Sabtu, 28 April 2012

Kamu Untuk Aku ( part 7 )







Lihatlah. Gadis remaja itu tengah berlari riang kesana-kemari. Dengan kaki tak beralas, gadis itu dapat benar-benar merasakan halusnya pasir pantai. Lembut. Dan ia sangat bahagia.






Rambutnya yang panjang nan bergelombang ikut menari-menari ke arah kanan-kiri mengikuti gerak langkah kakinya. Bola matanya yang hitam pekat nampak berbinar-binar menyaksikan gulungan ombak-ombak kecil di hadapannya. Ia sudah lama tak ke pantai, makanya sekalinya ia di tawari oleh seseorang ia langsung menyetujuinya.






Gadis itu berlari terlewat semangat, hingga tak menyadari batu besar yang akan menghadang jalannya untuk mencapai bibir pantai. Dan tak butuh waktu lama, tubuh sang gadis sudah tersungkur keras terantuk batu yang tak di sadarinya.






“shilla...” gabriel berlari cepat ke arah gadis yang baru beberapa detik lalu terjatuh tak jauh dari tempatnya mengamati si gadis.”kamu gak papa?”shilla meringis kesakitan sembari meniup-niup lututnya yang luka dan berdarah.






Tak mendapati jawaban dari shilla yang sudah hampir menangis. Gabriel segera berlari menuju mobilnya bermaksud untuk mengambil kotak P3K yang selalu tersedia di mobilnya.






Dengan perlahan dan penuh perhatian, gabriel membersihkan luka shilla yang terkelupas cukup dalam. “shilla.. lukanya kakak kasih betadin ya, tahan sebentar.” Shilla mengangguk-ngangguk cepat dengan sudah menggigit bawah bibirnya, mencoba bertahan untuk tak berteriak anarkis di hadapan pemuda tampan yang tengah dengan hati-hati mengoleskan betadin di lukanya.






“aaa!! Kakak!!.... “tangan shilla secara reflek menarik rambut gabriel yang sudah mulai gondrong ketika pemuda itu mulai mengoleskan betadin di lukanya. Gabriel meringis, merasa sedikit sakit dengan jambakan shilla yang tiba-tiba. lalu setelah menghela nafas, ia melanjutkan acara mengobatinya.






“ aduh.. aduh.. Sakit kak!!!” semakin banyak gabriel membubuhkan betadin di luka shilla, semakin banyak pula teriak-teriakan kesakitan yang keluar dari mulut shilla.






10 menit berlalu. Gabriel sudah selesai memberi betadin, tapi Shilla masih berteriak tidak jelas dengan mata terpejam dan kedua tangannya meremas-remas pasir yang bisa ia jangkau. “aduh.. periiih!! Perihh...”






“shilla...., kakak udah selesai.” Shilla spontan diam, membuka satu mata perlahan. Dengan hanya membuka mata kirinya ia melirik gabriel yang sudah membereskan kotak P3K dan sesekali menatapnya dengan tawa kecil, lalu menatap lukanya yang sudah tertutup rapi dengan kassa yang di rekatkan dengan plaster. Dan memang benar sudah selesai.






Shilla tersenyum malu-malu menyadari dirinya ternyata tadi tidak bisa megontrol tindakan yang memang tergolong anarkis jika sedang kesakitan. Lalu berucap pelan, “makasih dan maaf ya kak..”






“terimakasihnya di terima, tapi maafnya buat apa?” gabriel menyerit bingung.






“rambutnya...” jawab shilla malu. gabriel malah tertawa. Lalu mengacak-acak puncak kepala shilla.






“bukan masalah kok. tapi kamu udah gak papa kan?” gabriel bertanya penuh perhatian, Dengan tangan masih mengelus puncak kepala shilla dan mata yang tepat menatap manik hitam mata shilla. lalu oleh shilla, di jawab dengan anggukan kecil dan senyuman tersipu yang manis.






