Rabu, 10 Juli 2013

Kamu Untuk Aku ( Part 14B)

Hari sabtu,  itu artinya tidak ada bimbingan belajar. Memang mulai dari minggu ini, progam bimbingan belajar untuk kelas tiga di laksanakan. Alasan nya sudah sangat jelas, untuk menghadapi ujian Nasional yang akan di laksanakan kurang lebih 1 bulan lagi.

Karena tidak ada bimbingan belajar itulah, makanya sekarang Rio bisa berada 1 mobil dengan si gadis pujaan. Shilla. Baru saja dia menjemput shila, ini untuk pertama kalinya setelah dia absen mengantar jemput shilla 1 minggu ini.

Rio menghela nafas. Melirik shilla sekilas  “itu gak ada ekspresi lebih bagus ya.”

Shilla menoleh, menatap tajam pemuda yang bahkan tidak melihatnya saat berucap tadi. Shilla menghirup oksigen banyak-banyak, lalu menghembuskan kuat-kuat. Lalu ia memilih kembali... diam. Ini strategi barunya untuk menghadapi pemuda yang sedang menyetir di samping kanannya.

“Selama gue gak anter jemput lo. Berangkat sama pulang sekolahnya gimana?” rio kembali membuka mulut, memicu percakapan atau lebih tepatnya perdebatan yang sesungguhnya ia rindukan.

Shilla melengos,”sok perhatian..” tapi ia tetap mempertahankan diam. Meski rasanya mulutnya ingin membuka lebar-lebar, untuk beteriak keras. “BUKAN URUSAN LO!”

“emm, kata agni, lo boncengan sepeda sama si cakka, memang sepeda lo kemana. Kenapa boncengan sih, kalo bisa sendiri…”

Agni? Sejak kapan agni dan pemuda di sampingnya berkomunikasi tanpa sepengetahuannya. Ah, sudahlah, itu terlalu tidak penting untuk repot-repot di fikirkan. Lagian, kalo udah tau. kenapa tadi sok-sok nanya. shilla tak tahan lagi, “STOP ya!! Stop ngeresein gue. Urusan lo gitu??”

Rio tersenyum senang, akhirnya…”iya.. urusan gue sahut rio mantap lalu kembali memusatkan perhatian ke jalanan.

Shilla menghela nafas. Dasar cowok gila.”sepeda gue rusak. Dan di bonceng cakka jauh lebih baik daripada jalan kaki sejauh 7 kilo. Jelas MR. ikut campur yang suka maksa!!”

Rambut shilla di acak pelan, membuat shilla reflek menjauh, ia tidak suka dengan perlakuan itu, hanya pemuda yang menyinggahi sebagian besar hatinya yang boleh melakukan itu, hanya pemuda baik hati yang akan segera menimbulkan desiran halus di hatinya jika ia di perlakukan seperti itu. bukan pemuda angkuh macam rio. BUKAN!!

Rio masih bersikap biasa, tidak menyadari tindakan shilla yang seperti menolak perlakuannya. “lagian, sepeda butut gitu di pelihara..”

Shilla berdecak sinis. “ck, biarin aja. dari pada lo gak punya sepeda..” shilla membalas tanpa berfikir panjang, Ia bahkan sama sekali tidak tau rio memang benar tidak punya sepeda atau ia saja yang tidak pernah melihat rio bersepeda.

Rio menoleh dengan pandangan tidak percaya. Gadis ini salah berkata.”buat apa gue punya sepeda, kalo gue punya mobil dengan berbagai merk dan model.”

Shilla ternganga, ternyata ini dampaknya, tentu saja, tentu pemuda itu akan segera menyombongkan kekayaannya. Sudah hal biasa. Jangan mau kalah shilla, kamu kan sudah terbiasa dengan pemuda yang hobby menyombongkan kekayaan orang tuanya ini. ”alah, bilang aja lo gabisa naik sepeda.” Entahlah, shilla bingung harus menjawab apa? Padahal dia tidak mau kalah. Akhirnya, Dia mengucapkan pernyataan ngalantur itu agar tidak terlihat kalah kalau dia memilih diam.

“memangnya kenapa?? Salah kalo gue gabisa naik sepeda…”

eh... APAA!!”

Rio menoleh, menautkan alis tidak mengerti, kenapa gadis di sampingnya kini menatapnya dengan pandangan geli. Belum menyadari ada sesuatu yang harusnya tetap tersimpan rapi. ”apa apanya?”

Shilla terbahak, tanpa mempedulikan rio yang masih bingung dengan tawa tiba-tibanya.

”apa lo bilang? Gabisa naik sepeda, ihh unyu nya. Ahahhaa..” rio ternganga lebar-lebar, baru sadar sudah membuka salah satu kartu matinya, pada wanita gila lagi.

Rio membekap paksa mulut shilla yang tak kunjung menghentikan tawa, untung kini mobil yang ia kendarai sedang berhenti di salah satu lampu lalu lintas. “diem deh, lagian apanya yang lucu coba. Gue punya mobil, ngapain gue susah-susah pake sepeda, lo aja yang lebai.”

“hahahaha…”shilla masih tertawa. Membuat rio dengan amarah membelokkan mobilnya ke kanan dengan  tiba-tiba begitu lampu lalu lintas sudah hijau.

Dan berhasil. Tawa shilla terhenti.”eh? rumah gue lurus, lo ngapa belok kanan?”

Rio tidak menjawab, hanya melirik shilla dengan tajam. Tanpa sadar membuat shilla berfikir yang tidak-tidak. “jangan-jangan rio sakit hati terus bakal buang dia kejurang, tapi sebelumnya, tubuhnya di mutilasi secara sadis. TIDAAAKKK!!”

“lo mau bawa gue kemana?” rio tetap tak menjawab. Dan matilah kau shilla.

***


Tap..tap.. tap… bunyi langkah sivia semakin terdengar nyaring, saat kakinya mulai memasuki lorong rumah sakit yang di kenal akrab dengan kesunyiannya. Ia  akan melakukan aktifitas yang biasa ia lakukan tiap minggunya, yang kata orang merupakan sesuatu yang mulia.

Tidak, sivia melakukan ini bukan semata-mata untuk mendapatkan pujian semacam itu dari orang-orang. Ini benar-benar murni dari hatinya, hatinya yang bahagia saat melakukannya.

“hahahahaha…” tunggu dulu! Sivia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, Nampak sedang mencari sesuatu. Yang lebih tepatnya mencari suara tawa yang baru saja di dengarnya, yang sivia rasa tawa itu terdengar tidak asing di telinganya.

Pandangan sivia berhenti di lorong lain yang tidak jauh darinya. Sivia melangkah pelan, lalu saat sudah dapat melihat dengan jelas apa yang sudah di tangkap pandangannya. Sivia memutuskan untuk bertahan di balik dinding yang menyembunyikan tubuhnya dari 2 suster dan 1 pemuda yang tengah duduk di kursi roda dengan baju pasien, berjarak kira-kira 2 meter darinya.

suster susi cantik deh, putih lagi..” ucap pemuda itu dengan nada merayu yang lucu. Lalu tiba-tiba setelah menoleh kanan-kiri secara dramatis pemuda itu berucap lagi, dengan volume yang lebih pelan kali ini. “apalagi kalo roknya di pendekin lagi sus, pasti lebih seksi..”

Tawa ketiganya meledak. Seakan lupa sedang di mana posisi mereka, di rumah sakit yang butuh kesunyian.

“kalo suster ela manis deh, kalem, kalo senyumm..... Beeeh! Meleleh gue sus…” ucap pemuda itu lagi, ke suster yang satu lagi.

Suster yang di panggil ela, tersenyum malu. Termakan gombalan pasien yang sudah 15 menit lalu bersenda gurau bersama. Lalu mereka tertawa lagi.

Sivia turut dalam tawa orang-orang yang tidak tau keberadaannya tapi dengan volume yang sudah di atur sedemikian pelan.”dasar playboy..”

Ia melangkah pelan, mendekati ketiganya.”ternyata rayuan lo canggih juga ya vin.”

Ketiganya serempak menoleh. Alvin yang paling cepat bereaksi.”sivia!!”

Kedua suster yang masih kaget melihat kehadiran sivia yang secara tiba-tiba, segera mengangguk hormat pada siva, lalu dengan langkah cepat, permisi untuk pergi setelah meminta izin pada sivia dan Alvin.

Kepergian kedua suster korban rayuan Alvin, menimbulkan keheningan di antara keduanya. Masih menyusun kata-kata yang pas untuk saling bercakap ria setelah pertemuan terakhir mereka, sekitar 2 minggu yang lalu.

Sivia menghempaskan tubuhnya di kursi tunggu, yang tadinya di duduki 2 suster yang bercakap dengan Alvin sebelumnya. “sakit apa lo vin?”

“kok lo tau gue sakit?” Alvin tersenyum di akhir kalimatnya, hanya sedang iseng mengajukan Tanya yang tanpa makna.

“lo pake seragam pasien, duduk di kursi roda, di infus dan muka lo pucet, kurang jelasin apa coba vin?”

Alvin terkekeh pelan, ternyata sivia adalah tipe gadis yang tidak suka berbasa-basi. Point plus buat lo via.”demam berdarah vi..”

Via melongo, lalu reflek menempelkan punggung tangannya di dahi Alvin.”parah lo vin, lo di rawat di kamar berapa?”

“ha?”

“di rawat di kamar berapa?”

“kamar 307..”

Dengan gerak cepat sivia mendorong kursi roda yang alvin duduki, menuju ruang 307 yang letaknya tepat di ujung lorong ini.

Alvin masih diam, dengan mulut melongo. Sebenarnya ia ingin bertanya, gerakan tiba-tiba sivia membuatnya sedikit bingung. Baru saat tubuhnya sudah terbaring kembali di bed yang sejak tadi malam menjadi teman setianya- tentunya dengan bantuan sivia- ia memburu sivia dengan pertanyaan yang saat perjalanan menuju ruangannya mengganjal pikirannya.”vi, kok lo tiba-tiba bawa gue balik kesini sih vi? Terus kenapa lo bilang gue parah? Apa sebenernya lo itu dokter ya? Dan lo udah tau kalo sakit gue itu ternyata penyakit parah? Iya vi?”

Sivia menghela nafas. Sepertinya pertemuan perama kali mereka, pemuda di hadapannya ini mengaku sudah kelas 3 SMA, harusnya lebih pintar dari dirinya kan, kenapa malah bodoh sekali.”ya gak gitu juga, tapi, ya lo gila aja. Lo sakit demam berdarah, suhu lo masih tinggi, eh lo nya malah nyantai-nyatai ngobrol sama gue di koridor.”

“tapi gue keluar tadi kan udah ijin suster vi..” Alvin tak mau kalah.

“yakalo keluar sama suster sih gak papa, setidaknya mereka tau, kalo misalnya lo drop apa yang harus mereka lakuin. Lha ini, cuman sama gue, gue masih kelas satu SMA dan bukan dokter. Apa yang bisa gue lakuin? Mending gue langsung bawa lo kesini, daripada gue harus jadi saksi berita pemuda tewas di lorong rumah sakit saat bercakap-cakap ria.”

Alvin terkekeh.”itu berita yang aneh vi..”

Sivia memutar bola mata sebal, Alvin beneran sakit demam berdarah gak sih.”iya, akan lebih terpuji kan? kalo beritanya pemuda tewas karena demam berdarah diruang rawat inap 307..”

Alvin tertawa lepas, lepas sekali.“alasan lo cukup kuat, gue bersedia di balikin di ruang membosankan ini…”

 iya paham kalo bosen di sini. Memang sendiri itu ngebosenin.” Alvin mengangguk cepat dengan muka memelas, berharap dengan begitu sivia akan prihatin lalu dengan otak jahilnya mengajaknya kabur dari sini.

“kalo lo ngapain vi, kesini?”

“udah rutinitas gue sih kesini....”

“oya? Lo sakit yang harus diperiksaan setiap hari...”

“ebusyeet do’a lo..” alvin hanya terkekeh.”gue cari kesibukan aja, cari keseruan..” tambah sivia.

“cari keseruan? Di rumah sakit?”

“hehe iya..” jawab sivia dengan tersenyum.

Alvin menatap sivia dalam, sedang yang di tatap masih menampilkan senyum, yang alvin sendiri tidak bisa mengartikan “gue mau juga…”

Sivia mengangkat kepala cepat. Saat matanya bertemu pandang dengan Alvin dia baru sadar tidak mengerti maksud ucapan lawan bicaranya.”apa?”

gue mau juga ...” sivia masih belum mengerti arah pembicaraan alvin.”seru-seruan di rumah sakit..”

sivia tersenyum sebentar. oh.. gampang itu mah, tapi nanti kalo kondisi lo udah mendingan.”

Alvin mengangguk semangat. Lalu melintas kembali sebuah pertanyaan.“tapi kapan gue mendingan?”

“tenang.. itu masih sangat lamaa….”

“Kok Masih lama? Sok tau nih looo…?” ujar alvin kali ini terdengar lemah. Entahlah, ia merasa tubuhnya seketika drop, yang ia rasakan seperti yang ia alami di rumah kemarin. Dari awalnya fit, tiba-tiba menjadi lemah… berat…

Sivia berdecak, geram.”ya oke. Bisa lebih cepat kalo lo nya nurut sama dokter dan gak kabur dari sini.

Alvin tertawa, kali ini lebih lemah lagi.

“kayaknya kondisi lo lagi memburuk ya vin, gue cabut aja kali ya, gue panggilin suster seksi deh buat lo..”

Diam. Alvin tak menjawab.Dan sivia tau pasti, Alvin tertidur atau bahkan…. pinsan. Sivia gusar..ia menatap wajah tenang alvin dalam alam bawah sadarnya, ia tersenyum sebentar sebelum akhirnya berlari ke ruangan petugas siang itu.

**


Ini benar-benar di luar perkiraan, tadi pagi saat dia terbangun, ia merasa jauh lebih baik daripada sebelumnya. Sehingga akhirnya memutuskan meminta suster susi dan suster ela menemaninya untuk berjalan-jalan di sekitar ruangannya.

Tapi sekarang apa, ia merasa jauh lebih lemah lagi dari sebelumnya. Dan sial, itu di saat yang gak tepat. Yaitu..di saat ada seseorang yang sedikit berhasil membuang rasa bosannya, berceloteh lalala dan lalala dengan ekspresi yang membara. Sedang ada sivia di dekatnya.

“tenang.. itu masih sangat lamaaa…” ucap sivia penuh ke sok tauan.

Alvin sudah merasa sangat lemah, tapi sebagian besar hatinya ingin menanggapi ucapan itu. Dengan sedikit tenaga yang tersisa ia berucap lirih.“Kok Masih lama? Sok tau nih looo…?”

ya oke. Bisa lebih cepat kalo lo nya nurut sama dokter dan gak kabur dari sini.” sivia berujar dengan galak.

Dalam hati Alvin terbahak. Ekspresi galak sivia jauh lebih mengerikan di banding mamanya yang sedang marah. Tapi, tawa yang keluar yang seperti rintihan itu membuat Alvin tambah lemah, Alvin merasa matanya semakin berat untuk di buka.

Alvin terpejam, tapi kesadaranya belum sepenuhnya hilang, ia hanya tidak mampu untuk membuka matanya yang seperti di lem dengan kelekatan terkuat.

“kayaknya kondisi lo lagi memburuk ya vin, gue cabut aja kali ya, gue panggilin suster  seksi deh buat lo..” Alvin mendengar dengan jelas suara sivia dan kikikan di akhir kalimatnya itu. Dalam hati, Alvin ikut terkikik. Ingin sekali rasanya Alvin melihat wajah usil sivia. Tapi susah payah Alvin membuka mata, tetap tidak bisa. Dan ternyata saat ia akan membuka mulut untuk setidaknya mengucapkan kata “terimakasih”, juga tidak bisa.

Akhirnya, kata itu hanya terpendam di hati, membiarkan langkah teratur yang mulai menjauh, hingga suaranya tak terdengar lagi setelah terdengar decitan pintu ruangannya di buka, dan di tutup kembali.


***


“…ajarin gue…” shilla mendongak, bertepatan dengan itu, angin berhembus dengan kuat, membuat rambut ikal panjangnya yang siang itu di biarkan tergerai segera berkibar tanpa ampun, bahkan ada beberapa yang menutupi sebagian wajahnya.


Shilla membenarkan letak rambutnya, membuatnya bisa dengan leluasa menatap tajam pemuda angkuh di hadapannya tanpa halangan. Ini pertama kali sejak dari mobil pemuda dihadapannya itu kembali membuka mulutnya, Mengucapkan kata-kata menyebalkan yang shilla perkirakan akan membuatnya merana.

“hobby banget sih bengong. Ajarin gue hei !!!” rio masih berucap dengan angkuh. Tanpa menatap sedikitpun gadis yang masih dengan tajam menatapnya.

Shilla menghela nafas. Ia sangat menyesal telah menghina rio habis-habisan karena tidak bisa bersepeda kalo akhirnya seperti ini. Tentu, akhirnya kerugian selalu berpihak kepadanya jika dirinya sedang bersama pemuda galak nan angkuh ini.

*flashback on

Shilla menghela nafas lega saat mobil rio tidak berhenti di ujung jalan curam yang di bawahnya terdapat jurang,  tapi melainkan berhenti di toko sepeda. Ntah Apa yang di fikirkan pemuda sombong ini.

Rio yang masih menggunakan seragam sekolah elitenya, keluar dari mobilnya dengan angkuh setelah meraih jacket bermerk dari jok belakang.

Shilla masih tak bergeming, malah menatap pemuda yang kini sudah membukakan pintu penumpang untuknya tanpa sepatah kata. Shilla dengan keleletan kerja otaknya, akhirnya menyimpulkan bahwa pemuda itu ingin ia turut keluar dari mobil keluaran mewah itu.

Rio berjalan dengan kedua tangannya tersimpan rapi di dalam saku celanan abu-abunya, shilla dengan mulut manyunnya, mengikuti susah payah langkah pemuda di hadapannya yang lebar dan tergesa.

“selamat sore dek, ada yang bisa saya bantu…” salah satu sales menyapa ramah rio yang masih memasang wajah angkuhnya, yang di ajak bicara tidak bergeming, malah sibuk mengedarkan pandang ke seluruh penjuru ruangan.

Shilla menggelengkan kepala tidak mengerti, tidak mengerti kenapa ada orang seangkuh dan sesombong ini, untuk menghangatkan suasana yang terasa mulai menegang karena wajah rio terlihat semakin keras. Shilla memberi senyum seikhlasnya pada sales pria berumur sekitar 20 tahunan itu. Lalu matanya seolah memberi isyarat sabar-tuan muda-menginginkan-sesuatu-yang-harus-di-penuhi.

Setelah 15 menit, mengitari toko sepeda yang cukup luas itu. Rio menunjuk salah satu sepeda kinclong berwarna putih yang letaknya lebih special di banding sepeda lain yang ada di sini, terletak di dalam kotak kaca yang bersih dengan sedikit pita hiasan untuk memperindah penampilan kotak kaca itu.

Sales pria dengan kemeja biru itu, tersenyum sekilas, nampak seperti senyum meremehkan. Lalu membuka suara.”itu sepeda terbaik yang ada di sini, dan harganya pun sudah pasti tinggi.. model lain dengan harga jauh lebih murah banyak tersedia di sini… mungkin adek bisa liat-liat dulu.”

Rio menatap sales itu tajam, ingin rasanya segera menghardik sales tidak tau sopan santun yang masih menampilkan senyum ganjil yang terkesan meremehkan itu.

“eee… mas.. dia mau ngambil yang itu…” shilla dengan cepat menyadari perubahan aura yang berada di sekitarnya, ini kiranya salah satu langkah tepat yang terlintas di fikirannya saat itu.

Rio mengalihkan pandangannya ke shilla kini, tanpa sadar ucapan gadis itu mengurungkan niatnya untuk mencaci maki sales kurang ajar yang kini terlibat perbincangan yang sepertinya serius dengan shilla.

Perbincangan shilla dan sales itu tidak berlangsung lama, mungkin hanya sekitar 1 menit. Ah, rio tidak mau tau. Ia hanya butuh membeli sepeda pilihannya, tak peduli berapapun harganya.

“12.5 juta dek….” Ucap kasir wanita yang terlihat lebih ramah di banding sales pria yang masih saja menampilkan wajah meremehkannya, tanpa waktu lama rio mengeluarkan salah satu kreditnya. Membuat sales yang tadi meremehkannya kini menatap dengan pandangan tidak percaya.

Shilla yang melihat kejadian itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Tadinya Ia Cukup tidak suka dengan sales yang menjudge orang dengan sembarangan itu, tapi sekarang menjadi kasihan karena sales itu mendapat tatapan super tajam dengan senyuman yang lebih meremehkan. Pasti pemuda itu merasa menang! Dasar manusia angkuh tak punya etika! Lihatlah, dia bahkan tidak membuka suara sama sekali saat melakukan transaksi jual beli-sepeda ini. Apa begitu transaksi ala orang kaya?!


*Flashback off


Dan kejadian itu, membuat shilla harus kembali terdampar ke taman yang banyak menyimpan kenangan buruk dengan pemuda galak di hadapannya.

“mau sampe kapan lo bengong kayak gitu?”

Shilla tersentak. Lamunannya buyar seketika. Ia menatap rio sinis, lalu berucap galak setelah mendengus kesal.”belajar sendiri memang gakbisa!!”

“GAAAKK!!” dan tatapan tajam dengan alis bertaut itu, cukup memberitahu shilla bahwa itu tidak bisa di bantah.

Dengan langkah berat shilla akhirnya menghampiri rio yang sudah bersiap dengan sepeda barunya. Mau tidak mau, dia tetap harus mau mengajari pemuda berumur 18 tahun itu belajar sepeda. ”buruan di goes.” Rio masih diam memandangi shilla dengan raut keraguan.” gue pegangin..” tambah shilla seperti bisa membaca ekspresi keraguan rio.


*


Dengan di pegangi shilla, rio sudah memutari taman kecil itu dengan sepeda barunya kurang lebih sekitar 4 kali. Tidak peduli dengan shilla yang tangan kirinya memegangi handlebar dan tangan kanannya memegangi bagian belakang saddle sepeda tersebut sudah berkali-kali dengan sengaja mendengus keras-keras, agar pemuda itu tau kalo dia sudah cepek. Tapi usaha itu NIHIL, GATOT, RIO KURANG AJAR.

Rio menarik nafas panjang, entahlah, ia senang melakukannya sejak tadi, ada harum asing yang memenuhi indera penciumannya setiap dia menarik panjang nafasnya.

Rio menarik nafas panjang lagi, bersamaan dengan itu rambut shilla berkibar terbawa angin. Rio menarik nafas panjang sekali lagi, menghirup harum asing menyenangkan itu ternyata harum strawberry dari rambut shilla, yang sebagian terbang ke arahnya.

“rambut lo harum, gue suka..”

Shilla reflek memegangi rambutnya, lalu di sampirkan ke kiri menjauhi pemuda bersepeda di sampingnya. Ia melototi rio, yang sekarang sedang melihat datar ke arahnya.”kok lo ngendus-ngendusin rambut gue sih?” Ucapnya galak, pada rio yang masih melajukan sepedanya pelan.

Rio mengangkat satu alisnya.”enak aja... gue gak ngendusin rambut lo..”

“alah.. kok lo bisa tau harumnya segala.. udah deh lo pasti ngendus-ngendus, mesum banget sih lo... ihhh..”

“siapa yang mesum? Gue gak mesum!..”

“alah.. udah deh keliatan tuh nafsu lo membara..”

“ihh, apaan sih . keliatan apanya?”

Shilla menunjuk-nunjuk muka rio.”iya tuh... lo nafsu.. keliatan dari cara ngomong  lo.”

“apaan sih lo.. lo tuh yang .... waaaaaaa... geduubraaaakkk.......

Shilla shock. Menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tidak berkedip melihat rio yang terperosok lubang sedalam hampir 1 meter yang sepertinya di lubangi untuk di bangun sebuah proyek. Shilla melihat kedua tangannya, dia baru sadar ternyata setelah dia membenarkan tata letak rambutnya tadi dia tidak lagi memegangi sepeda rio, dan rio memang selama beradu mulutnya tidak memperhatikan jalan di depannya. Shilla lo bego banget sumpah.

“shill, lo gak ada niatan bantuin gue?”

Shilla tersadar. Lalu dengan cepat turun ke lubang yang kira- kira memiliki lebar 4 x 4 meter tersebut tanpa berkata apa-apa. Dia takut. Entah takut karena apa.

“eh.. dahi lo berdarah tuh..” shilla makin takut, lalu sebisanya menyingkirkan sepeda rio yang menimpa tubuh rio sebagian. Shilla berjongkok di samping rio, meniup-niup tanpa arti luka di kepala rio.

“lo mending ambil kotak P3K deh di mobil. Lo niup-niup gitu gak ngaruh soalnya.” Rio menyodorkan kunci mobil bergantungkan remote control mobil aston-nya.

Shilla menerima kunci itu ragu, melihat dengan seksama kunci itu.”emm.. ini ntar buka mobilnya gimana? Kayak buka pintu rumah.”

Rio terkikik lemas,”itu di pencet yang tombol gambar gembok ke buka.”

Shilla mengangguk-ngangguk mengerti. Lalu segera berlari sekencang-kencangnya menuju mobil rio. Tidak peduli dengan hari yang mulai gelap, dan perjalanan menuju parkiran yang ternyata gelap karena lampu taman belum dinyalakan.

Tidak butuh waktu lama, shilla sudah kembali dengan kotak P3K di tangan kanannya.

”kalo yang itu ngerti kan cara makenya?.” Kata rio sambil terkikik pelan.

“ihh. Rese amat sih, lagi sakit juga.. “ shilla mulai menutulkan alkohol untuk membersihkan luka di kepala rio.

“aw.. aw.. pelan pelan dong.”


*

Untung lampu-lampu lolipop taman sudah mulai menyala, jadi shilla tidak perlu susah payah ngobati luka-luka rio di kegelapan taman. Kurang lebih membutuhkan 30 menit bagi shilla untuk membersihkan dan mengobati luka rio, yang tidak hanya di dahi juga ada di bagian siku dan sedikit di bagian lutut.

“Beneran gak ada yang kerasa sakit lagi. “

Rio diam sejenak, mencoba merasakan sesuatu yang mungkin terasa sakit di tubuhnya. “emm, coba lo bantu gue berdiri deh.”

Shilla menyerengit, tapi mesti begitu dia tetap menuruti keinginan rio. Dia berdiri terlebih dulu, lalu meraih kedua tangan rio yang sudah terulur dan membantu pemuda itu berdiri. ”aduh.. duh...” rio duduk lagi.

“kayaknya memang kaki kanan gue kesleo, pantes agak nyeri-nyeri gitu.”

Shilla membulatkan mata.”serius? kok parah banget gini sih, terus ntar lo keluar dari sininya gimana. Kalo gue kan gak kuat gendong lo. Gue cariin bantuan dulu deh ya.”

Shilla sudah hampir berdiri, saat tau-tau satu tangan rio mencekal tangan shilla.”udah gakusah. Gue sms supir gue aja biar di jemput, lagian sekalian buat bawa mobil gue entar.”

Shilla menunduk, ia benar-benar merasa tidak enak. Rio memang jahat, tapi ini salahnya. jadi gakpapa kan kalo dia merasa bersalah.”maafin gue yaa..”

“iya.. gak papa..” jawab rio singkat, tangan nya sibuk mengetik sms di HP canggihnya.

Rio sudah selesai mengirim pesan singkat pada supir nya, dan supir nya tentu menyanggupi. Jadi, Mereka berdua kini tinggal menunggui supir rio datang. Dan yang sekarang terjadi hanya.... hening, sudah sejak 5 menit yang lalu.

Tiba-tiba rio tertawa sendiri, memecah kesunyian yang mereka ciptakan “gue konyol ya shill?...” ucapnya, lalu tertawa lagi.

Shilla melihat ke arah rio. Ingin ikut dalam tawa rio yang mentertawakan dirinya sendiri. Tapi...  “emm rio..” rio menghentikan tawanya lalu menoleh, bertemu pandang dengan shilla.”emm.. kalo gue ikut ngetawain lo, gue di marahin gak?.”

Rio tidak menjawab. Malah menonyor kepala shilla pelan, lalu tertawa lagi. Dan.. kali ini shilla ikut tertawa. Mereka berdua tertawa lepas, lepas sekali.


***



Akhirnya setelah 45 menit menunggu, supir rio datang. Rio di gendong belakang dengan supirnya untuk sampai di mobilnya. Sekarang ia sudah duduk di tempat duduk penumpang, yang jendelanya sengaja di buka lebar-lebar.

“lo beneran gak papakan, pulang sendiri?.” Tanya rio pada shilla yang masih berdiri di samping mobilnya.

“iya beneran gak papa kok..”

“yaudah deh, hati-hati ya bawa sepeda biadab itu,,”

Shilla terkikik.”iya iya.. gak akan nyungsep deh kayak lo..”

Rio memutar bola matanya, kesal. Lalu bersuara lagi setelah diam sebentar “oya ada yang perlu gue omongin, sini lo..”

“apaan? Lo gak mau bunuh gue kan? Sebagai bentuk balas dendam.”

“enggak .. ya makanya sini gue bisikin.”

Shilla membungkukkan badannya, memposisikan telinganya untuk di bisiki sesuatu yang entah apa oleh rio yang dalam posisi duduk.

“Cup” pipi shilla memanas, baru saja pipi kanannya di kecup singkat oleh rio. Kejadian itu terlalu cepat, Sampai-sampai ia tidak mengubah posisi dalam beberapa detik.

“itu balasan yaaa.” Ucap rio pada shilla.”ayo jalan pak.” Lanjutnya cepat, pada supirnya.

Baru setelah mobil rio mulai berjalan pelan, shilla sadar. DIA KECOLONGAN. Dia menegakkan badannya. “DASAR RIO MODUS!!!!!” teriaknya garang pada mobil yang hampir keluar dari pelataran parkir taman itu.

Kepala rio nyembul dari jendela mobil. Ia melambai-lambai kan tangan dengan senyum lebar.” HATI-HATI YA NYET. MAKASIH BUAT HARI INI” ucap rio sebelum mobilnya mulai memasuki gerombolan mobil yang memenuhi jalanan ibukota.


to be continued....

Part 15a : http://egaditya.blogspot.com/2013/07/kamu-untuk-aku-part-15a_20.html

5 komentar:

  1. bagus.bagus.bagus, please meg, ojo suwe-suwe lanjuta'e.

    BalasHapus
    Balasan
    1. IYAAPP. saya minta dukungan dan doa nya yaa, agar kelanjutannya tidak terlalu em o mo el o lo er, MOLOR :D

      Hapus
  2. keren sekali :) Ini Rio'nya kasihan disini.
    haduuuhh .. Shilla beneran mau sama Gabriel ???
    Kak, dilanjut yang cepet dong.
    jangan buat orang pada kepo kak.
    Ayolah lanjut. jangan terlalu lama yah kak.
    Keren.
    #baca udah lama, tapi baru sempet komentar :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. permintaan akan segera di kabulkan :D
      wait wait, gak akan lama lagi ...
      makasih udh setia membaca :)

      Hapus
  3. Taudeh senyam senyum gtu bacanya. Aw yoshill yaampun

    BalasHapus