are you OK miss?”

Mata Shilla terbelalak, merasa tidak asing dengan suara si penolongnya. Ia mendongak cepat, untuk memastikan tidak ada yang salah dengan indera pendengarannya.

“Ri..o..”

Rio menyeringai.”Berdiri!..lo berat kali. ”

Shilla mengerucutkan bibir, meski setelahnya Ia menuruti perintah Rio untuk berdiri.”Kenapa masih di sini?” tanya Shilla, tidak bisa membendung rasa penasarannya.

“Kenapa? apa gak boleh?”

Shilla mendengus, sangat tidak puas dengan jawaban Rio.”Eee... nungguin gue ya?” tanyanya lagi, tanpa basa-basi.

“Ha?” Rio menoleh, menatap Shilla yang saat ini sedang menatap jahil dirinya.”Enggak.. ini Cuma kebetulan aja kayaknya..”

Shilla menautkan alis. “Kebetulan?”

“Kenapa? ada yang salah? bukannya memang beberapa hari ini kita selalu ngalamin kebetulan-kebetulan yang... aneh dan nyebelin?”

Shilla mengangkat bahu, pura-pura tidak acuh dengan jawaban sekaligus pertanyaan Rio.

Diam cukup lama. Hingga akhirnya, masih dalam diam Rio melepas jas hitamnya, memakaikan di tubuh mungil Shilla. Bermaksud menutupi tubuh Shilla yang memang terlalu terbuka dengan dress berwarna purple itu. “ Lain kali, Gak usah pura-pura nyaman pake baju seminim ini yaa..”

Untuk beberapa saat, Shilla hanya mematung mencerna kejadian aneh yang baru saja terjadi. Merasa terpana sekaligus takjub dengan perlakuan yang cukup manis dari ... Rio.

Rio melipat tangan di depan dada, melirik Shilla sambil menautkan alisnya. “Lagian.. baju itu jelek buat lo.. lo jadi keliatan sepuluh tahun lebih tua...”

Oh.. astaga. Shilla benar-benar tidak habis pikir. Setelah membuatnya tersanjung, beberapa detik setelahnya bisa-bisanya pemuda itu terang-terangan menghinanya. Ini sangat menyebalkan.”Tapi kata Gabriel, gue cantik kok malam ini.”

Rio melengos.”Ya jelas aja, dia udah om-om gitu, selera nya kan tante-tante...”

Shilla melotot, menatap sebal Rio yang tanpa rasa bersalah mengucapkan kalimat itu dengan nada yang menyebalkan. AISSHHH.. pemuda penuh perintah ini. benar-benar keterlaluan!!

Shilla masih mengerucutkan bibirnya kesal, saat Rio tiba-tiba mengacak rambutnya lembut. ”Pulang sana! Itu taxinya udah dateng..” Rio menunjuk taxi yang baru saja memasuki pelataran parkir dengan dagunya.

Reflek, Shilla menoleh. Mengikuti arah tunjuk Rio. Sedikit menyesali kenapa taxi itu datang terlalu cepat.

Sekali lagi, Shilla menoleh ke arah Rio. Bibirnya membentuk sebuah senyum.”Thanks. udah mau nemenin..”

Rio balas senyum itu, dan hanya mengangguk untuk menjawab ucapan terima kasih itu.

Setelahnya, Shilla dengan langkah-langkah yang sengaja di pelankan menghampiri taxi bercat biru yang tinggal beberapa langkah darinya. Ada harapan aneh, yang menginginkan tiba-tiba Rio memanggilnya.

“Shilla..” deg. Jantung Shilla untuk kesekian kalinya berdegup lebih cepat. Dengan gerak cepat Ia membalik badan. Ingin segera mengetahui alasan apa yang membuat Rio benar-benar memanggilnya, mungkin pemuda itu ingin berkata.”Shilla, lebih baik kamu pulang bareng aku aja, aku nggak tega ngelihat kamu naik taxi sendirian malam-malam begini.”oh manisnya....

“Ngomong-ngomong, sepatu itu juga jelek buat lo..” GUBRAK. PEMUDA INI BENAR-BENAR SIALAN! Shilla kembali mengerucutkan bibirnya sambil melirik sebal sepatu heels setinggi 10 cm yang juga sudah di siapkan Gabriel untuknya.

“Karena.. ngeliat lo 10 cm lebih pendek dari sekarang, menurut gue jauh lebih cantik.”

Shilla menjulurkan lidah. Sekuat tenaga menahan diri untuk menyembunyikan rasa senangnya dengan perkataan Rio yang secara tidak langsung memujinya. Lalu, Ia segera menaiki taxi yang sudah menunggunya, karena khawatir rona merah di pipinya akan terlihat oleh Rio yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.

Rio memasukkan tangannya kedalam saku celananya. Melepaskan dengan senyum kepergian taxi yang membawa Shilla. Tiba- tiba Ia terkikik sendiri, mengingat tadi dia berbohong atas jawabannya. Karena faktanya, di sini Ia benar-benar menunggu.

Ia tidak pernah menyangka... Kejadian di dalam restaurant tadi benar-benar membuat dirinya pusing bukan kepayang. Maka dari itu, akhirnya dia memutuskan untuk menunggu shilla bersama ‘musuh’nya pulang. Ia ingin melihat shilla-nya itu sekali lagi, yang Ia pikir bisa membuat hatinya lebih tenang.

Dengan rencana awal, sudah cukup hanya melihat Shilla sebentar dari kejauhan. Tapi memang dawi fortuna tengah memihaknya, karena entah karena alasan apa ‘musuh’nya itu membiarkan shilla untuk pulang sendiri. Dan pertemuan singkat tadi..  benar-benar membuat Rio lebih baik. Dan semoga akan tetap baik untuk seterusnya.



To be continued....


6 komentar:

  1. Kakaaaa akhrnya d lanjut, smpe ikutan galau kayak rio nungguinnya. Sekarang kyknya shilla yg galau milih rio/gabriel trs si ify buruan ke laut aja deh ganggu yoshill aja dia, :D next part jgn lma2 y ka =)

    BalasHapus
  2. di tunggu ya kelanjutannya :) greget lah ceritanya

    BalasHapus
  3. Cepet lanjut yach :) gak sabar pengen baca kelanjutannya, keren banget ceritanya :) (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. thank you cantik. tungguin selalu ya hihihi dan sabar :P

      Hapus