Tak ingin terus terbuai dengan segala polah tingkah manis gabriel padanya, shilla bermaksud mengalihkan pembicaraan.”mama kak gabriel gimana kabarnya?” shilla berusaha menanyakannya dengan hati-hati. memang gabriel sempat bercerita tentang keluarganya pada shilla, termasuk kondisi ibunya yang sedang tidak baik. Jadi menurut shilla, wajar jika ia bertanya seperti itu.






“mama masih di opname, tapi udah baikan kok shill.” Gabriel menjawab masih dengan senyum, membuat shilla semakin kagum dengan sosoknya yang tetap tegar meski menerima ujian yang menurut shilla cukup berat.






Shilla membalas senyum gabriel dengan lembut, lalu menepuk pundak gabriel pelan seraya berucap.”semoga mamanya cepet sembuh ya kak, shilla bantu do’a..”






Gabriel semakin melebarkan senyumnya, merasa senang ada yang secara tidak langsung memberinya motivasi. “eh, mama kakak minta kamu buat ke rumah?”






“ha?”






“iya.. waktu itu kakak sempet cerita gitu ke mama soal kamu. Dan mama kakak minta kakak buat ngajak kamu ke rumah, kapan-kapan.”gabriel berhenti bicara sebentar. dan Shilla juga diam, dia nampak berpikir keras. “Ya... mama Cuma pengen kenal aja sih, soalnya kata mama setelah denger cerita kakak, katanya kamu orangnya lucu. Hehe, Tapi kakak gak maksa kok, kalo kamu gamau juga gak apa.”






“tapi aku mau kok kak, kapan?”






Lalu sore hampir petang itu berlanjut indah di rasakan keduanya, di tambah suasana sunset yang apik untuk di pandang.










***






Dengan senyum mengembang rio menerima amplop cokelat besar pemberian 2 pria besar suruhannya. Lalu tanpa membuang waktu setelah sebelumnya memberi tips pada orang-orang pekerjanya sebagai bentuk penghargaan hasil kerja keduanya. dengan semangat, rio menuju kamarnya yang terletak di lantai teratas istananya, lantai lima.






Setelah sampai, rio segera membuka sepatu nike-nya asal dan membuang tasnya sembarang. Lalu dengan tanpa mengganti baju seragamnya rio membuka amplop coklat berisi data si gadis pujaan. Yang di peroleh dari hasil pengintaian orang-orang bayarannya. Percakapannya dengan ify di cafe hari rabu lalu membuatnya sadar dia tak banyak mengerti soal gadis yang ia akui tengah merajai hatinya. Dan itu alasan kenapa akhirnya ia memutuskan untuk membayar orang untuk mencari info sedetail mungkin tentang si gadis.






ada 4 lembar kertas ukuran polio di dalam amplop coklat itu, yang isinya antara lain: Pada lembar pertama, berisi tentang identitas gadis yang ternyata masih berumur 16 tahun, terpaut 2 tahun lebih muda darinya “ashilla zahrantiara? Bagus juga nama calon istri gue..” kurang lebih 15 menit rio butuhkan untuk memahami secara rinci identitas di gadis pujaan.






Merasa puas berkutik dengan tulisan pada lembar pertama, rio segera berlanjut pada lembar kedua yang berisi tentang aktifitas shilla dalam sehari-hari. dan pada lembar kedua ini rio di buat ternganga di beberapa kali kesempatan. Menurutnya aktifitas yang di lakukan monyet bodohnya terlalu keras.






Tak butuh lama untuk membaca lembar kedua, rio segera berlanjut pada lembar ketiga yang berisi tentang bagaimana shilla dan keadaan hidupnya. Rio miris sendiri membaca lembar ketiga ia semakin menyesal telah mengerjai pujaan hatinya dan ia semakin.. cinta *?*.






Dan tiba di lembar terakhir, di lembar keempat ini tulisan yang tertera tidak terlalu banyak. Hanya berisi kalimat-kalimat bernomor, semuanya ada 16 nomor dan lembar itu memiliki judul. BIRTHDAY WISH. Ternyata, lembar itu berisi harapan shilla tiap ulang tahunnya. Rio tersenyum tipis, ada tekad yang begitu membara di dalam hatinya untuk mengabulkan setiap keinginan yang tertulis dalam lembar ke empat itu.






Baru rio akan memasukkan kembali lembar-lembar itu seperti semula, tapi rio segera mengurungkan niatnya karena baru menyadari ada benda lain di dalam amplop coklat besar itu. benda itu juga amplop tapi berukuran lebih kecil dari amplop yang membungkus 4 lembar kertas yang tadi ia baca. Dan ternyata, amplop itu berisi beberapa photo original gadis pujaannya. Rio semakin di buat gila, padahal hanya menatap photonya saja. Beginilah Cinta.










*










“gue bakal segera nembak shilla fy....”






Ify mengacak rambutnya sendiri prustasi, kalimat singkat yang di ucapkan oleh rio dengan nada pasti dan senyum merekah sebelum pulang sekolah tadi tak pernah berhenti berputar di pikiran ify. Membuatnya semakin menyadari ia tengah di landa rasa berdenyut yang menyakitkan di hatinya, cemburu.






Entah sejak kapan, air bening dari kedua matanya sudah mengalir. Tapi saat ini, di halaman belakang sekolah yang sepi di karenakan sekarang sudah 1 jam dari bel pulang air mata yang tiada habisnya mengalir semakin hebat. Bersamaan dengan denyut menyakitkan yang semakin terasa nyata.






“Kenapa gak gue aja io!!






“Yang udah 10 tahun ada buat lo!!!”






“Kenapa harus shilla, apa lebih nya dia????!!.. apa io!!!”






Ify meronta kembali, keadaan sekolah yang sudah sepi membuatnya semakin leluasa untuk mengeluarkan segala yang ada. Melepas topeng tegarnya sejenak, menampakkan dirinya yang rapuh dan haus kasih sayang. Dan yang esok hari akan ia kenakan kembali di hadapan rio, orang tuanya, dan orang-orang yang ia harapkan kasihnya. Tak menyadari ada seseorang yang masih mau peduli, masih mau melihat.






Ify menghela nafas panjang penuh tekanan. Dia letih terus begini, tenaga yang tak seberapa sepulang sekolah setelah 5 jam berkutat dengan pelajaran yang membutuhkan begitu banyak tenaga untuk memutar otak, tak dapat membuatnya bertahan lebih lama lagi. Ia letih, dan keadaan selanjutnya ia tak mengingat apa-apa.


















*














Alvin masih bertahan diposisinya sejak 1 jam lalu. Duduk sisi tempat tidur milik sahabatnya yang tengah tertidur lemah di hadapannya. Sesekali dia juga membenarkan kompres yang sengaja dia tempelkan di dahi sahabatnya untuk usahanya menurunkan suhu sang sahabat yang cukup tinggi.






“fy, belum mau bangun ya?” alvin mengajukan tanya yang sudah pasti tak ada jawab.






2 jam berselang. Alvin mulai merasakan lelah. Ia lihat jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, 17.00. tak terasa dia sudah begitu lama di ruangan serba biru milik ify. Dan baru menyadari dia ada janji 1 jam lagi dengan rio.






Alvin menghela nafas sebentar. Merasa berat harus meninggalkan gadis cantik yang masih terkulai lemah di hadapannya.”fy, aku pulang dulu ya...”alvin mengelus lembut pipi mulus ify. “kamu jangan gini lagi ya. Ada aku fy. Aku.. aku yang masih bertahan....mencintai kamu.”






Alvin segera meninggalkan kamar ify, setelah sebelumnya menuliskan memo yang lalu dia letakkan di meja kecil sebelah kanan dari tempat tidur ify.







Memo


Fy, di makan noh buburnya.


Abisin!!






Alvin


















































***


















Alvin dan rio berjalan bersisian menuju salah satu ruangan rumah sakit . sudah menjadi kegiatan rutin mereka setiap sabtu malam, sebelum mereka menghabiskan malam minggu bersama. dan rio kini tak lagi bercerita tentang gadis pujaannya yang ternyata sudah pernah bertemu dengan alvin sebelumnya. Dia bercerita pun juga karen alvin tiba-tiba menanyakannya. Sehingga mereka menghabiskan 30 menit perjalanan menuju rumah sakit dengan pembicaraan berputar tentang, shilla.






Keduanya serempak menghentikan langkah, sudah hapal betul dengan ruang berplank nama DR. Putra, SKU. “ikut masuk gak lo?” rio membuka suara sebelum memasuki ruangan yang hampir tiap minggu ia datangi.






“gue tunggu luar aja deh..”






“oke, gue masuk dulu...” Alvin mengangguk beberapa kali dan membuat rio segera lekang dari hadapannya.






Setelah kepergian rio, alvin baru tersadar apa yang akan ia lakukan jika tidak ikut masuk ke ruangan bersama rio? Merasa tak ada hal menarik yang ingin dia lakukan, alvin memutuskan untuk jalan-jalan mengitari lorong rumah sakit yang memang susananya sangat asri dengan banyaknya bunga di pinggir-pinggir lorong.






Merasa letih sudah berjalan tanpa arah mengelilingi rumah sakit yang tidak bisa di bilang kecil, alvin bermaksud beristirahat sejenak di salah satu tempat duduk warna merah kusam yang di sediakan rumah sakit dengan posisi cukup strategis-menghadap taman penuh lampu lolipop-taman bagian tengah rumah sakit.






“jangan duduk situ!!!” baru alvin mendudukkan dirinya, tidak sampai lima detik ia reflek berdiri setelah mendengar teriakan tiba-tiba yang muncul dari semak-semak di hadapannya.






“emangnya kenapa kalo gue duduk sini??” alvin membuka suara akhirnya, dengan galak. bermaksud menanyakan tujuan gadis yang melarang dirinya menduduki bangku merah kusam milik rumah sakit






Tidak menjawab tanya alvin, si gadis malah menunjuk bagian belakang jeans warna putih yang alvin kenakan dengan terkikik kecil.






“eh? Apaan nih..?” alvin terkejut setengah mati mendapati jeans warna putih bersih miliknya ternoda oleh sesuatu yang berwarna merah. Dengan cepat ia menepuk-nepuk pelan bagian yang ternoda, berusaha menghilangkan noda yang baru ia ketahui di karenakan tempat duduk yang ia duduki tadi.






Merasa tidak akan berhasil dengan usaha yang dia lakukan, alvin segera menatap cepat gadis yang masih bertahan berdiri di depannya. Mencoba untuk meminta kejelasan akan semua yang terjadi.






Si gadis yang merasa takut di tatap tajam oleh alvin yang seperti menuntutnya segera sibuk merogoh saku jacketnya untuk mengambil krayon merah yang tadi ia bubuhkan di bangku yang membuat jeans alvin ternoda.”sorry ya, sebenernya itu buat ngerjain mbak-mbak perawat tapi malah kamu yang kena...”






Alvin menghela nafas, berusaha agar tak terbawa emosi terhadap gadis cantik yang terlihat susah payah menahan tawa di hadapannya.”kalo mau ketawa, gausah di tahan-tahan..” alvin berucap datar, dan seketika tawa si gadis membahana di lorong tempat mereka berdiri. Alvin setelah terdiam beberapa saat, mulai turut dengan tawa lepas gadis asing di hadapannya. ia baru sadar kalo dirinya saat ini seperti anak perempuan yang sedang bocor PMS.






Tawa mereka mulai reda, si gadis membuka suara. “gue sivia. lo siapa?”






to be continued...


PART 8  : http://egaditya.blogspot.com/2012/05/kamu-untuk-aku-part-8.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar