Jumat, 18 April 2014

Kamu Untuk Aku : Part 24

Dan.. yang sebenarnya, akan baru dimulai
Saat tidak hanya diri sendiri menjadi alasan
Ada orang lain yang dengan sengaja menjadikan diri alasan

Pagi ini cerah, tapi sepertinya tidak dengan perasaan Shilla. Ia terlihat gelisah dengan berulang kali melirik jam tangan merah muda yang selalu ia pakai kemana-mana. Sudah hampir jam 7. Dan si pemuda yang sudah 1 minggu ini selalu muncul di depan pintu rumahnya, menampilkan senyum menyebalkan setiap ia membuka pintunya. Lalu akan mengantarnya tidak hanya sampai gerbang atau halaman parkir sekolahnya, tapi akan mengantarnya hingga ia duduk manis di bangku kelasnya. Astaga! Kamu Kemana Rio?

“Shilla... belum berangkat?”

Meski sedikit terkejut dengan kehadiran bundanya, Shilla menggeleng, akan membuka mulutnya tapi diurungkan. Tiba-tiba ragu untuk berkata “kak Rio belum jemput” karena pada kenyataannya tidak ada peraturan yang mewajibkan Rio untuk menjemputnya?

Seperti mengerti apa yang dipikirkan putrinya, Ina mendekati Shilla. “ Mungkin kak Rio lagi sibuk shill. Jadi gak sempet jemput kamu. Berangkat sanaa. Nanti telat.”

Shilla hanya mengangguk, mencium tangan ibunya lalu memilih mengikuti dan mencoba mempercayai yang dikatakan ibunya. Ia akan menunggu bus di halte yang berada di ujung gang rumahnya.

***

Gabriel menyipitkan matanya, lalu setelahnya membelalakkan mata. Dari sekian banyak kebetulan kenapa harus kebetulan yang seperti ini yang ia alami.

Entah sejak kapan, pegangan tangannya pada stir mobil menguat. Dia pun merasa tetes demi tetes keringat mulai melewati pelipisnya. Setelah semuanya terjadi apa yang sebaiknya dia lakukan untuk menghadapi kejadian yang seperti ini.

Gabriel tau, semakin lama ia berfikir semakin mempersempit jarak dengan sesorang yang ia lihat sedang berjalan kaki membelakanginya. Oh ayolah gab, apa yang kamu pusingkan? Kamu bukan lagi anak kecil.

Ciiitt. Gabriel menginjak rem mobilnya, membuat mobil teRios silver itu berhenti agak mendadak. Tepat disamping si pejalan kaki itu.

Setelah jendela kaca mobilnya terbuka, ia bisa melihat ekspresi terkejut yang diam-diam ia rindukan. Gabriel mengembangkan senyum, “Selamat pagi.. “ begitu sapanya.

Seseorang itu melongok bingung. Lalu terlihat menelan ludah satu kali.

Membuat Gabriel kembali tersenyum, kali ini karena geli melihat tingkah orang itu. “Mau sekolah kan? Bareng kakak yuuk. .”

“ha?”

“ayuukk. Entar keburu telat lho..”

“ eh..” dengan gelisah orang itu melirik jam tangan merah muda yang dikenakan.

Gabriel tersenyum sendiri, menggelengkan kepala. Ia keluar dari mobil, menghampiri gadis berkuncir 2 yang masih berdiri di samping mobilnya. Ia bukakan pintu penumpang, mendorong pelan gadis itu. “ Jangan kelamaan mikirnya shill.. atau kamu bakal bener-bener telat.”

Shilla mengangguk sekali. mengikuti perintah Gabriel. Dan kini dia sudah duduk di bangku penumpang.


*


“kakak.. apa kabar?”

Dengan satu kalimat itu, Gabriel menegang. Suara itu masih sama, masih terdengar lembut, membuatnya tenang.

Tidak mendapati jawaban, Shilla menggigiti bawah bibirnya. Kembali merasa canggung. Ia berdehem sekali, akan kembali mencoba. “Darimana kak? kok ada disekitar sini?”

Gabriel mengembangkan senyum, mengulurkan tangannya untuk mengusap gemas puncak kepala Shilla. “ masih bawel ajaa..”

Shilla merengut, meski setelahnya ia ikut tersenyum. senyum yang tak berkurang keindahannya sedikit pun.

Dan.. Gabriel melihatnya, senyum yang begitu tulus dan pipi bersemu yang selalu menyertai setiap kali senyum itu muncul. Gabriel menghela nafas, dia tau, dia sudah kalah dengan cintanya.

***


Suara ruangan itu begitu hening, hanya terdengar suara desahan nafas yang semakin berat si pemilik ruangan. suasana hati pemilik ruangan itu sedang sangat buruk, ini hari keduanya di kurung di kamarnya sendiri. Baru hari kedua tapi rasanya sudah sangat lama.

Ia tendang kursi putih yang selama ini ia gunakan ketika belajar, lalu seperti belum cukup emosinya tersalurkan guci besar di salah satu sudut kamarnya menjadi sasaran. Ia tendang guci itu hingga hancur, seperti dirinya. IYA. Dia memang sedang hancur berkeping-keping.

“MaRio! Apa yang terjadi? Apa yang kamu lakukan? Buka pintunya nak!!”

Rio mendengus, dia bersyukur mengunci pintunya dari dalam. Biar sekalian puas orang yang sudah mengurungnya. Lalu tanpa menghiraukan teriakkan khawatir itu, Rio beringsut ke bed kingsize miliknya. Dengan posisi tengkurap ia menutupi kepalanya dengan bantal, sebagai bentuk usaha agar tak mendengar teriakkan apapun dari siapapun. Ia memilih untuk kembali tidur.

**

“... ini tetap saja keterlaluan Zeth, pikirkan lagi hukumanmu untuk Rio, lagipula kamu belum mendengar penjelasan darinya.”

Zeth tak bergeming. Setelah cukup lama diam, ia menoleh, menatap Manda –istrinya-. “ untuk apa? jika saya sudah tau kebenarannya? Lagipula belum tentu dia menjelaskan kebenaran.”

Manda menghela nafas berat, dia nekat memprotes suaminya yang selama ini ia turuti kemauannya. Kekhawatirannya memuncak begitu mendengar kegaduhan dari kamar Rio pagi tadi. Ditambah pintu kamar anaknya itu kini tak bisa dibuka dari luar.

Setelah beberapa menit hanya diam, Manda memandangi Zeth penuh permohonan. “ Untuk mengetahui alasan dia melakukan sesuatu yang bisa kamu ketahui itu Zeth. Alasan yang dari dirinya, yang ada dihatinya? Apa kamu tidak ingin tau? Apa kamu juga bisa tau dengan sendirinya. “

Manda diam sebentar. Memejamkan mata, dan airmatanya luruh. “ jika iya. Beritahu aku. Aku juga ingin tau apa sebenarnya diinginkan anakku. Karena aku tidak tau.. dan aku sangat ingin tau.“

Zeth menatap istrinya dengan bersungguh-sungguh. Ia mengalihkan pandangan, tidak ingin luluh dengan airmata itu. karena keyakInan yang ia lakukan adalah yang sebaiknya. “ Sudah jelas dia hanya bermain-main. sudahlah Manda, keputusan saya sudah bulat. Tidak ada yang bisa merubahnya hingga dia mengakui kesalahannya.”

Zeth lalu pergi. Karena dia tidak yakin keyakInan itu akan bertahan lebih lama lagi. Dia mengaku, dia menghindar.


***


“.. jadi apa yang sebenernya terjadi? Kok bisa lo ke sekolah dianter kak Gabriel? Kemana kak Rio lo? dan kenapa lo keliatan mikir mulu dari tadi? Kenapa?”

“huh..” Shilla mendengus dan menekan kepalanya dibawah lengan. “Gue juga gak tau ag?”

Agni berfikir sejenak.” Kok bisa? Gak tau gimana? ”

Shilla mengangkat kepalanya, meniup frustasi poninya sekali. “kok tiba-tiba gue kangen Cakka ya.” Shilla langsung berdiri. “ Nyamperin Cakka yuk ag.. “ ajaknya.

Agni memicingkan mata. Ia mencekal tangan Shilla. “ Kali ini lo gak bisa kabur. Lo harus cerita. Atau persahabatan kita cukup nyampe disini. Buruan cerita!” Agni menghentakan tangan Shilla, melipat kedua tangannya di depan dada sambil merengut hebat.

Huh. Shilla ikutan merengut. Jika Agni sudah mengancam dengan membawa-bawa  persahabatan seperti ini, Shilla memilih mengalah. Ia duduk lagi di tempatnya.

Shilla menceritakan kejadian yang di mulai siang kemarin ketika dia sedang belajar bersama Rio di cafe depan sekolah, lalu para bodyguard Rio yang tiba-tiba datang dan memaksa Rio untuk pulang, dan setelahnya Rio hilang kabar sampai pagi tadi. Bahkan pemuda itu juga tidak datang menjemputnya seperti biasa, jadi akhirnya dirinya memutuskan untuk berangkat dengan bus, dan ketika dalam perjalanan menuju halte bus, entah darimana datangnya Gabriel datang bak malaikat yang menawarkan diri untuk mengantarnya.

“.. oh gitu ceritanya..” Shilla dan Agni terjingkat. Mereka yakin suara cempreng nan centil yang menyerobot di sela percakapan itu bukan berasal dari salah satu mereka.

“ eh busyet Dea! Nguping ye lo! “

“ ih apaan sih Agni.. su’uzon deh! Gue gak sengaja denger kali.. makanya kalo curhat kalo gak mau di denger orang lain di sono noh di WC berduaan.”

Shilla yang emosinya sedang tidak stabil, berdiri, menggebrak meja. “udah deh de, itumah akal-akalan lo aja. Bilang aja lo nguping buat lo sebar ke seluruh penjuru dunia. Dasar biang gossip lo..”

Dea melengos jahat.” Elah, shill, korban di campakkan aja belagu lo.”

Shilla nampak berfikir sebentar.”Maksud lo?” tanyanya tak mengerti.

Dea tertawa sinis. Melipat tangan di depan dada. “ Pura-pura gak ngerti lagi lo?”

Shilla tidak menyahut. Perdebatan Ini hampir tidak penting. Meski diam-diam dia penasaran dengan apa yang sebenarnya dimaksud Dea.

Dea melengos. “ Gak ngerti juga lo? jadi begini ya tuan putri aShilla, lo kan yang bilang sendiri si maRio lo itu hilang kabar setelah di jemput para bodyguardnya. Well, itu udah jelaslah, itu suruhan keluarganya yang nganggep lo orang kumuh bin miskin gak akan pernah Pantes bersanding dengan pengaran mereka...”

“Eh ati-ati tuh mulut ya kalo bacot!!” Agni sudah menghantam Dea dengan pukulannya, jika Shilla tak menariknya untuk mundur.

“ Gue ngomong kenyataan kaliii.. cocokkan juga gue kali ya, meski gak sekaya Rio, seenggaknya gue gak miskin kayak lo”

Shilla tidak tahan, ia maju selangkah.

PLAK! Dea langsung diam, mengelus pipinya yang di tampar dengan begitu keras. “ Kurang ajar lo..” teriak Dea emosi.

Dea mendorong tubuh Shilla, hingga Shilla terjengkang jatuh.

Shilla tau sekujur punggungnya terasa sakit karena menabrak meja saat Dea mendorongnya. Tapi semua rasa sakit itu belum ada apa-apanya dibanding sakit di hatinya. Karena diam-diam dia memikirkan perkataan Dea, dan sangat sakit membayangkan jika apa yang dikatakan Dea adalah benar. Dia menangis. Dan dia sadar cintanya untuk Rio sudah begitu dalam.

Dan perkelahian itu berlanjut. Antara Dea dan Agni.


***


“... kok bisa sih ag?” Cakka mondar-mandir di depan Agni yang sedang duduk sambil melihat lebam dipipinya melalui cermin kecil yang selalu ia bawa.

“ Ya bisa.” Jawab Agni tak acuh.

“ Lo kapan tobat sih?”

“ Tauk! Gak bisa tobat kali.”

“ Ag!” Cakka merampas cermin yang dipegangi Agni, membuat Agni langsung menlihat kearahnya.” Serius dulu dong. Lo gak bisa gini terus.”

Agni mendesah, menyandarkan tubuhnya di bangku taman sekolahnya. Begitu keluar dari ruang BK, Cakka langsung menyeretnya hingga ke tempat ini. “ Ya terus gue mesti gimana?”

Cakka mendengus. “ Ya gimana kek? di rubah jadi lebih baik gitu?”

Agni berdecak.” Apanya yang dirubah jadi lebih baik? Teknik berkelahinya gue?”

“Ag!” tegur Cakka.

Agni malah tertawa.

Membuat Cakka semakin kesal.“Terserah deh ag! Lo emang gak bisa ya di omongin! Sekarang terserah lo mau jadi preman kek! Mau jadi brandalan kek! TERSERAH!”

Tiba-tiba tubuh Agni menegang. Terserah? “ Yaudah, berarti masalah beres kan?” sahutnya datar.

“IYA beres! Kalo lo gak bawa-bawa Shilla!”

Agni tau, hatinya mulai mendeteksi akan adanya pesakitan.

“ Lo tau sendiri kan ag? Shilla gak pernah bikin masalah nyampe dihukum begini? Dan sekarang lo malah bikin Shilla di skor bareng lo! Kasihan Shilla ag! Gimana kalo dia dimarahin bundanya?”

Air mata Agni sudah siap tumpah, karena sakit dihatinya ini tidak ada tandingannya.

“Iya. gue Cuma bisa bikin onar, bikin sahabatnya di hukum. Gue.. bukan siapa-siapa.”

Ada yang tidak beres. Memang Agni mengatakannya dengan menunduk, Tapi Cakka bisa tau suara Agni bergetar, tubuh mungilnya berguncang. Agni menangis. Kenapa?

“Ag?” panggilnya lebih lembut.

Agni menepis tangan Cakka yang akan menarik tangannya. Dia mendongak, menatap tajam mata Cakka, dengan matanya yang penuh dengan air mata. “ jadi Cukup kka! Lo juga bukan siapa-siapa untuk repot-repot ngurusin hidup gue!”

Agni pergi, meninggalkan sejuta tanya. Membawa bersayat-sayat luka dihatinya.


***


Shilla sudah siap menyegat Agni yang berlari kearahnya, sebelum tau bahwa Agni sedang berlari sambil menangis. Shilla mematung, tiba-tiba kaku untuk berteriak menyebut nama Agni untuk membuatnya berhenti. Ia biarkan Agni melewatinya begitu saja.

Setelahnya, “.. Ag, berhenti ag..” teriak Cakka, terlihat panik mengikuti Agni.

Dan Shilla baru sadar, ada yang sedang tidak beres. Dia memutuskan untuk mengikuti dua orang sahabatnya itu berlari.

Shilla bisa menangkap kejadian demi kejadian, saat Cakka menghampiri Agni yang sudah masuk ke mobil yang menjemputnya. Lalu tak berapa lama, mobil Agni pergi.


*


Cakka mengusap rambutnya, terlihat prustasi. Hampir 10 tahun Cakka berteman dengan Agni. Dan percayalah, ini pertama kalinya dia melihat Agni menangis. Dan itu membuat hatinya tak tenang, ia tidak suka.

“Cakk..”

Cakka mendongak cepat, lalu mematung untuk beberapa saat. “Shil-la...”

Shilla menarik tangan Cakka.” Cerita di basecamp deh. “ ajaknya, Shilla hanya tidak ingin kejadian pagi tadi terulang. Dia hanya sedang belajar dari pengalaman.

*

“.. Lo keterlaluan cakk, lo tau apa? gak harusnya lo bilang gitu ke Agni sebelum tau ceritanya!”

Cakka menghela nafas, dia sudah tau, Shilla pasti akan ikut memarahinya, menyalahkannya. Apa ini memang sepenuhnya salahnya? Lagipula sampai sekarang dia juga tidak tahu kenapa Agni bisa semarah itu... hingga menangis. “ Gue cuma mau Agni jadi lebih baik aja. Gue gak ada maksud lain/ “

Shilla menajamkan matanya, masih tidak terima dengan alasan Cakka. Emosinya langsung meledak begitu Cakka menyelesaikan ceritanya. “ Ya tapi gak gitu cara nya cakk. Lo gak bisa nyalahin Agni. Ini sama sekali bukan salah Agni. Lo kekanak-kanakan tau gak cakk, lagian gue gak pernah kan nyuruh lo buat ngomong gitu ke Agni..”

“ Gue cuma peduli sama lo !”

“Ya iya. Memang lo gak peduli sama Agni? Peduli juga kan? Kita kan sahabatan udah lama, ya memang harus saling peduli.. ”

“ Iya. “ potong cakka. Mungkin sekarang waktunya, pikirnya.”  Gue memang peduli sama lo dan Agni. Tapi Gue cinta sama lo dan gue gak cinta sama Agni.”

Shilla ingin menyahut untuk meminta penjelasan, tapi lidahnya kelu. Hatinya mulai sakit karena terpaksa harus mengerti maksud dari semua ini. Persahabatan antara perempuan dan laki-laki tidak bisa selamanya akan jadi sahabat. Dulu Shilla berkoar-koar yakin akan mematahkan statmen itu, tapi ternyata salah satu pelakon persahabatan ini kalah. Cakka sudah terlanjur mencintainya.

“shil-la.. aku minta ma-af. Tapi aku bener-bener cinta kamu, udah dari dulu.”

Cakka maju beberapa langkah menghampiri Shilla, tangannya terulur bermaksud mengangkat wajah Shilla yang menunduk.

Shilla yang menyadarinya, langsung mundur. Ia memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, menatap langsung mata Cakka yang Shilla akui memiliki keteduhan yang menenangkan-tapi tidak untuk kali ini-. Entah kenapa, emosinya kembali meledak, perasaannya kali ini mungkin sama sakitnya dengan dikhianati sahabat sendiri.

Shilla mengangkat sebelah tangan dan melayangkan tamparan keras pada pipi kanan Cakka. “gue kecewa sama lo..”

Shilla langsung pergi dengan berlari. Ia tidak pernah menyangka semua ini benar-benar terjadi. Setelah kehilangan Rio, ia kehilangan Cakka. Ia tidak pernah mengharapkan semua ini, memimpikannya saja tidak.



 To Be Continued....



4 komentar:

  1. Keren deh. tapi rada gak maksud pas take'nya Rio :D
    itu Rio kenapa ?? Ayahnya kenapa ngurung ?? Please di describe lebih lanjut yah ^^
    .
    sebelumnya, sorry banget yah baru comment disini :D
    semangat buat nulis :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu udh dijelasin di part 23 kayaknya.
      dipart 23 rio dihukum buat gak boleh keluar dri kamar gtu, yg dia abis di jmput pas lgi bljr breng shilla gtu, dan di part ini nyeritain dianya yg lg dikurung. cba di sangkut2in hihihi

      Hapus
  2. GA suka sama ify...pasti dy y lapor ortunya rio dehhh...ckckckckck...bru jg jdian...udah kepisH aja si rio ama shilla..huhuuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. busyet suuzon kamu sama ify :3 cuma cerita lho, jangan terpengaruh hingga kedunia nyata yessh :D

      Hapus