Sabtu, 03 Maret 2012

Kamu Untuk Aku (part 3)

Rio lagi-lagi memukul bagian tengah stirnya, lalu mengacak rambutnya yang memang sudah acak-acakan. Pusing sendiri memikirkan kenapa ia tadi bisa salah memilih jalan yang akan di lalui untuk mendatangi acara sahabatnya. Manalagi, sore itu rio mengendarai salah satu mobilnya yang terbilang tidak tepat untuk menerobos kemacetan yang di dasari sore itu waktu jam para karyawan pulang dari kantor. Mobilnya itu.. terlalu besar.

Rio menghela nafas. Letih. “sudahlah, percuma mau gue mencet nih tlakson nyampe jebol juga..” pikirannya mulai benar-benar pasrah. Dia putus asa. Kecuali, jika tuhan memberinya keajaiban.

Rio mengedar pandang. Merasa tidak ada yang bisa ia kerjakan. Yang dia lihat. Di Depannya, mobil jazz merah yang depannya lagi truk. samping kanannya, mobil berlalu lalang dengan arah yang berlainan dengannya. samping kirinya, mobil kijang tua dan dengan jalan yang sedikit sela di samping mobil kijang tersebut di gunakan beberapa pengandara motor dan sepeda untuk mencoba menerobos macet. Dan heii.. sepertinya rio mengenali gadis dengan sepeda merah di serong kiri depannya, tepatnya samping truk depan mobil jazz depannya.

Rio tersentak juga. saat dia membutuhkan keajaiban, Gadis itu lagi. Pembawa keajaiban kah gadis itu untuk dirinya. “Itu mungkin saja, dengan rio ikut gadis itu mengendarai sepeda berarti kan bisa menerobos macet, dan itu keajaiban..” pikir rio penuh khayal lalu tersenyum tipis, tak di pungkiri ia mengingat terakhir kali mereka bertemu, sekitar 3 hari yang lalu. Berujung dengan dendam membludak di hati rio. Tapi kini, rasanya dendam itu sudah terlupa begitu saja. Malah yang ia rasakan kini hasrat yang begitu hebat untuk segera menghampiri gadis itu. entah untuk apa? hanya ingin saja menghampiri gadis itu. dan sebuah kejadian akan segera terjadi.

Rio kembali tersenyum. Kali ini tersenyum lucu. Otaknya tak henti-hentinya memutar memori rio bersama gadis itu. dan itu terasa lucu begitu saja untuk rio. Dengan gerak lincah rio mengotak-atik iphone apple nya, lalu menempelkannya di indra pendengarannya.

“hallo.. ambil mobil saya, kena macet di jalan , saya tidak terima penolakan atau ketidaksanggupan..”

tanpa basa-basi dan penuh perintah, rio seperti tak mengizinkan lawan bicaranya yang merupakan salah satu supir keluarganya. Rio segara menutup sambungan telephonnya. Dan dengan semangat turun dari mobil jeep New Dodge Journey 2.400 cc besarnya tidak lupa kacamata hitam besar bermerk american sudah bertengger di hidung bangirnya. Tampan dan keren.

Dengan langkah cepat dan panjang, rio menyelip di antara kendaraan yang tak beda jauh nasibnya dengan nasib kendaraannya yang terjebak macet untuk mencapai tempat gadis dengan ikatan rambut acak-acakan yang di lihatnya dari dalam mobilnya tadi, yang memang sedari tadi belum beranjak dari tempatnya yang tadi. Mungkin belum dapat kesempatan untuk menerobos.

“Nyet....” si gadis dengan baju terusan bunga-bunga lusuh itu yang ternyata tengah fokus dengan jalanan dengan reflek mendorong keras pemilik suara yang tiba-tiba muncul dari samping kanannya. Dan tak di sangka dorongan itu terlalu kuat dan membuat si pemilik suara yang ternyata laki-laki itu membentur keras truk di sampingnya.

Dengan meringis merasa kesakitan, rio-pemilik suara- protes. ”sakit nyet....”

Shilla yang tadinya sempat ternganga-terkejut melihat akibat perbuatannya- Dan sangat amat merasa bersalah. yang semula bermaksud mengucap kata maap, segera mengurungkan niat sesaat setelah melihat siapa korbannya?, meski di hati terdalam ada rasa tak enak juga, karena dia yang salah. Tapi tetap saja, korbannya itu terlalu menyebalkan untuk di mintai maaf.

“makanya jadi orang jangan kayak setan, tiba-tiba nongol...” shilla tak ingin di salahkan,

Rio kembali tersentak. Gadis ini selalu begini. “Terbiasalah rio...” rio bertekad kuat dalam hati.
Rio kembali meringis, kali ini sengaja di lebai-lebaikan olehnya. “kayaknya patah deh bahu gue. Mati rasa....”

Shilla ternganga dengan mata bulat melebar, kali ini tak di tutup-tutupi lagi olehnya. Dan rio, dia tengah tertawa menang dalam hati. “Asyik deh ngerjain nih cewek...”pikirnya jahat.

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut shilla, rio kembali melanjutkan aksi isengnya.”pleasee... bawa gue ke rumah sakit...”

Shilla tersentak kali ini, patah tulang benar kah pria songong itu. apa yang harus shilla lakukan?. “emm,. Anu.. ck..” shilla dengan rasa takut dan kebingungan, tak tau harus berucap apa?. Dan akhirnya memutuskan untuk tetap ketus- gaya andalannya­-, mencoba menutupi rasa takut dan gelisah nya.”lo jangan lebai deh!!! Lo kan Cuma nabrak truk, bukan truk nabrak lo!!!”

“tapi gue serius...” ternyata rio tak terlalu buruk merubah ekspresi mukanya menjadi seseorang yang nampak lemas karena kesakitan yang begitu sakit, dan itu membuat shilla mau tak mau mulai percaya dengan apa yang di ucapkan rio.

“emm, ok ok.. gue bakal tanggung jawab. Tapi, gue gak mampu kalo mesti ke rumah sakit...” shilla menunduk dalam setelah mengucapkannya. Dia bukan malu, bukan. Dia hanya tengah berharap belas kasih dari pria sengak di hadapannya agar dia mau menerima tawarannya. Karena shilla tidak ingin di anggap sebagai seorang yang tidak bertanggung jawab.

Rio yang tadinya senyum miring meremehkan alanya, akan kemenangannya. Tak lagi menampakan senyumnya. Dia jadi tak enak sendiri, entah untuk dasar apa? Dalam hati, menjerit “maaf..”

“emmm, oke.  Gue terima apapun bentuk tanggung jawab lo. Yang penting lo tanggung jawab.” Shilla dengan cepat mendongak, dengan senyum tipis mengucap pelan kata “thanks..”, bahkan mungkin rio tak mendengar nya karena ucapannya mungkin hanya berbentuk gerakan bibir saja. Tapi percayalah, rio melihat gerakan kecil bibir itu dan dia paham. Dalam hati ada rasa yang membuncah, bangga.

*


Kedua muda-mudi itu diam, di salah satu bangku cafe berkelas di jakarta. Si muda dengan ekspresi tenang dan si mudi dengan wajah penuh tekukan. Si muda sesekali menyeruput coffe pahitnya santai dan si mudi tak meminum milk coffe nya malah lebih tertarik mengaduk kasar cangkirnya, hingga menghasilkan dentingan-dentingan yang cukup untuk memekikan telinga. Berbeda sekali aura yang di pancarkan dari keduanya.

“bisa lebih santai kali ya fy ngaduknya. Pecah juga ntar gelas orang.” Si muda menimpali sebal mendapati ify-si mudi- bukannya menghentikan kegiatan mengaduk milk coffenya karena sudah mengundang perhatian, malah semakin keras mengaduk. yang tak di pungkiri semakin banyak mengundang perhatian pengunjung cafe tersebut.

“rio mana deh vin!!! Kita udah nunggu hampir 1 jam ini...” ify berucap melenceng dari pembicaraan alvin-si muda-, dengan semakin memajukan bibirnya.

Alvin tersenyum lucu, lalu secara spontan mengacak rambut ify lembut. Tidak tahan juga melihat ekspresi merajuk ify. Itu sangat menggemaskan, bagi alvin. Lalu berujar santai,”elo kayak baru kenal rio kemarin aja deh fy”

“ya gue tahu, dia jam indonesia banget. Tapi jangan di keadaan kayak gini, di acara perayaan kemenangan gue lomba piano se-jabodetabek gitu loh. dia kesannya gak peduli gitu vin ma gue yang lagi seneng, padahal itu kan sesuatu banget buat gue vin...”

“sabar neng, kena macet kali dia..”

“issh, basi banget alasannya. Gak mati sekalian.!!”

Alvin tidak menanggapi, bukannya tak ingin. Tapi dia tengah memikirkan dia harus menanggapi bagaimana. Mencoba tak acuh, atau memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.

“yakin rela rio nya mati?” alvin berucap biasa saja, tanpa makna yang berarti.

Tapi nyata nya kata-katanya itu membuat ify nampak berfikir keras, lalu di susul dengan pipinya yang bersemu merah kentara. Tertangkap jelas di mata hitam alvin. Dan itu lah.

“coba lo telpon...” tak mendapat tanggapan berupa ucapan dari ify pada ucapan sebelumnya, alvin kembali membuka suara.

“males.. lagi keki.”

“ya di sms, kalo males telpon..”

“Males juga, takut bikin jempol gue pegel gara-gara sms dia...”

“ck, sini sini gue smsin..” alvin menyambar begitu saja HP ify yang tergeletak tak berdaya di dekat cangkir milk coffe ify. Meski sempat kaget dengan gerakan tiba-tiba alvin mengambil Hpnya. Ify membiarkan alvin mengotak-ngatik Hpnya. Pasalnya ify juga menunggu kepastian dari rio.

“fy, kontak rio apa deh namanya,, kok gak ada...” alvin menautkan kedua alisnya kebingungan.

“eh, ada kok...” ify refleks merampas kembali Hp birunya dari tangan alvin. Alvin masih dengan tampang bingungnya.

“memang apa namanya? Rio? Gak ada. Mario? Gak ada. Stevano?.... Aditya?..... Haling?.... Mario stevano aditya haling?..... MSAH?.... prince?.... putra mahkota? Gak ada juga. Gue cari nyampe atas  nyampe bawah juga gak ada nama kontak yang berbau rio.”

“lo nya aja yang gatau, ada kok. Ini udah belum smsnya. Gue kirimin nih kalo udah...” ify mengalihkan pembicaraan dan langsung menekan tombol deal untuk mengirim tanpa membaca sms yang di ketikan alvin sebelumnya, karena sibuk mengontrol degupan jantungnya membuatnya tidak fokus.

To : my guardian angel
Yo, gue galau nih nungguin lo..
Buruan kesini napa? u.u

“alvin.... gue gak galau!!!!” alvin seketika tertawa berbahak mengetahui ify ternyata tak sadar dia mengirim sms seperti itu, dan sadar ketika sudah terkirim.



*



Dan di sini, rio dan shilla sekarang. Di taman pinggiran kota yang sama dengan taman yang mempertemukan keduanya beberapa hari yang lalu. Tadi shilla yang mengajak, dan taman itu menjadi pilihan shilla untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Yang di karenakan memang taman itu tidak terlalu jauh dari tempat kejadian tadi.

Keduanya diam. Tak ada yang berinisiatif membuka pembicaraan atau sekedar memecah keheningan sedikit pun. Hal itu sudah terjadi, dari sejak perjalanan mereka menuju taman di mulai sampai kini mereka sudah duduk di salah satu bangku di bawah pohon besar. Kita lihat saja? Sampai berapa lama kedua anak manusia itu bertahan di keheningan yang mereka ciptakan.

“emm, sini gue liat bahu lo...” dan ternyata shilla yang sudah tidak tahan, dia dengan cepat memecah keheningan. bukan nya apa apa, Dia hanya malas akan berduaan dengan pria di sampingnya ini lebih lama lagi. Karena takut-takut akan membuatnya mudah emosi. Kurang lebih begitu yang ia pikirkan sebelum akhirnya memutuskan untuk berbicara.

Rio yang tengah menatap kosong pemandangan di hadapannya, tengah memikirkan hal-hal yang tak penting untuk di pikirkan. Menoleh ke arah kanannya menatap shilla yang terlihat mengigit bawah bibirnya, ragu. Lalu segera mengangkat kaos lengan kanannya untuk menunjukan bahunya pada shilla, sesuai permintaan shilla.

“biru kan? “ rio memotong cepat sebelum shilla mengucap satu patah kata pun. Dan itu cukup untuk membuat emosi shilla mulai naik. “mau tanggung jawab apa lo?” rio kembali berujar, dan kembali emosi shilla di naikkan.

Setelah menghela nafas, mencoba meredam emosinya. Shilla berucap penuh penekanan yang tertahan. “ tunggu! Bentar!..” dengan cepat shilla berdiri dari bangku taman itu, namun tiba-tiba tak kalah cepatnya rio mencekal tangan shilla yang membuat shilla seketika menoleh menghadap rio.

“mau kabur kan lo...??” dan lihatlah rio, tak sadarkah dia jika setiap kalimat yang ia ucapkan menaikan dengan cepat tingkat emosi shilla.

Shilla kembali menghela nafas, kali ini lebih panjang, lebih dalam. Sebelum akhirnya menjawab..”lepasin, karena gue bukan tipe orang yang lari dari tanggung jawab...” dan berakhirnya kalimat shilla, tangan rio yang mencekal kuat pergelangan tangan shilla merenggang perhalan hingga akhirnya terlepas.

Tidak butuh waktu lama, shilla yang tadinya pergi meninggalkan rio. Kini sudah kembali, dengan menenteng es batu di tangan kanannya. rio tidak menampakkan reaksi apapun, masih dengan tatapan kosong dengan ekspresi menyebalkannya.

Dan setelah sampai. Tanpa menyia-nyiakan waktu, shilla tanpa permisi langsung menghantamkan pelan es batunya kebagian bahu rio yang memar kebiru-biruan.

Meski sudah berusaha pelan, ternyata rio reflek terjingat juga dengan hantaman es batu di memarnya. Mungkin akibat kaget, karena gadis itu melakukan dengan tiba-tiba dan memang dirinya sedang tidak fokus.”sakit woi, permisi dulu napa...”

“kata guru PMR gue, memar bisa di ringanin dengan di kompres es..” shilla menjwab ketus dan tak ada sangkut pautnya bahkan menyerempet saja tidak dengan ucapan rio.

“dasar cewek aneh...” rio menggerutu pelan, dengan wajah sedikit kesal.

Shilla tidak ambil pusing dengan tingkah pemuda manja di sampingnya ini. Biarlah, orang gila ini mau melakukan apa saja terserah.  Shilla tak akan menggubris dan tetap akan melanjutkan proses tanggung jawabnya. agar cepat selesai, yang itu berarti berpisah dengan pria sengak itu.

Setelah cukup lama, es di tangan shilla mulai mencair dan sebentar lagi akan habis. Shilla mendongakkan kepala yang tadinya berfokus menatap bahu pria gila itu, bermaksud ingin bertanya pada si pemuda apa memar nya masih terasa nyut-nyutan atau sudah baikan. Tapi seketika ia mengulur niatnya, ketika di dapati si pemuda yang sudah melepas kaca mata hitamnya dan tengah berposisi menyandarkan badan nya di di bangku taman dengan wajah yang di tengadahkan ke atas dan mata di pejamkan. Beberapa rambutnya yang sedikit gondrong meliuk-liuk terbawa angin, yang memang di sore yang mendung itu terbilang kencang. “kayak di film2 korea...”

Air dari es yang terbungkus plastik bening yang di pegangi tangan kanan shilla, mencair. menetesi punggung tangan kiri shilla, membuat shilla sedikit tersentak dan tersadar. “eh! udah mendingan belum?..” shilla berujar dengan nada ketus males-malesan gayanya. Yang membuat rio segera membuka mata lalu mengangguk pelan.

“thanks...” rio berucap pelan dan tertahan, dia sudah sangat jarang menggunakan kata-kata itu. yang oleh shilla ucapan terimakasih nya itu hanya di tanggapi oleh anggukan pelan yang tak bersemangat.

“kalo gitu gue cabut...”

“tunggu dulu..” belum sampai shilla mengangkat badan untuk berdiri, rio kembali mencekal tangan shilla.  yang mau tak mau membuat shilla mengurungkan niatnya untuk segera pergi dari tempat itu.

“apa lagi?”

Bukannya menjawab, rio malah dengan serius memicingkan mata. Masih dengan tangan mencekal kuat tangan shilla. lalu tanpa sadar rio mendekatkan wajah nya ke wajah shilla, dan itu membuat shilla yang tidak tahu apa-apa reflek memundurkan wajah beserta badan nya, namun terhambat karena tangannya yang di cekal oleh rio. Shilla merasa kalut, bahkan kini sangking dekatnya jarak antara dirinya dan rio, shilla bisa merasakan hembus hangat nafas rio. Dan dia tanpa jera terus merapal do’a dalam hati.. “ya tuhan hilangkan setan-setan yang menempel di pemuda omesh seperti dia ini?, aku mohon tuhan, kabulkan do’a dari hambamu yang manis ini.”

“ma..u.. ap.a lo..?” dengan suara gemetar dan hampir menangis, shilla membuka suara sebisanya.

Rio semakin memicingkan mata, setelah dia yakin, dia berujar.” Ada belek tuh di mata lo..” dan setelah selesai berucap dengan tampang tanpa dosanya, rio memundurkan tubuhnya yang beberapa detik tadi jaraknya terlalu dekat dengan wajah shilla.

Shilla, cengo. “cowok sialan...!!” tak henti-hentinya shilla bersumpah serapah dalam hati untuk pemuda gila yang kini tengah tertawa berbahak mentertawakannya.

“pasti lo udah mikir parno deh,...” rio kembali berbahak. Dia puas, sangat puas hari ini. Aksi balas Dendam yang tidak di rencanakan, tercapai hari ini. “cewek kok belekan...” rio mencibir tanpa henti masih dengan terbahak, belum puas juga ternyata mengerjai shilla seharian ini.

Shilla rasanya sudah hampir menangis. dengan kasar dia mengusap kedua matanya, bermaksud membersihkan belek-belek yang menyebalkan dan harus terdeteksi oleh pria yang menyebalkan pula.

“makanya, kalo ngendarai sepeda itu pake kaca mata, biar debunya gak masuk terus gak bikin belekan...” rio berucap sok menggurui shilla, yang saat ini tengah menahan emosi yang sudah mencapai ubun-ubun, dan terus berdo’a agar emosi nya tak terealisasikan pada pria di hadapannya ini. “pake nih..” rio menyodorkan kaca mata besar mahalnya ke arah shilla.

“ha..??” Shilla yang di sodori, bukannya menerima malah menatap rio dan kacamata secara bergantian dengan tampang cengo dan dengan mata yang masih berkaca-kaca. Tidak yakin dengan apa yang tengah terjadi.

“hissh, lemot deh,. Ini di pake, ngerti bahasa manusia gak sih?.. “ rio berucap dengan kesabaran sudah di ujung lalu dengan paksa memakaikan kacamatanya pada shilla. yang di pakaikan masih mematung, bingung harus bersikap seperti apa, tetap ketus seperti biasakah atau malah berterimakasih, atau bagaimana?

“yaudah, gue cabut dulu. Lo pulang sono!! Naik sepeda kan lelet, ntar lo nyampe rumah malem lagi. Gue gak rela manusia langka kayak lo di gondol mbah kunti karena sepedaan sendiri. Haha..” rio berkata dan tertawa tidak jelas. dan membuat shilla yang baru saja berfikir kalo pemuda di depannya ternyata pria baik yang perhatian merubah cepat pikirannya lalu menjadi kembali naik emosinya, dan membatin kesal“Baru aja baik, udah kumat...”

Tanpa menunggu tanggapan dari shilla. Rio sudah berlalu dan sudah berjalan cukup jauh dari tempatnya tadi.

Rio berjalan santai dengan bibir yang tak henti-hentinya membentuk tawa, dan seketika terhenti langkahnya ketika mendengar teriakan cempreng seseorang yang suaranya di kenal dan di dengar belum lama tadi.
“eh, elo!!, makasih...” rio hanya menolehkan kepala ke belakang tanpa reaksi berarti, hanya melihat gadis itu sekilas yang tengah mengangkat kacamata yang tadi miliknya dengan tangan kanannya, setelah itu rio kembali melangkah dan benar-benar pergi dengan taxi yang ia temui.

***
Sabtu cerah, terasa berbeda di SMA UYEers. Tidak belajar dari pagi hingga siang seperti lima hari sebelumnya. Di SMA teladan seJABODETABEK hari sabtu di gunakan untuk mengasah kemampuan para murid dengan mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang di sediakan sekolah.

Masih sama dengan minggu sebelumnya dan minggu minggu sebelumnya lagi. Studio milik pribadi SMA UYEers mendapat peringkat pertama favorit gadis-gadis yang sengaja membolos dari kegiatan eskul mereka, bahkan beberapa gadis sengaja tidak mengikuti kegiatan ekskul khusus untuk mantengi pria-pria dengan tubuh jangkung  menunjukan aksinya di atas panggung.

Para personil band sudah meneyelesaikan lagu pertama mereka, biasanya dalam satu kali latihan mereka bisa membawakan sampai 3 lagu. Meski begitu tak membuat para gadis  yang jumlahnya tidak bisa di bilang sedikit itu menutup mulutnya, berhenti menjeritkan kekaguman pada personil-personil band sekolah meraka yang tidak bisa di bilang kacangan itu. Terkhusus untuk sang vokalis.

Rio-yang merupakan vokalis sekaligus gitaris band berjumlah 4 personil itu- berjalan santai kearah bangku penonton paling depan menghampiri tas hitamnya.  Setelah sampai, segera di keluarkan air mineral tidak dinginnya dari dalam tasnya dan lalu dengan cepat menghabiskan satu botolnya dalam beberapa kali tegukan.

“main gitar lo hari ini beda deh io..” alvin yang merupakan pemain gitar melodi dalam band yang mereka beri nama miracle itu, menghempaskan tubuhnya letih di bangku tepat di samping rio.

“maksudnya?” tanya rio bingung, sembari menautkan kedua alis hitamnya.

“main lo payah!!” alvin berujar santai, yang dengan rio hanya di tanggapi dengan mengangkat salah satu ujung bibirnya tak tersinggung sama sekali dengan ucapan dari sahabatnya, yang dia ketahui memang begitu gaya bicara nya.-Tak memikirkan kata-kata yang akan di luncurkan dari mulutnya itu akan berdampak apa-. “ada masalah sama tangan kanan lo???”

Rio segera menoleh ke alvin kali ini, niat sekali menjawab tebakan alvin yang tidak tau kenapa bisa tepat itu.”iya nih agak ngilu-ngilu gitu buat maen gitar, ada kecelakaan kecil kemaren, tapi bukan apa-apa..” dan rio tertawa kecil di akhir kalimatnya, dia teringat.. kejadian kemarin.

“kecelakaan malah seneng..” alvin yang bingung tiba-tiba teman kakunya itu tertawa di tempat umum, hanya menanggapi sesuai yang ingin hatinya katakan.

Dan rio semakin tertawa, memori sore itu malah semakin terngiang. Dan dia bahagia hanya sekedar mengingat nya saja. Gak cukup apa malam tadi sudah di lalui dengan tawa, dan sekarang masih kurang saja. “aneh..”.

“lo ketawa-ketawa gitu. kayak gak merasa banget deh, kemarin bikin gue ma ify nunggu dua jam dan akhirnya ify batalin acara sambil uring-uringan...”

Dan percaya lah, perasaan rio saat mendengar kalimat alvin sama halnya seperti mendengar berita buruk yang paling buruk. “oh gosh! Mampus gue.. gue ijinin bentar vin..” rio segera berlari cepat meninggalkan alvin beserta ekskulnya. Menciptakan tanya juga bagi banyak orang yang ada di tempat itu, “kok belum selesai, sudah pergi?. Terus yang nyanyi ntar siapa?.

Perasaan rio sudah tidak enak, padahal dia belum bicara bahkan belum bertemu dengan ify. Tujuan dia pergi dari latihan memang untuk menemui ify, Untuk meminta maaf atas kejadian kemarin.
coba ada si monyet, siapa tau dia ngasih keajaiban lagi buat gue. Hei...



***



Gabriel memejamkan mata, menikmati hembusan angin semilir yang menerpanya kencang, membuat beberapa helai anak rambutnya bergerak-gerak mengikuti arah angin. Sensasi ini begitu damai.

Sedang di samping gabriel, ada shilla yang dengan setia menemaninya berdiam saja di tempat itu. di lantai hampir tertinggi, di sebuah gedung yang baru setengah jadi tidak jauh dari pemukiman kumuh tempat gabriel mengajar.

Sedari keduanya sampai di sini, memang belum ada percakapan yang terjadi. Saat sampai, Gabriel seketika sibuk dengan kegiatan menikmati angin sepoinya, dan shilla yang awalnya tidak tau harus berbuat apa memilih mengamati lekuk wajah sempurna pria di sampingnya. Dengan puas, dengan jeli, dengan teliti, dengan di hayati.

Tapi.. ada yang berbeda dengan gabriel sore itu. shilla memiringkan wajahnya ke kiri, mencoba lebih jeli mengamati pria di samping kanannya itu. dan ah.. akhirnya shilla menemukan apa sesuatu yang terasa berbeda itu, sore itu ada kaca mata bening berbingkai hitam bertengger mantap di hidung mancung gabriel. Itu membuat gabriel nampak lebih dewasa dan tampan.

Shilla tersenyum sendiri, tidak menyangka kejadian manis seperti sore itu bisa terjadi pada dirinya. Menghabiskan sore dengan pria kacamata yang baik hati. tidak dengan pria kacamata hitam galak yang suka memicingkan mata menyebalkan yang ia temui kemarin. Setidaknya kesialan nya kemarin, terbayar hari ini.

*

Cakka berlari tunggang langgang dengan raut yang tidak bisa di bilang biasa saja. Dia kalut. Entah kenapa dia merespon dengan berlebihan seperti ini? Padahal dia hanya menerima telepon dari tante ina yang menanyakan shilla ada di rumahnya atau tidak. Karena dari tante ina menyuruh shilla mengantar kue sepulang sekolah shilla belum kembali lagi ke rumah.

Dan sekarang dia di sini. Ke tempat yang dari penuturan tante ina, tempat dimana shilla di tugaskan mengantar kue. Di tempat yang di gunakan anak-anak kurang mampu menempuh pendidikan.

Tanpa menunggu lama, cakka segera mengedar pandang ke tempat yang hanya terdiri dari serambi usang, dengan meja-meja pendek. Dan papan tulis hitam di bagian depan ruangan. Dan.. tak ada shilla.

“kak cakka. Ngapain kesini kak?” seorang bocah kecil yang merasa kenal cakka yang tinggal di komplek perumahan dekat pemukiman kumuh tempat tinggalnya, segera menghampiri cakka yang tampak kebingungan di pintu serambi.

“eh, elo zy..” cakka yang juga mengenal bocah kecil lucu bernama ozy, karena dulu ozy ini sempat berjualan es balon-keliling di sekitar kompleknya- tak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan, dan akhirnya dengan cepat dia mengajukan tanya perihal shilla.”liat kak shilla gak?”

“ooo.. nyari kak shilla.. di sono tuh!!..” ozy menjawab sambil menunjuk gedung tinggi setengah jadi yang berada kurang lebih 300 meter dari mereka berdiri.

Cakka menyerengitkan dahi bingung,”yang bener aja, penakut macam shilla di tempat begituan?”. Pasalnya gedung yang di tunjuk ozy itu memang terlihat menyeramkan. selain gedungnya sudah usang, di beberapa sisi gedung tersebut sudah berlumut dan tumbuh tanam2an liar, dan juga gedung tersebut di kelilingi beberapa pohon besar dan semak belukar yang hampir tidak mungkin di lewati.

“yakin lo? kak shilla di sana?” masih belum percaya, cakka mencoba memastikan.

“iya, yakin..”ozy mengangkat tangan nya yang sudah membentuk huruf V, tanda dia bersungguh-sungguh. “lagi pacaran noh, sama kak gabriel.”

“Ha?” cakka antara dengar dan tidak dengar, atau mungkin dia dengar tapi terlalu tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

ZY, JADI IKUT MAEN GAK SIH. LAMA DEH” baru cakka akan membuka mulut untuk mengklarisifikasi tentang ucapan ozy yang tidak di mengerti. Ozy sudah berlari menghampiri temannya yang sudah menunjukan ekspresi tidak sabar menunggui ozy.

Dan itu menghasilkan tanda tanya besar di pikiran cakka, lalu dengan sebelumnya berteriak terimakasih pada ozy yang saat ini sudah terlibat permainan seru dengan teman-temannya. Cakka berlari cepat ke tempat yang sudah di beritahukan ozy. Dengan tanya, dan biar kejadian yang akan terjadi nanti yang menjawabnya. Apa maksud omongan ozy?

*


Jika 30 menit yang lalu, suasana  gedung itu di lalui dengan diam. Tapi kini, lain lagi ceritanya. Gabriel dan shilla tengah terbahak bersama seusai gabriel bercerita pengalaman masa kecilnya yang amat menggelikan.

“Shilla...” keduanya dengan serentak diam-menghentikan tawa- dan kembali dengan serentak menoleh ke belakang mencari arah suara yang menyerukan nama si gadis.

“eh cakka...” shilla tersenyum lebar mendapati pria dengan celana pendek dan kaos oblong hitam berdiri tegap tak jauh darinya. Dengan ekspresi tak bisa di baca. “ada apa kka?”

“emm.. gu..e. di sini.. eh!.. tante ina nyuruh gue nyari lo, soalnya dia khawatir sama lo kenapa belum pulang2 sampai sekarang.” Cakka menghembuskan nafas lega sudah berhasil mengucapkan alasan bohong yang menurutnya tak terlalu buruk. karena sebenarnya, dia bisa berada di sini sekarang, bukan atas permintaan tante ina melainkan inisiatif sendiri karena tidak bisa di pungkiri dia... khawatir.

“aduh, pantes bunda khawatir. udah jam 4 ya ini,.. gak kerasa.. hehe..” shilla berucap kaget dengan lucu,  menyadari jarum pendek di jam tangannya sudah menunjuk angka 4.

“kamu ini, ada-ada aja..” gabriel tersenyum melihat tingkah shilla dan dengan reflek mengusap lembut pucuk kepala shilla. Tanpa memikirkan perasaan pria lain yang juga ada di tempat yang sama. “pulang sana..!!”

“hehe, iya iya. Aku pulang dulu ya kak..” shilla dengan cepat berdiri setelah menyelesaikan kalimatnya. Dan segera melangkahkan kaki mendekat ke cakka.

“shilla..” langkah shilla terhenti dan segera membalikkan badan menghadap ke gabriel yang tidak tau kenapa memanggilnya. “anak-anak, ngajak ke pasar malam besok malam, kalo kamu mau ikut kamu bisa datang ke serambi jam 7 malam besok.”

Dengan di awali dengan senyum, shilla berucap “kalo di ijinin bunda. Aku pasti ikut kak..” dan oleh gabriel di acungi jempol dengan senyumnya.”pulang ya kak, dada...” setelah melambai kan tangan shilla berlalu, dan hilang di undakan tangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar